Menepati Janji

714 36 7
                                    

Enam bulan berlalu. Kahiyang dan Satria benar-benar menjalani kehidupannya masing-masing. Kahiyang fokus dengan semester akhirnya, sedangkan Satria sibuk dengan yayasan dan juga mengurus Hanna.

"Papa ada surprise untuk Hanna," ujar Satria, mendaratkan bokongnya ke kursi santai di tepi kolam renang. Hanna kembali rutin melatih kakinya dengan berenang bersama coach.

"Surprise apa Papa?" tanya Hanna, memegangi handuk yang menutupi badannya agar tidak kedinginan.

Satria menyodorkan amplop putih, "coba Hanna buka," titahnya.

Hanna si gadis kecil itu membuka amplop perlahan. "Disneyland, Paris?" tanya Hanna terkejut.

Satria menganggukkan kepala, tersenyum. Hanna berteriak gembira. Keinginannya untuk berlibur ke Disneyland segera terwujud.

"Terimakasih, Papa," menghambur ke pelukan, menciumi pipi Satria. Untuk pertama kalinya Hanna terlihat begitu senang, setelah insiden dua bulan yang lalu.

"Kta juga ke London kan, Papa?" tanya Hanna memastikan janji Satria dulu. Janji yang selalu Hanna ingat.

Satria tersentak, kembali teringat akan janjinya. 'Apa mungkin dia mau bertemu?' tanya Satria dalam hatinya.

Gadis yang di cintainya itu seperti menghilang di telan bumi. Nomor telefonnya saja sudah tidak aktif. Satria mencoba bertanya pada Bitna, namun di tolak. Satria benar-benar kehilangan Kahiyang sejak perjumpaan terakhirnya di lobby hotel.

"Papa akan coba. Semoga dia mau bertemu dengan kita," ucap Satria, nadanya terdengar lemah. Satria tidak yakin bisa menemui Kahiyang.

"Pasti mau, Papa. Nanti Hanna yang bicara dengan kakak cantik," ucap Hanna meyakinkan ayahnya.

Satria memeluk Hanna, mencium puncak kepala. Harapannya sama besarnya dengan Hanna. Perkataan Kahiyang dulu masih ia ingat 'Kalau kamu mau datangi aku, aku harap masalahmu sudah selesai'. Satria memegang ucapan itu sampai waktunya nanti tiba.

Setelah memberikan surprise pada putrinya, Satria bergegas kembali ke sekolah. Iren menghubunginya, memberikan kabar soal Bitna yang sudah menunggu di dalam ruangan. Satria meminta Bitna untuk datang.

"Maaf, sudah menunggu lama," ujar Satria pada Bitna yang sudah duduk di sofa. Pakaian seragam sekolahnya masih melekat. Jam istirahat siang, memudahkan Bitna untuk sampai ke ruanganan kerja kepala yayasan.

"Ada perlu apa sampai bapak memanggil saya untuk datang?" tanya Bitna, meskipun ia tahu maksud dan tujuan yang sebenarnya.

"Kamu pasti sudah tau maksud saya," -menghela nafas- "untuk terakhir kalinya, saya mau bertanya dan sedikit meminta bantuanmu," ucap Satria.

"Bantuan apa?" tanya Bitna.

"Bolehkan saya tau alamat Kahiyang di London?" tanya Satria. Bitna diam, berfikir sejenak.

"Tapi ..." belum selesai Bitna bicara, Satria menginterupsi.

"Putri saya ingin bertemu," timpalnya. Bitna kembali diam.

"Saya mau bantu, tapi bapak jangan katakan kalau saya yang memberi alamat lengkapnya," ucap Bitna.

"Saya janji. Saya tidak akan mengatakan apapun pada Kahiyang," janjinya. Satria hanya ingin mengabulkan permintaan putrinya, Hanna.

"Baik," Bitna menuliskan alamat lengkap Kahiyang di London, lalu menyerahkannya pada Satria.

"Terimakasih untuk bantuannya," ujar Satria. Pemilik yayasan itu mengembangkan senyumnya, merasa bahagia. Sebentar lagi mereka akan bertemu.

Selesai memberikan informasi pada Satria, Bitna kembali ke kelas. Ada rasa simpatik dan juga ketulusan cinta Satria yang membuat Bitna luluh. Bitna berharap kakaknya Kahiyang mendapatkan jodoh terbaiknya.

Wajah Satria sumringah, ia langsung menyuruh Iren memesan tiket tambahan ke London . Satria dan Hanna akan ke London setelah dari Paris.

"Kalau bisa, penerbangan pagi dari Paris," ujar Satria pada Iren.

"Baik, pak," jawab Iren lalu bergegas ia keluar ruangan.

Satria membuka layar ponselnya. Foto Kahiyang dan Hanna terpampang sebagai wallpaper di layar. Foto yang dulu pernah diambilnya saat Hanna belajar melukis di rumah sakit.

Senyuman itu, wajah ayu itu selalu memenuhi pikirannya. Satria ingat betul untuk pertama kalinya ia terpesona dan mulai tertarik dengan Kahiyang.

Sikap lembutnya pada Hanna, kesabarannya mengajari putrinya dan semudah itu Kahiyang mengakrabkan diri. Satria kagum.

Memang rasa kagumnya tidak salah, semua berhak mengagumi dan juga jatuh cinta. Namun rasa ingin memiliki yang menjadi keliru. Satria memposisikan Kahiyang menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang-orang akan beranggapan tidak baik dengannya dan Kahiyang. Meskipun kenyataannya, Inggrid melakukan perselingkuhan terlebih dulu.

*****

Hari yang ditunggu tiba. Satria dan Hanna malam ini akan terbang ke Paris. Memenuhi janjinya sebagai seorang ayah.

Kaki Hanna yang sudah sembuh dan lebih baik dari sebelumnya, membuat Satria mantap mengajak putrinya berlibur.

"Hanna seneng banget bisa liburan sama Papa," ucapnya duduk di samping Satria di business class maskapai penerbangan ternama tanah air.

"Papa juga seneng bisa wujudkan keinginan putri Papa," balas Satria, membelai puncak kepala Hanna.

"Papa ..." seru Hanna.

"Iya sayang," jawab Satria. Menunggu putrinya itu berbicara.

"Karena kita liburan berdua saja, apa bisa Papa ajak kakak cantik liburan sama kita?" tanya Hanna lirih, sorot matanya menghiba.

Satria termangu mendapati pertanyaan Hanna. Untuk datang ke London saja, Satria masih ragu. Tapi putrinya meminta untuk mengajak Kahiyang berlibur bersama di Paris.

Helaan nafas terdengar, "maaf sayang. Papa tidak bisa. Kak Kahiyang pasti sedang sibuk kuliah. Kita tidak bisa mengganggunya. Nggak papa ya, kita berlibur berdua saja? Setelahnya, Papa janji akan bawa Hanna ke London. Bertemu kak Kahiyang," bujuk Satria lembut. Satria tidak mau membuat hati Hanna kecewa di saat mereka berdua akan menikmati liburan.

Hanna menundukkan kepalanya. Satria berjongkok di depan putrinya. "Jangan sedih. Papa akan buat liburan kali ini lebih seru. Kita akan coba semua tempat di Disneyland," ujar Satria, lalu memeluk putrinya.

"Iya, Papa. Terimakasih," Hanna membalas pelukan Satria. Lega rasanya, putrinya tidak kecewa. Hanna sangat pengertian.

Penerbangan langsung dari Indonesia ke Paris memakan waktu kurang lebih 17 jam 15 menit. Perjalanan yang cukup melelahkan. Beruntung Hanna tidak banyak mengeluh dan rewel seperti dulu. Terakhir kali ke Amerika bersama Inggrid saat Hanna masih berusia dua tahun dan mereka sangat kerepotan.

Satria mendorong troli berisi dua koper besar dan tas ransel Hanna. Mereka sampai tepat waktu di bandara Charles de Gaulle. Dan untuk pertama kalinya Satria menginjakkan kakinya lagi di negara itu setelah belasan tahun yang lalu saat ia masih remaja bersama keluarga besarnya.

Paris memiliki kenangan manis untuk Satria. Kenangan yang selalu ia ingat dan pernah ia tuangkan ke atas kanvas. Dua tahun lalu, Satria memberikan lukisan otodidaknya itu ke sebuah galeri kesenian di London.

"Terimakasih untuk lukisannya. Akan kami pajang di pameran seni setiap awal tahun," ucap penanggung jawab galeri di London.

"Saya harap untuk informasi data saya tidak diketahui siapa pun. Saya hanya ingin berbagi kenangan dengan semua orang," pesan Satria.

"Baik. Akan saya simpan rapat-rapat," jawabnya.

To be Continued...

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang