Dia Milik Bumi

1.5K 57 2
                                    

"Apa yang kamu lakukan dengannya? dia sudah beristri dan memiliki anak, Kahi! Kamu yang harusnya sadar!" Bumi memegang bahu kanan dan kiri Kahiyang.

Kahiyang diam. Satria juga diam. Apa yang dikatakan Bumi memang benar. Satria sudah berkeluarga dan usianya pun terlampau dewasa. Nama besar keluarganya menjadi taruhannya. Orang-orang akan salah sangka dengan kedekatan mereka berdua.

"I have nothing on him!! aku capek, aku lelah," -menepis tangan Bumi- "lebih baik tinggalkan aku sendiri, aku mau istirahat," -mundur satu langkah- "maaf pak Satria. Saya tidak lagi datang untuk mengajari Hanna melukis. Keputusan saya sudah bulat." ujar Kahiyang pada Satria.

Satria menghela nafasnya perlahan. Sejujurnya ia tidak rela dengan keputusan Kahiyang.

"Baik, saya harus hormati keputusan kamu. Terimakasih. Saya permisi," Satria pergi dari kamar inap Kahiyang dengan membawa kekecewaan.

Rasa sedih yang aneh, bukan karena Kahiyang tidak datang lagi mengajari putrinya tapi karena Satria tidak bisa bertemu dengan Kahiyang.

Kahiyang membalikkan badannya. Ia juga merasa sedih, sudut matanya berair.

"Kahi ..." seru Bumi, mendekati dan ingin menyentuh punggung Kahiyang.

"Kamu juga pergi! Aku mau istirahat. Dan lebih baik kita tidak perlu berteman lagi!" ucap Kahiyang. Ia benar-benar tidak mau berurusan dengan Bumi lagi. Sungguh melelahkan menghadapi dokter muda pilihan Papanya itu.

"Tapi, Kahi ..." Bumi menyentuh bahu kanan dan kiri, lalu secepat kilat membalikkan badan Kahiyang. Memeluknya erat.

"Get off! kamu lancang!" Kahiyang meronta, meminta untuk dilepaskan.

"Aku sayang kamu, Kahi. Please, jangan begini. Buka hati kamu sedikit aja buat aku. Kita mulai dari awal. Cobalah untuk mengenalku lebih dekat lagi," ujar Bumi, pelukannya masih begitu erat.

"Jangan panggil aku Kahi! We're not that close!" Kahiyang terus berusaha mendorong Bumi. Mereka tidak sedekat itu, Kahiyang benci Bumi memanggilnya dengan panggilan sayang keluarga.

"Aku jatuh cinta dari awal kita bertemu. Aku merasa kita akan semakin dekat lagi. Seperti sekarang," akunya. Bumi tidak mau melepaskan pelukannya pada Kahiyang.

"Cih ... jangan bahas soal cinta! I don't believe!" Kahiyang tetap pada pendiriannya.

"Tapi aku yakin, akhirnya nanti kamu bisa jatuh cinta sama aku," Bumi sama keras kepalanya, teguh.

"Dont be overconfident! lebih baik kamu lepasin aku dan keluar!" Kahiyang tetap berusaha mendorong Bumi.

"Ehem ..." suara deheman berasal dari arah pintu yang baru saja dibuka. Bumi menoleh ke belakang lalu melepas pelukannya.

"Papa ..." seru Kahiyang. "Ini bukan apa-apa. Kahi sama Bumi nggak ada apa-apa, Papa," Kahiyang mendekati Rozi. Rozi justru melemparkan senyuman pada Kahiyang dan Bumi. Lalu merangkul serta mengusap kepala putrinya.

"Maaf, dokter. Sungguh saya tidak bermaksud lancang. Saya hanya ... hanya mengutarakan isi hati saya," jujurnya.

"Mengutarakan isi hati?" Rozi menaikkan satu alisnya, menatap Kahiyang dan Bumi bergantian.

"Iya, dok. Saya-" ucapan Bumi langsung di interupsi oleh Kahiyang.

"Shut up!" -menunjuk Bumi- "nggak ada yang harus Papa dengar," sambung Kahiyang sambil menggelengkan kepala, tanda agar Bumi tidak mengatakan hal itu.

"Kahi ... Jangan seperti itu. Tidak baik." tegur Rozi.

"Tapi, Papa," Kahiyang mencoba untuk mencegah.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang