Rumit

1.2K 57 0
                                    

Tiga hari berlalu. Dan selama itu Kahiyang selalu datang untuk memberikan ilmunya pada Hanna. Tidak hanya mengajari Hanna melukis saja, tapi juga menemani disaat Satria ada urusan di sekolah, meskipun pengasuh ada. Hanna sudah terlalu nyaman dengan Kahiyang.

Selama tiga hari itu juga, banyak hal yang terjadi antara Kahiyang dan Satria.

"Saya belikan ini, maaf kalau tidak sesuai selera kamu," Satria mengangkat tas jinjing dengan logo wanita berambut panjang memakai mahkota bintang berwarna hijau, kedai kopi kenamaan.

"Terimakasih banyak," Kahiyang menerimanya lalu merogohnya kemudian mengeluarkannya. Tiramisu Coffee Frapuccino dan Smoke Beef Emmental Croissant.

"Minuman manis untuk membangkitkan semangat. Saya yang berterima kasih karena kamu mau meluangkan waktu dan tenaga untuk mengajari Hanna," -meraih tisu, menyeka sudut bibir Kahiyang- "Maaf ..." ujar Satria setelah melakukannya. Lagi lagi Satria kelepasan dan tidak sadar dengan apa yang ia lakukan.

Kahiyang mengambil alih tisu di tangan Satria. "No problem, saya mengerti. Terimakasih." -menggigit croissant- "saya hanya melakukan apa yang seharusnya. Saya senang mengajari Hanna," imbuh Kahiyang.

Hanna sedang tidur setelah belajar melukis dan bercerita tentang banyak hal.

"Sampai kapan kamu ada di Indonesia?" tanya Satria. Ia mengetahui Kahiyang masih menempuh pendidikannya di Inggris.

"Akhir bulan ini." jawabnya.

"Apa bisa kamu mengajari Hanna sampai akhir bulan? saya lihat, putri saya jauh berbeda setelah bertemu dengan kamu. Hanna lebih bersemangat, ceria dan juga banyak tertawa. Sampai dia lupa soal cidera kakinya dan pementasan akhir semester nanti." Satria sesekali melihat Hanna yang tertidur pulas.

"Untuk itu saya tidak janji untuk setiap hari datang. Karena ada yang harus saya kerjakan sebelum kembali ke London," jawab Kahiyang.

"Oh ... baiklah." Satria tidak mau memaksa.

"Tapi saya usahakan untuk datang," imbuh Kahiyang.

"Terimakasih," ujar Satria.

Sepuluh menit berselang, pintu terbuka. Pengasuh datang bersama Melani, Mama Satria.

"Satria, kamu keterlaluan! Hanna terluka tapi kamu nggak kasih kabar ke Mama. Ini siapa? kenapa berdua-duaan?" Melani langsung memarahi putranya sekaligus bertanya soal keberadaan Kahiyang disana yang sedang duduk bersama.

"Mama ..." -Satria bangkit, mendekati Melani- "jangan keras-keras, Ma! ini rumah sakit. Cucu Mama sedang tidur," ujar Satria lirih, nyaris berbisik.

Melani memasang wajah kesalnya lalu memicingkan mata ke arah Kahiyang. "Siapa dia?" tanyanya dengan suara dipelankan.

"Namanya Kahiyang. Guru Hanna, guru melukis." jawab Satria. Kahiyang menganggukkan kepala.

"Guru melukis? sejak kapan? Mama tidak pernah tahu kalau Hanna belajar melukis. Jangan coba-coba menipu Mama!" Melani tidak langsung percaya.

"Empat hari. Saya baru mengajari Hanna melukis, empat hari yang lalu." sela Kahiyang. Ia langsung menjawabnya sendiri. "Saya Kahiyang Prasojo." Kahiyang mengulurkan tangan kanannya.

"Kahiyang Prasojo? namanya nggak asing. Sepertinya Mama pernah lihat, tapi dimana?" tanya Melani.

"Kahiyang putri dokter Rozi Prasojo, pemilik rumah sakit ini, Ma." ungkap Satria.

"Putri pemilik rumah sakit ini?" Melani terkejut seraya mengedarkan pandangannya, menatap Kahiyang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kahiyang mengikuti apa yang dilakukan ibu Satria itu, memeriksa penampilannya sendiri.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang