Sabtu pagi Satria bersiap menghadiri acara Market Day di Senior High, yang diadakan setiap tahunnya. Kemeja batik berlengan panjang dan juga celana panjang kain berwarna hitam, melekat sempurna di tubuhnya.
"Papa mau kemana?" tanya Hanna di ruang makan. Melihat ayahnya menuruni anak tangga, berpakaian rapih di hari sabtu.
"Papa ada acara di sekolah, sayang," mengecup pipi Hanna. Inggrid tidak ada. Wanita hamil itu entah pergi kemana, Satria tidak ambil pusing.
"Lama?" tanya Hanna lagi.
"Siang papa sudah ada di rumah. Ada yang mau Hanna lakukan?" kini beralih Satria yang bertanya. Mulut Hanna penuh, sedang mengunyah nasi goreng. "Di kunyah dulu, baru jawab," imbuhnya.
Hanna mengunyah nasi gorengnya lalu menelannya. "Hanna mau belajar melukis lagi, Papa. Apa kakak cantik mau datang kemari?" pertanyaan yang tidak terduga dari Hanna. Satria terbatuk, lalu meraih gelas yang baru saja di isi oleh asisten rumah tangga.
"Kalau guru lain, bagaimana?" tawar Satria. Hanna menggelengkan kepala.
"Hanna maunya kakak Kahiyang," ucap Hanna.
"Kakak Kahiyang ada di London. Jadi, Papa cari guru lain saja, ya?" rayu Satria. Hanna mencebikkan bibirnya.
"Yasudah, Hanna nggak jadi belajar melukis. Nanti aja kalau Kak Kahiyang sudah ke Indonesia," ujar Hanna dengan raut wajah sedih.
Satria menghela nafasnya cukup keras. Hal yang tidak mungkin terjadi. Kahiyang tidak akan mau.
Satria kembali menghabiskan sarapannya lalu berpamitan pada putrinya Hanna.
"Papa berangkat dulu ya? Mau Papa belikan coklat?" pamitnya lalu bertanya. Hanna menggelengkan kepala. "Ice Cream?" tawarnya lagi. Hanna kembali menggelengkan kepala. "Terus Hanna maunya apa?" pertanyaan yang salah. Sudah jelas, Hanna hanya ingin belajar melukis dengan Kahiyang.
"Bagaimana kalau liburan kenaikan kelas nanti, kita ke Paris?" Satria mencoba mengalihkan kekecewaan putrinya.
"Paris? Disneyland?" mata Hanna berbinar. Raut masamnya tadi berubah menjadi ceria dan terlihat sangat antusias.
"Iya sayang. Disneyland juga menara Eiffel," ujar Satria.
"Terus kita ke London. Hanna mau ketemu sama kakak Kahiyang," lagi dan lagi, Hanna kembali membahas Kahiyang.
Satria diam, kenapa harus Kahiyang lagi yang ada di pikiran Hanna?. Kenangan singkat bersama Kahiyang mampu membekas di pikiran gadis kecil itu.
"Kenapa Papa diem aja? Papa mau kan? nanti kita ke London, ke tempat kakak Kahiyang," rengek Hanna.
Satria tidak bisa menolak lagi. Ia menjanjikan bertemu dengan Kahiyang agar putrinya tidak terus bertanya. Hanna tersenyum melepas Satria pergi ke sekolah. Keinginannya untuk bertemu kakak cantik akan segera terwujud.
Mobil Satria memasuki area parkir khusus untuknya. Area parkir dimana pertama kali bertemu dan adu mulut dengan Kahiyang. Tempat yang akan selalu menjadi kenangan indah tak terlupakan.
Dengan sikap tegap seperti biasanya, Satria mantap memasuki area gedung Auditorium. Karena sebagai pemilik yayasan, sambutan penuh hormat diterimanya. Satria diarahkan duduk di sofa empuk barisan terdepan di Aula besar sekolah. Atas mejanya pun sudah tersedia air minum dan beberapa buah juga snack.
Acara pembukaan Market Day yang diadakan setiap tahunnya berlangsung cukup meriah. Satria memberikan sambutannya lalu di ikuti acara hiburan lain.
Setelah memberikan sambutan, Satria berkeliling mengunjungi stan-stan dimana seller dari kelas 12. Berbagai macam barang, makanan dan minuman di jajakan di stan-stan berjejer membentuk huruf U. Satria di temani oleh asistennya dan juga kepala sekolah Senior High, bapak Musfi.
Sampai di stan ke sepuluh, tatapannya bertemu dengan adik Kahiyang bernama Bitna. Jelas sekali nametag yang terpasang di seragamnya, Bitna Prasojo.
Bitna menganggukkan kepala. "Silahkan, pak. Mungkin ada yang menarik untuk dibeli," ucapnya, menggerakkan tangannya ke atas beberapa barang yang dijual oleh kelasnya.
Satria melihat gantungan boneka beruang berwarna pink. Ia bermaksud membelikan Hanna.
"Ada lagi, pak?" tanya Bitna lagi.
"Lukisan itu di jual?" tanyanya seraya menunjuk frame kecil di atas meja, bergambar sketsa menara eiffel.
"Oh itu tidak dijual pak. Itu hanya dekorasi untuk pemanis saja," jawab Bitna. Bitna tahu apa yang ada di pikiran Satria saat ini.
Frame kecil lukisan itu milik Kahiyang. Bitna meminjamnya untuk dekorasi stan kelasnya. Ia juga sudah meminta ijin pada kakaknya. Dan Satria tahu pasti bahwa frame itu milik Kahiyang. Ada inisial huruf di pojok kanan bawah, huruf K jenis font script.
"Saya akan bayar berapapun. Putri saya sangat suka dengan lukisan. Apalagi menara Eiffel," Satria berbohong. Hanna dijadikannya sebagai alibi.
"Tapi, pak. Ini bukan milik saya. Ini lukisan kakak saya. Jadi saya tidak bisa menjualnya," Bitna tetap menolak. Bitna akan kena marah jika lukisan itu ternyata akan dibeli oleh Satria. Pria yang pernah menjadi kekasih Kahiyang.
"Apa saya bisa bicara dengannya?" Satria justru semakin menantang Bitna.
Kepala sekolah yang berdiri di samping Satria menatap Bitna lalu memberikan kode agar lekas memberikan lukisan itu. Bitna terintimidasi.
"Baiklah. Silahkan bapak ambil saja. Tidak perlu membayar. Anggap saja sebagai hadiah untuk putri bapak," Bitna menyerah dan memberikan lukisan itu.
"Tolong nanti bawakan lukisan itu ke ruangan saya," pinta Satria lalu mengangguk, memberikan tanda pada Bitna. Satria ingin berbicara empat mata.
"Ba ... Baik, pak," jawab Bitna, menganggukkan kepala juga.
Satria kembali meneruskan acara berkelilingnya. Setiap stan ia singgahi, meskipun hanya mengajak berbicara atau pun ada beberapa barang yang dibelinya. Semua barang untuk putrinya dirumah.
"Pak, nona Bitna sudah datang," ucap Iren, masuk ke ruangan Satria setelah mengetuk pintu.
Acara Market Day memang belum selesai namun Satria meminta Bitna untuk segera datang.
"Suruh dia masuk," titah Satria.
"Baik, pak," Iren keluar ruangan, memberi kode pada Bitna. "Silahkan, masuk," ujarnya pada Bitna.
"Terimakasih," jawabnya.
Bitna masuk ke dalam ruangan itu. Satria sudah duduk di sofa tunggal. Kali pertama Bitna masuk ke ruangan kerja kepala yayasan.
"Silahkan, duduk," ucap Satria, mempersilahkan duduk. Bitna duduk di sofa yang Satria tunjuk. Di sisi kiri pria itu.
"Emm ... Ini lukisannya, pak," Bitna meletakkan lukisan kecil itu ke atas meja.
"Kamu pasti tau maksud saya memintamu untuk datang kemari," terang Satria.
"Apakah soal kak Kahiyang?" tanya Bitna tanpa berbasa-basi.
Satria mengangguk, "saya hanya ingin memberitahu soal suaminya. Saya sudah mengatakan semua tapi kakakmu tidak mau mendengarnya. Meskipun saya memang mencintai Kahiyang tapi saya juga tidak mau dia tersakiti. Jadi tolong nasehati dia. Lebih baik tinggalkan suaminya itu. Dia bukan pria baik-baik. Dia ke korea dan akan mencari wanita lain. Apa ini wajar? Tentu tidak, bukan?" Satria mengeluarkan semua yang ada di pikirannya.
Bitna terperangah. "Maksud bapak, suami kakak saya?" tanyanya bingung.
"Ya, dokter itu. Suami Kahiyang. Untuk apa menikah tapi berjauhan? Nonsense. Hal yang menggelikan," ujar Satria.
"Kakak saya tidak memiliki suami. Dokter Bumi bukan suaminya. Mereka tidak jadi menikah. Pernikahan itu batal. Kakak saya yang membatalkannya," jawaban Bitna sangat mengejutkan Satria.
"Batal?" tanya Satria memastikan lagi. Bitna menganggukkan kepalanya.
Tobe Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Scandal
RomanceWARNING 21++ Terdapat adegan dewasa. Tidak diperuntukan anak dibawah umur !! Kahiyang Prasojo. Pelukis cantik berusia 20 tahun, putri sulung Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa dan Perilaku, dr. Rozi Prasojo Sp.KJ. Kisah cintanya dimulai sejak ia ber...