Ternyata, Dokter jutek itu ...

672 21 3
                                    

Esok hari, Bumi terburu-buru pergi ke rumah sakit dimana ia akan memperkenalkan diri pada atasan disana. Karena lift terlalu lama, Bumi memilih menuruni anak tangga sebanyak 7 lantai.

Bumi ingin menampakkan kesan pertama yang baik di hari pertamanya bekerja. Edo pun sudah mewanti wanti agar Bumi tidak terlambat, karena budaya di Korea Selatan, budaya "ppalli ppalli" yang artinya cepat cepat. Semua serba cepat, karena waktu bagi mereka sangat berharga.

Bumi berlari ke arah taksi yang berhenti menurunkan penumpang tepat di depan lobi apartemen.

"Hei, aku duluan," seru seorang wanita, menggunakan bahasa inggris.

Bumi dan wanita itu sama-sama memegang handle pintu taksi.

"Hei, aku duluan," balas Bumi dengan bahasa yang sama.

"Aku dulu!" ujar wanita itu kesal, mendorong Bumi lalu masuk ke dalam taksi dan dengan cepat meninggalkan Bumi yang diam tertegun.

"Argh ... Sial!" umpatnya, menendang udara.

Tanpa membuang waktu, Bumi berjalan ke depan untuk menyetop taksi lain. Bumi harus bergerak cepat.

"Jinsilhan Hospital, please," ujar Bumi pada sopir taksi.

"Oke ..." balas sopir itu seraya memberikan jempolnya.

Ibu kota Korea Selatan selalu padat di pagi hari juga sore hari, meskipun jumlah pejalan kaki dan pengguna kendaraan umum seperti bus dan kereta sangat banyak.

Bumi terlihat cemas tidak bisa sampai tepat waktu.

"Gua masih di jalan," -kesal- "sial banget gua! Pagi-pagi ketemu cewek jutek," keluh Bumi pada Edo di telefon.

"Jutek gimana? Lo udah dimana?" tanya Edo.

"Gua duluan yang dapet taksi, eh diserobot. Bangke!" -menghela nafas- "nggak tau nih dimana. Lo kan tau gua baru disini, malah ditanya lokasi. Ngehe emang lo!" Bumi kembali mengumpat. Kembali kesal, mengingat kejadian tadi.

"Sorry ... Sorry. Gua lupa. Coba lo tanya ke sopir, lokasi sekarang dimana?" titah Edo, lalu Bumi melakukan arahan temannya itu.

"Kagak ngarti, bro. Ni sopir kagak bisa bahasa inggris. Ah makin pusing gua. Gua sherloc aja," -diam lalu teringat sesuatu- "bang*sat, baru kepikiran sherloc," ujar Bumi memaki diri sendiri. Diseberang sana terdengar Edo tertawa terbahak-bahak.

"Bijik! Malah ngetawain gua," umpatnya pada Edo.

"Baru juga ketemu sehari, uniknya gua udah nular aja ke elo," ujar Edo, masih tertawa terpingkal.

"Diem lo! Jadi sherloc nggak nih?" tanya Bumi.

"Jadi lah. Biar gua tau posisi lo sekarang, masih jauh apa udah deket. Direktur-direktur udah pada mau masuk ruangan. Suruh ngebut dah tu sopir. Gregetan gua!" terang Edo.

"Gimana nyuruh ngebut? Bahasa inggris aja nggak bisa," sahut Bumi.

"Pinter doang tapi otak kagak dipake," -mengolok- "google translate!" geram Edo.

Bumi tersadar dan tertawa. "Sorry, bro," ucapnya cengengesan.

Bumi mengetikkan beberapa kata lalu ia pilih tombol speaker. Ponselnya di dekatkan pada sopir, yang sebelumnya ia tepuk pundaknya terlebih dulu.

Cara sederhana yang tidak terpikirkan oleh Bumi. Sopir itu langsung mengatakan oke, kemudian mencari jalan lain yang tidak macet.

Beruntung Bumi sampai tepat waktu. Edo sudah berdiri menunggunya di lobi rumah sakit.

"Ppalli ppalli ..." seru Edo, membawa Bumi ke ruang rapat.

Ruang rapat telah terisi beberapa orang penting dan juga dokter-dokter senior. Edo dan Bumi masuk ke dalam, mencari tempat duduk yang kosong.

"Excuse me ... " ujar Bumi menganggukan kepala pada seorang dokter wanita yang sudah duduk terlebih dulu di sampingnya.

Dokter itu sedang menekuni ponselnya. "Silahkan," balasnya dengan bahasa indonesia tanpa sengaja. Lalu mengangkat wajahnya menatap Bumi.

Bumi terkejut mendengar balasan dokter itu dengan bahasa negaranya. Dan keterkejutannya bertambah lagi saat melihat siapa dokter itu.

"Kamu ..." ucap keduanya bersamaan. Dokter itu adalah wanita yang menyerobot taksi tadi pagi.

"Kenapa, bro?" tanya Edo. Bumi berbicara dengan mimik kesal tanpa suara. Sedangkan dokter itu membuang muka, tidak mau temu pandang dengan Bumi yang kini duduk di sisi kanannya.

Acara perkenalan dimulai. Para direktur, dokter senior serta pemilik Rumah Sakit telah hadir. Wajah Bumi sedikit tegang karena namanya akan segera di sebut.

"Kami persilahkan dokter Bumi untuk maju ke depan," ucap pranatacara menggunakan bahasa inggris.

Bumi bangkit, merapihkan pakaiannya kemudian maju ke depan untuk memperkenalkan diri.

"Selamat pagi. Perkenalkan, saya Bumi dari Indonesia. Saya dokter spesialis bedah syaraf. Untuk pengalaman saya, memang belum terlalu banyak. Karena itu, terimakasih sudah membawa dan memberikan kesempatan untuk saya lebih baik lagi. Saya akan berusaha semaksimal mungkin dan mohon bimbingannya," terang Bumi, seraya membungkukkan badannya.

Semua bertepuk tangan, begitu juga dokter wanita itu, meskipun hanya sebatas tepukan biasa.

"Untuk selanjutnya, kami persilahkan dokter Atiqah untuk memperkenalkan diri," ucap pranatacara.

Dokter bernama Atiqah itu maju ke depan, berpapasan dengan Bumi. Memberikan anggukan kecil tanpa senyuman.

"Selamat pagi semua. Saya Atiqah dan sama-sama dari Indonesia, seperti dokter Bumi," -Bumi tertegun namanya disebut- "saya dokter spesialis anak. Saya datang kemari karena rasa kemanusiaan dan menjadi perwakilan relawan untuk cabang Jinsilhan Hospital di kota Ansan. Terimakasih sudah memberikan kesempatan untuk kami, para relawan," terang Atiqah. Menutup sambutannya dengan membungkukkan badan.

Seperti halnya Bumi tadi, semua bertepuk tangan. Bumi dan Edo bertepuk tangan dengan semangat, saling memandang memberikan kode ketertarikannya pada Dokter Atiqah.

"Keren banget, bro. Dokter relawan," ucap Edo berbisik. Bumi mengangguk tanda setuju.

Rasa kesalnya pada Atiqah langsung hilang setelah tahu siapa dokter jutek itu. Di jaman modern seperti sekarang, sangat jarang ada dokter relawan. Bumi bangga mendengar adanya perwakilan dari negaranya. Atiqah tidak memikirkan dirinya sendiri seperti karirnya di kedokteran, sedangkan Bumi jauh-jauh datang ke Korea Selatan untuk kepentingannya sendiri. Bumi merasa tersentil.

"Hai, saya Bumi. Maaf soal tadi pagi," ujar Bumi, mengulurkan tangannya ingin bersalaman dengan Atiqah, setelah dokter wanita itu turun dari panggung.

"Saya Atiqah. Maaf juga soal tadi pagi. Ternyata kita sama-sama terburu-terburu," jawabnya, mengulurkan tangan, menerima jabatan Bumi.

"Saya Edo. Dokter Edo, spesialis bedah syaraf juga," sahut Edo, menyela perkenalan antara Atiqah dan Bumi.

Bumi menepuk paha Edo karena sudah mengganggu perkenalan mereka berdua. "Nggak usah lama-lama," gerutu Bumi sambil berbisik. Atiqah tersenyum.

Acara perkenalan telah berakhir. Edo kembali ke ruangannya, sedangkan Bumi bersama Atiqah juga dokter relawan lainnya ikut berkeliling rumah sakit. Mereka di pandu oleh dokter senior.

Bumi selalu berjalan di belakang Atiqah, memperhatikan interaksi dokter itu bersama kawan-kawannya.

"Dokter Bumi mau bergabung makan siang dengan kami?" tanya Atiqah.

"Ya, saya mau," jawab Bumi langsung tanpa berbasa-basi dulu.

Sudah ada Atiqah, seorang Edo yang membawanya jauh-jauh ke Korea, terlupakan. Edo mengumpat di pesan yang dikirimkannya pada Bumi. Bumi membalas pesan itu dengan emoji tertawa terpingkal.

To be Continued...

~ Spesial author hadirkan Atiqah di bab ini. Atiqah menjadi relawan di kota Ansan. Kalian bisa baca karyaku "Atiqah" yang nggak kalah nyeseknya di Noveltoon 😁

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang