Kehadiran Alsya

849 30 2
                                    

Akun Karyakarsa : Anggrainigita

Kahiyang dan Bumi duduk bersama di ruangan kerja Rozi. Disana ada orang tua Bumi dan juga Brisia. Pembahasan tentang pertunangan yang berubah menjadi acara pernikahan mereka.

Pada awalnya Kahiyang ragu untuk menyetujui perubahan rencana itu tapi Bumi meyakinkannya lagi.

"Nggak ada bedanya besok atau tahun depan. Aku tetap sama. Akan bersamamu," ujar Bumi sambil berlutut di hadapan Kahiyang.

Kahiyang menatap sendu, Bumi sangat gentle menurutnya. Di saksikan kedua orang tua mereka.

Dengan anggukan mantap berkali-kali, Kahiyang menerimanya dan setuju.

Menikah di usia muda sama sekali tidak terlintas dipikiran Kahiyang. Dan kini ia memilih jalan itu. Menjadi istri seorang dokter muda. Bumi membebaskannya untuk menyelesaikan kuliah lalu mengejar impiannya.

Seorang dokter yang mumpuni, mencintainya dengan tulus, menjaga kehormatannya sebagai wanita dan juga mendukung segala impian Kahiyang. Bumi begitu sempurna.

"Maaf untuk besok, aku tidak bisa datang untuk fitting. Ada seminar di Bali. Nggak papa kan, kamu berdua aja sama Mama Bri?" tanya Bumi. Mereka berdua berbincang di teras belakang.

"Iya nggak papa. Mama bilang setiap baju yang aku coba sudah satu paket lengkap. Lagi pula badan kamu pas, juga cocok sama semua model atau warna. Acara kita juga bukan acara yang banyak tamu," terang Kahiyang.

"Terimakasih, udah mau terima aku dan setuju menikah lusa," kata Bumi, memegang tangan kanan Kahiyang sambil mengusapnya lembut.

Kahiyang tersenyum. "Maaf ... kalau dulu aku terlalu kasar dan keras kepala," ucapnya. Sungguh malu harus mengakui kekalahannya. Benar kata Bumi, ia akan menerimanya sebagai suami pada akhirnya.

"Nggak masalah. Aku nggak pernah marah," jawab Bumi.

"Thankyou ..." mengecup pipi kiri Bumi.

Malam itu berjalan cepat. Keesokan hari, Bumi sudah terbang menuju Bali. Dan siang harinya, Kahiyang pergi berdua bersama Brisia menuju butik perancang pakaian untuk pernikahannya.

"Kahi nervous, Ma," meremat kedua tangannya sendiri. Kahiyang gugup.

"Kenapa? kan cuma fitting aja. Rileks sayang," ujar Brisia mengusap lengan putrinya.

"Kahi takut, Ma." ucap Kahiyang lagi. Memang telapak tangannya berkeringat. Brisia mencomot beberapa lembar tisu kering.

"Takut kenapa?" tanyanya.

"Kahi semalam mimpi. Acara itu berantakan. Tatanan meja, kursi, makanan juga dekorasi. Semua berantakan. Kahiyang takut, Ma," terangnya lalu memeluk Brisia.

Mimpinya seakan-akan nyata. Kahiyang gelisah sejak pagi tadi. Rasanya tak sanggup untuk menelan sarapan yang ada di atas piringnya.

Seperti firasat yang akan terjadi esok hari. Kahiyang terus mencoba berfikir positif dan menenangkan diri. Berharap acara pernikahannya esok hari berjalan lancar seperti harapannya dan juga keluarganya.

Kahiyang melihat sekilas mobil yang sama saat keluar rumah tadi. Mobil SUV hitam yang terparkir di seberang gerbang dan mengikutinya sampai ke butik. Namun Kahiyang mengacuhkan. Ia masuk bersama Brisia setelah mobil yang dikemudikan sopir berhenti di area parkir.

"Selamat siang, Mba. Saya Brisia Prasojo," ujar Brisia pada karyawan butik.

"Siang, Ibu. Perkenalkan saya Ayu, saya yang diberi tugas oleh bu Winda untuk mengurus fitting baju pernikahan Nona Kahiyang," ucap Ayu, mengulurkan tangan.

"Terimakasih, Mba Ayu. Saya Kahiyang," berjabat tangan.

"Baik, silahkan ikut saya," Ayu mengantarkan Kahiyang dan Brisia ke ruangan private di lantai dua.

Tiga puluh menit berlalu. Kahiyang sudah mencoba dua jenis kebaya berwarna broken white. Lalu ia kembali ke ruang ganti untuk menjajal kebaya berikutnya.

Mobil SUV hitam yang dilihatnya tadi adalah mobil orang suruhan Satria. Dan orang itu masih menunggu Satria tiba disana.

Satria menyerahkan mobilnya setelah anak buah dari orang suruhannya itu datang. Kemudian Satria menghentikkan ojek online. Pemesanan tanpa aplikasi.

"Mas, bisa lebih cepet nggak? lewat jalan tikus. Saya buru-buru banget ini," Satria menepuk pundak ojol itu.

"Iya Mas, didepan sana ada jalan potong," jawabnya. Satria sedikit lega.

"Apa? dia masih disana? belum pergi?" tanya Satria pada orang suruhannya yang tiba-tiba menghubungi.

"Masih, Pak. Bapak sudah dimana? orang saya sudah sampai?" tanyanya sambil menyeruput kopi yang dibelinya dari pedagang starling (starbucks keliling).

"Hampir sampai," jawab Satria lalu mematikan sepihak panggilan itu.

Buru-buru ia menghabiskan kopinya setelah mendengar Satria sudah hampir sampai. Bisa-bisa ia kena damprat karena duduk santai sambil ngopi.

"Lewat mana?" tanya Satria. Ia baru saja sampai, langsung turun sembari menyodorkan dua lembar uang kertas berwarna merah pada ojol yang ditumpanginya.

"Lewat sini saja, Pak." tunjuknya, mengarahkan satu pintu samping butik itu.

Orang suruhannya tadi sudah kong kali kong dengan satpam butik. Dengan mudah Satria bisa masuk ke dalam.

Langkah kakinya menuju sumber suara yang dikenalinya. Suara Kahiyang yang sedang berbincang dengan Mamanya, Brisia. Satria bergegas naik dan melihat satu ruangan bertuliskan fitting room. Ia masuk ke dalamnya.

"Satu kebaya lagi," ujar Brisia. Kahiyang mengangguk, menurut kembali masuk ke ruang ganti.

"Silahkan, Mba," ujar Ayu, membukakan pintu untuk ke sekian kalinya.

Baru saja satu langkah masuk ke fitting room, Kahiyang dan Ayu dibuat kaget oleh keberadaan Satria.

"Ssstt ..." memberi kode untuk Kahiyang dan Ayu. Lalu Satria memberikan beberapa lembar uang pada karyawan itu untuk meninggalkan mereka berdua di dalam.

Perdebatan terjadi antara keduanya. Sampai pada kenyataan yang harus Kahiyang terima, bahwa Bumi memiliki kekasih lain.

"Cukup! This is not your business. Aku akan tetap menikah dengan Bumi!" ucap Kahiyang tegas.

"Tapi, Kahi ..."

"Kahi sayang ... kenapa lama sekali?" suara Brisia tepat didepan pintu ruang ganti. Kahiyang dan Satria terkejut.

"Jangan ganggu aku lagi!" menunjuk wajah Satria, kemudian Kahiyang berjalan ke arah pintu.

"Kahi ..." Satria menarik lengan Kahiyang lalu menciumnya sekali lagi. Ciuman yang lebih dalam. Seperti ciuman selamat tinggal.

"Semoga kamu bahagia dengan keputusanmu. Aku melepaskanmu, Kahiyang," Satria kembali mencium Kahiyang yang sudah berurai air mata.

Satria menyeka air mata itu. Lalu mengecup kedua mata Kahiyang.

"Kembali padaku kalau kamu berubah pikiran. Aku akan selalu menunggu," ucapan terakhir Satria sebelum Kahiyang membuka pintu lalu membawa Brisia jauh dari ruang fitting, agar Satria tidak terlihat.

Hari yang di nanti-nanti pun tiba. Siang ini, disebuah Villa di daerah puncak Bogor. Kahiyang akan benar-benar melepaskan masa mudanya pada Bumi. Dokter muda yang pintar dan sangat di sukai oleh Papanya, Rozi.

Kebaya berwarna broken white dengan payet-payet cantik menambah kecantikan Kahiyang.

Kahiyang melamun menatap ke luar jendela. Mimpi kala itu kembali terlintas. Mimpi yang membuatnya kembali merasakan kegelisahan.

Suara ketukan terdengar. Bitna sedang duduk memainkan ponselnya. Lalu menatap kakaknya yang masih diam, melamun.

Bitna membukakan pintu kamar.

"Kak Alsya ..." serunya melihat putri sulung Reza dan Natasha, putri sulung paman dan bibinya.

Kahiyang menoleh. "Kak ..."

To be Continued...

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang