Aku Melepaskanmu, Kahiyang

1.1K 38 0
                                    

Satria ikut bergabung di ruang makan. Ia menyapa putrinya Hanna dengan kecupan di puncak kepala. Inggrid yang duduk disamping Hanna sudah menyodorkan pipinya, namun Satria berlalu begitu saja. Inggrid tersenyum kecut, dan Melani menggelengkan kepalanya melihat tingkah putranya.

"Mau kemana sepagi ini?" tanya Melani pada Inggrid. Melihat penampilan menantunya yang rapih dan wajah full make up.

"Emm ... ada yang mau Inggrid urus sebentar, Ma. Mau ke rumah Mami juga. Mama nggak keberatan kan?" jawabnya. Akting berbohongnya begitu meyakinkan. Terlebih Arila ikut memperkuat kebohongan itu. Satria tersenyum sinis tanpa menatap istrinya. Ia tetap menikmati sarapannya.

"Oh ... oke. Hati-hati dijalan, sayang. Vitamin dari dokter dibawa kan?" tanya Melani, memberikan perhatiannya.

"Iya, Ma. Ada dalam tas," ucap Inggrid.

"Mama, pergi sebentar nggak papa kan sayang?" tanya Inggrid pada Hanna, seraya membelai rambut putrinya itu.

"Hanna mau ikut, Mama," rengeknya. Inggrid salah tingkah.

"Hanna dirumah aja ya sama suster. Mama sebentar aja kok. Nanti Mama bawakan pizza. Oke?" ujarnya, merayu putrinya. Hanna cemberut, menekuk wajahnya. Inggrid memeluk putrinya sambil mengusap dan menciumi puncak kepala.

Sedangkan Satria buru-buru menyelesaikan sarapan paginya lalu berpamitan pada Hanna kemudian menghilang di balik tembok.

"Anak kurang ajar!" Melani memaki.

"Ma ... ada Hanna," tegur Nendra. Melani menutup rapat bibirnya, tersenyum pada cucunya.

"Ayok cucu Oma, habiskan sarapannya," bujuk Melani. Hanna mengangguk.

Tak lama Inggrid dan Arila juga pergi. Tersisa Hanna bersama suster dan Melani juga Nendra. Yang siang itu, mereka kembali ke rumahnya.

Hanna sedang di kamarnya bersama suster Uci. Tiba-tiba saja Hanna teringat Kahiyang. Ia meminta suster Uci menyiapkan beberapa peralatan melukis.

"Suster ingat nggak? kakak cantik yang ngajarin Hanna melukis," tanya Hanna sambil tangannya bergerak bebas di atas kanvas.

"Kakak cantik?" Uci mencoba mengingatnya kembali.

"Iya, kakak cantik yang datang sama Papa. Waktu Hanna di rumah sakit," terangnya.

"Oh ... yang itu. Emangnya kenapa sama kakak itu?" tanya Uci.

"Di handphone Papa ada foto mereka. Hanna tanya apa Papa suka sama kakak cantik itu tapi Papa diam aja, sus," ujar Hanna.

"Terus?" Uci semakin penasaran ingin tahu permasalahan majikannya.

"Papa cuma bilang kalau Papa sayang Hanna," jawabnya persis sama dengan perkataan Satria.

"Oh gitu ..." Uci mengangguk-anggukan kepalanya. Pikirnya ada bahan untuk bergosip dengan pekerja lainnya.

"Sus, Hanna semalem juga denger Papa bilang maaf terus bilang Papa cinta sama kakak cantik itu. Cinta itu apa, sus? Hanna nggak ngerti," tanya Hanna dengan polosnya. Anak berusia 7 tahun itu belum mengerti apa arti kata Cinta.

"Hah? Cinta?" Uci bingung harus menjawab apa.

"Iya, sus. Cinta itu apa artinya?" Hanna menekankan lagi.

"Emm ... Cinta ya?" -Hanna mengangguk- "emm ... cin ... ta itu ...ya sama aja kaya suka, tapi lebih dari suka," jawabnya.

"Lebih dari suka?" Hanna sedang berfikir.

"Udah, lanjut melukisnya. Mau warna apa lagi? biar suster tuangin catnya," Uci mengalihkan pembicaraan. Ia takut anak majikannya itu semakin banyak bertanya.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang