Hari Pernikahan

1.2K 42 1
                                    

Alsya masuk ke dalam kamar dengan raut wajah yang tidak begitu bahagia. Seharusnya ia senang tapi sebaliknya. Alsya yang sangat dekat dengan Kahiyang, yang tidak pernah marah atau pun bermusuhan menjadi sosok yang berbeda.

Alsya mencium pipi kanan dan kiri Bitna lalu berjalan ke arah Kahiyang.

"Congratulation ..." -memeluk, memberikan ucapan selamat- "mendadak banget. Kamu hamil?" ujar Alsya sinis.

Kahiyang mengerutkan alisnya, heran.

"Kak Alsya kenapa ngomongnya gitu?" protes Bitna. Ia sama herannya dengan pertanyaan Alsya.

"Just kidding girls ...." ucap Alsya lalu tertawa. Kahiyang tersenyum kecil, ia melihat Alsya yang tertawa mengejek. Tawanya tidak tulus.

"Mau married tapi nggak seneng gitu. It didn't feel right. Kenapa?" tanya Alsya, menarik Kahiyang untuk duduk di sampingnya.

"Nggak ada. Nggak ada yang salah," jawab Kahiyang, menggelengkan kepala.

"Kalo gitu senyum dong," -menyikut lengan- "sama sodara sendiri nggak dikenalin ke calon suami. Tau-tau mau married, nggak asik ah," sindir Alsya.

"Calon suami kak Kahi dokter, kak. Kak Bumi dokter andalan di rumah sakit Papa," ucap Bitna.

"Bumi? dokter?" Alsya terlihat bingung dan penasaran.

"Iya, kata Papa sih lulusan terbaik Universitas Indonesia." balas Bitna. Kahiyang tersenyum, mengangguk, mengiyakan perkataan adiknya.

"Aku mau ketemu Mama Bri, aku belum say hi," ujar Alsya. Kahiyang dan Bitna saling memandang. Alsya terlihat buru-buru keluar dari kamar Kahiyang.

Bumi sudah berada di kamar lain. Menunggu waktu yang terasa begitu lambat. Bumi ingin segera mempersunting Kahiyang sebagai istrinya.

Satu pesan masuk ke dalam ponselnya lalu Bumi keluar kamar.

"Mau kemana? sebentar lagi kamu sudah harus ke venue." tanya Risa, Mama Bumi.

Tempat acara pernikahan mereka ada di taman bawah, letaknya terpisah dengan Vila. Vila keluarga Prasojo terbagi dua bangunan. Sisi kanan di tempati keluarga Kahiyang, sedangkan sisi kiri di tempati keluarga Bumi.

"Sebentar, Ma. Aku ada urusan. Sepuluh menit, sepuluh menit lagi aku balik." ujarnya lalu mencium pipi Risa.

Setelan jas berwarna coklat dan sepatu dengan warna senada sangat pas membalut tubuh Bumi. Ia berjalan sedikit cepat menuju tempat dimana seseorang tadi mengirimkannya pesan.

Beberapa anak tangga dituruninya, dikanan kirinya terdapat deretan tanaman asri yang cukup tinggi.

"Ngapain kamu disini? aku bilang, aku ada acara keluarga. Dari mana kamu tau tempat ini? kamu ngikutin aku?" cecar Bumi pada seseorang.

"Acara keluarga?" -meneliti penampilan Bumi dari atas sampai bawah- "style acara keluarga gini ya? kayaknya lebih pantes jadi mempelai pria. Iya kan?" ujarnya sambil menunjuk penampilan Bumi.

"Maksud kamu apa? kamu salah paham. Mending kamu pergi dari sini." usir Bumi, mendorongnya untuk segera pergi.

"Kamu jahat! setelah bertahun-tahun kita sama-sama tapi ternyata kamu bohongin aku! aku udah kasih semuanya, termasuk tubuhku. Tapi apa? mana janjimu?. You're a liar! I hate you!" gadis itu memukuli dada Bumi.

Bumi menangkap tangannya. "Sorry, aku dijodohkan. Mama yang mau. Aku bisa apa," kilah Bumi.

"Dijodohkan? Bull*shit!" menampar lalu mendorong dan pergi.

Bumi menendang batu kerikil di depannya. Merasa kesal karena kebohongannya diketahui.

"Halo, Ma," jawab Bumi, mengangkat telefon Mamanya di dering kedua.

"Ini udah lebih dari sepuluh menit! Tadi Brenda kesini, kasih buotonnieres tapi Mama suruh cari kamu," ujar Risa.

"Belum ketemu. Aku telfon Brenda aja," jawab Bumi berjalan kembali ke arah kamarnya.

Acara akan segera dimulai, Bumi sudah berdiri tegap menunggu kedatangan Kahiyang. Keluarga besar dan beberapa kolega pun ikut berdiri menanti calon pengantin wanita.

Rangkaian bunga berwarna putih menghiasi sepanjang jalan yang akan dilewati Kahiyang. Alunan lagu pun sudah terdengar. Bumi diapit kedua orangtuanya. Sedangkan Brisia berdiri di samping Airin yang duduk di kursi roda.

Lima menit sudah terlewat, Kahiyang dan Rozi belum juga terlihat. Bumi sedikit khawatir, ia sibuk melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. Begitu juga dengan Brisia yang turut gelisah.

Natasha mendekati Brisia, membisikkan kata. "Biar aku yang cek. Mungkin ada sedikit masalah," Brisia mengangguk.

Belum sempat Natasha melangkahkan kaki, Kahiyang datang bersama Rozi. Bitna, Brenda dan Alsya mengikuti di belakang.

Bumi terus memandang Kahiyang dengan kekaguman. Begitu anggun dan cantik dengan balutan kebaya dan juga hiasan di kepalanya. Kahiyang di rias layaknya pengantin Jawa.

Kahiyang menatap ke sekeliling lalu berhenti pada Bumi. Entah rasa bahagia atau sedih yang dirasakannya. Alih-alih meneguhkan batinnya, justru bayangan Satria terlintas.

Harusnya ia bersama Satria, namun semua kandas setelah kabar kehamilan Inggrid mencuat.

"Menantu Mama cantik banget. Gak sia-sia Mama nyekolahin kamu jadi dokter. Pinter anak Mama," -menepuk-nepuk punggung tangan putranya yang ia genggam- "anak Mama bakal jadi pemilik rumah sakit. Wah, Mama bisa pamerin ke temen-temen arisan. Mereka pasti iri," ujarnya. Risa tersenyum senang membayangkan hal itu benar-benar terjadi.

"Ya meskipun dia anak haram. Tapi it's oke lah, Mama masih bisa terima. Asal anak Mama jadi pemilik rumah sakit," sambungnya.

"Ma, pelankan suaramu. Nanti ada yang dengar," tegur Fahmi, Papa Bumi.

Bumi diam tak mendengarkan keributan orangtuanya. Ia tetap fokus pada Kahiyang.

"Papa, maaf," ucap Kahiyang tiba-tiba. Mereka berhenti tepat di depan meja. Tempat dimana Bumi akan mengucapkan janji.

"Untuk apa? Papa bahagia hari ini," ucap Rozi.

Kahiyang membalikkan badannya, menarik Alsya lebih dekat. Bumi membulatkan matanya.

"Maaf, kak. Aku nggak tau kalau dia pacar kakak. Aku nggak mau rebut dia dari kakak. Hari ini gantikan aku jadi mempelai wanitanya. Aku ikhlas," perkataan Kahiyang sontak membuat semua terkejut.

"Apa ini?" tanya Rozi. Alsya menatap ke arah Bumi.

"Apa-apaan ini?" gumam Risa pada putranya. Bumi masih diam. Wajahnya terlihat kesal.

"Maaf, aku nggak bisa." Alsya melepaskan tangan Kahiyang lalu berlari pergi meninggalkan tempat acara.

"Maaf, Pa. Kahi nggak bisa." Kahiyang ikut pergi.

"Kahi! Kahiyang!" seru Rozi.

Bumi mengejar Kahiyang. Dan semua menjadi berantakan, seperti mimpi Kahiyang.

"Kahiyang tunggu!" Bumi berhasil menarik lengan Kahiyang.

"Lepasin! Jangan paksa aku!" Kahiyang terus menolak. Kembali berjalan cepat ke arah kamar.

"Ini salah paham. Ini nggak kaya yang kamu pikir. Aku udah putus sama dia," Bumi berkilah, mencari alasan.

"I don't believe you," -menekan dada Bumi dengan telunjuk- "kamu pembohong! kamu nggak ada bedanya sama Satria!" bentak Kahiyang.

"Aku minta maaf. Aku pilih kamu buat jadi istri. Jadi, kita menikah sekarang! Aku nggak mau pernikahan ini gagal," Bumi bersikeras untuk tetap melakukan pernikahan itu.

"Enggak! Aku nggak mau! Kak Alsya bukan hanya sekedar sepupu, tapi dia seperti kakak kandungku sendiri. Sorry, i can't!" Kahiyang tetap menolak Bumi.

To be Continued...

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang