Korea Selatan

628 23 1
                                    

Bumi mendorong koper besarnya menuju lift. Hari yang sudah ditunggunya tiba. Malam ini Bumi akan terbang ke Korea. Kehidupan barunya akan dimulai dari negri ginseng.

Taksi online sudah menunggu di lobby apartemen. Bumi dibantu sopir memasukkan barang-barang ke dalam bagasi. Bumi berdiri sejenak memandang gedung apartemen yang menjulang tinggi dan sekeliling. Isyarat untuk perpisahan.

Bumi akan meninggalkan semua kenangan di Indonesia, termasuk kenangannya bersama Alsya dan juga Kahiyang.

Ponselnya berdering, Mamanya menelfon.

"Halo, Ma," sapa Bumi setelah mengangkat panggilan itu.

"Anak durhaka!" -mengumpat, suara melengking- "kamu pergi nggak bilang apa-apa sama Mama. Mama marah, Mama kecewa!" ujar Risa kesal.

Tidak ada kabar setelah batal menikahi Kahiyang, lalu tiba-tiba saja memutuskan untuk pergi jauh ke negri orang. Risa marah besar, setelah menerima pesan perpisahan dari putranya.

Bumi menghela nafasnya, "hal seperti ini yang Bumi nggak suka dari Mama Papa. Selalu menuntut ini itu. Aku berhak atas hidupku sendiri! Mama Papa jangan ikut campur lagi!" kata Bumi dengan nada yang sama tinggi.

"Berani kamu ngomong begitu sama Mama? -berteriak- "sampai kamu jadi dokter seperti sekarang, berkat Mama. Mama Papa banting tulang, usahain semua biar kamu bisa jadi dokter. Tapi sekarang kamu bilang jangan ikut campur? Anak Durhaka kamu, Bumi!" ujar Risa murka.

"Apa tidak cukup, selama ini uang yang aku beri setiap bulannya? Mama Papa terus-terusan meminta uang tanpa tau aku pun kerja keras, berusaha untuk menjadi anak yang kalian banggakan. Aku berhari-hari tidak bisa tidur karena harus mengurus pasien yang berdatangan tak kenal waktu. Apa Mama Papa pernah menanyakanku sudah makan, jangan terlalu lelah bekerja? Hanya tuntutan-tuntutan saja yang ku dengar. Aku muak! Aku akan berhenti untuk peduli. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri!" ujar Bumi berang, lalu menutup panggilan itu sepihak.

Lelah, itu yang dirasakan Bumi selama ini. Mama Papanya tidak pernah mengerti bagaimana perasaannya, apa keinginannya. Semua hanya keinginan kedua orangtuanya saja yang harus ia penuhi.

Bumi menyandarkan kepalanya, memejamkan mata. "Maaf, pak, sudah membuat gaduh," ucap Bumi pada sopir taksi online.

"Nggak papa, Mas." balasnya, sambil terus melajukan mobil masuk ke ruas jalan tol menuju bandara Soekarno Hatta di Cengkareng.

Sore itu arus kendaraan menuju bandara cukup padat. Beruntung Bumi sampai lebih awal di bandara sebelum melakukan proses panjang untuk penerbangannya malam nanti.

"Terimakasih banyak, Pak," ucap Bumi pada sopir, setelah membantunya mengeluarkan barang-barang dari bagasi.

"Sama-sama, Mas. Hati-hati. Semoga penerbangannya lancar," ujar sopir lalu berpamitan. Bumi membalas anggukan itu.

Masih ada waktu luang sebentar sebelum melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan juga check in. Bumi memesan kopi di cafetaria brand terkenal.

Ponsel Bumi bergetar, satu pesan masuk berasal dari rekan sesama dokter di Korea Selatan. Mengabarkan jika esok pagi akan menjemputnya di bandara Incheon. Bumi membalas hanya dengan emoji "👍", lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

Pemeriksaan dan check in sudah Bumi lewati, saat ini ia duduk di ruang tunggu sebelum masuk ke dalam pesawat.

Malam itu cukup banyak penumpang dalam penerbangan menuju Korea Selatan. Bumi duduk di kelas bisnis seorang diri. Kursinya persis disisi jendela.

Pemandangan langit malam gelap dan lampu kota yang terlihat gemerlap, mengiringi burung besi itu merangkak naik ke atas melewati awan. Semua kenangan yang dimiliki pun ia tinggalkan disana.

Inilah saatnya memulai kehidupan yang baru di negri yang asing. Di negri yang belum ia kuasai bahasa maupun budayanya. Namun Bumi memberanikan diri untuk meningkatkan karirnya disana.

Sejatinya, manusia hidup tidak pernah merasa puas dan cukup. Selalu ingin lebih dan lebih. Begitu juga dengan Bumi. Ia ingin mengubah taraf hidupnya agar selevel atau diatas level orang-orang kaya yang dikenalnya.

Bumi menutup jendela, lalu memilih memejamkan mata karena penerbangan langsung menuju Korea memakan waktu selama 7 jam. Perjalanan yang cukup melelahkan.

Dan tibalah, dimana kaki pertama kali menginjak tanah Korea. Pukul enam pagi, langit sudah berubah terang. Bumi keluar membawa kopernya setelah melewati berbagai macam pemeriksaan. Ia mencari temannya yang berjanji akan menjemputnya di bandara.

Kertas bertuliskan Mr. Earth terlihat dijunjung tinggi oleh pria berwajah khas orang Indonesia. Bumi sudah tertawa dari jarak lima meter. Temannya itu memang masih sama seperti dulu, unik dan lucu.

"What's up bro?" sapa Edo pada Bumi.

"Baik, baik. Lo liat sendiri kan, gimana makin tampannya gua," jawab Bumi, membanggakan diri.

"Iya, gua percaya. Lo malah keliatan kaya orang korea, bro. Jadi ... Aman lah lo tinggal disini," -merangkul- "entar gua kenalin sama cewek-cewek korea. Beuh ... Yang cantik ada, yang seksi juga ada. Tinggal pilih aja. Gampang kalo sama gua," seloroh Edo, menghibur temannya yang batal menikahi putri pemilik rumah sakit.

"Tapi asli kan, bro? No KW KW atau jadi-jadian," tanya Bumi dan keduanya tertawa bersama.

Edo banyak tahu soal kehidupan temannya itu. Termasuk saat Alsya menjadi kekasih Bumi. Namun kabar Bumi akan menikah dengan Kahiyang, membuat Edo terkejut. Ia menduga hubungan Bumi dengan Alsya sudah berakhir. Dan pada akhirnya Bumi menceritakan semua. Tentu saja Edo melontarkan sumpah serapahnya, tapi teman tetaplah teman. Saat ini ia berniat membantu Bumi untuk bangkit dan maju lebih jauh lagi.

Edo membawa Bumi ke tempat makan yang cukup terkenal di daerah Incheon. Menu yang cocok untuk sarapan pagi di cuaca yang sejuk. Mandu Guk atau lebih dikenal sup dumpling. Sup pangsit lezat berisi kimchi, daging atau seafood. Sup yang dapat menghangatkan tubuh, serta mengembalikan energi disebabkan oleh jetlag (mabuk pasca terbang).

"Tau aja lo, gua butuh yang anget-anget. Pusing pala gua, merem-merem ayam," keluh Bumi.

*merem merem ayam : tidur yang tidak benar benar tidur

"Gua tau, makanya gua bawa lo kesini. Buruan dimakan, entar keburu dingin. Disini cepet banget dinginnya," titah Edo, sambil memberikan kode dengan sendoknya.

Bumi mencoba kuah sup terlebih dulu. Nyatanya seruputan pertama langsung membuatnya manggut-manggut sebagai tanda kalau ia suka.

"Gimana? Kayaknya cocok nih," tanya Edo.

Bumi menjawab dengan mengangkat jempol kirinya. Tangan kanannya sibuk menyendok dumpling.

Selesai sarapan, Edo mengantarkan Bumi ke apartemen. Apartemen itu disediakan khusus untuk Bumi. Salah satu dari beberapa fasilitas yang diberikan rumah sakit untuknya.

Bumi berkeliling, melihat isi apartemen. Cukup luas. Justru lebih luas dari apartemennya di Jakarta. Sepertinya, keputusan Bumi tepat.

"Thank's, Do. Semua berkat lo," ucap Bumi, sambil menepuk pundak Edo.

To be Continued...

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang