Kembali Berpisah

943 42 8
                                    

Dua hari berlalu dan malam ini Satria bersama Hanna akan kembali ke Indonesia. Hanna sedang menangis di pelukan Kahiyang, di ruang santai. Satria berdiri menyandarkan punggungnya pada tembok dapur, dengan secangkir kopi di tangan kanannya. Mata Satria terus tertuju pada dua manusia yang sangat di cintainya. Membiarkan Hanna menumpahkan kesedihan.

"Jangan sedih! Kita pasti akan bertemu lagi. Kakak janji akan sempatkan waktu untuk pulang ke Indonesia," ucap Kahiyang, menenangkan Hanna yang masih sesenggukan.

"Hanna nggak mau pulang. Hanna disini saja. Boleh?" tanyanya dengan wajah basah karena air mata terus mengalir.

"Tentu tidak. Hanna harus sekolah. Hanna rindu datang ke sekolah, juga rindu teman-teman, bukan?" pernyataan Kahiyang memang benar. Kondisi kaki Hanna sudah pulih dan sudah waktunya kembali ke sekolah.

"Tapi Hanna masih mau di sini dengan kakak. Kenapa waktunya sangat sebentar?" Hanna kembali mengeluh tanpa menatap ayahnya.

Satria tetap diam tanpa ekspresi. Tatapannya tetap sama, tajam dengan kedua alis hitam tebalnya.

"Sudah ya. Hanna harus pulang. Kakak janji, nanti kakak akan temui Hanna di Indonesia. Belajar yang giat dan patuh dengan Papa. Oke?" ujar Kahiyang.

Dan akhirnya Kahiyang dapat memberikan pengertian pada Hanna. Meskipun dengan wajah murungnya, Hanna mau pulang bersama dengan Satria.

"Hati-hati di London. Jangan dekat-dekat dengan pria manapun! Aku tunggu di Indonesia," Satria mengancam lalu mendaratkan kecupan-kecupan kecil ke kening, pipi lalu di bibir.

"Jangan cium-cium! Nanti Hanna bisa lihat," menutup bibir Satria dengan tangannya.

"Hanna masih mandi. Suara shower masih menyala. Lagi pula, sebentar lagi kita mau berjauhan. Setidaknya berikan aku ciuman mesra," menarik pinggang Kahiyang lebih dekat, lalu menekan tengkuk, memiringkan wajahnya. Satria dan Kahiyang berciuman sangat dalam.

Kembalinya hubungan mereka, memberikan suasana hari yang dilalui semakin indah dan menyenangkan. Harapan dan asa untuk menyatukan dalam ikatan yang lebih serius lagi terus di pegangnya, merapalkan doa-doa agar perjalanan mereka nanti berjalan mulus.

Kahiyang melepaskan dua tangan yang digenggamnya sedari tadi, tangan kanan Satria dan tangan kiri Hanna. Di Bandar Udara  Internasional London Heathrow, Kahiyang mengantarkan mereka. Sebuah anggukan dan senyuman, Kahiyang berikan. Kemudian lambaian tangan terus mereka lakukan hingga hilang dari pandangan.

Kahiyang menghela nafasnya berat. Sungguh waktu yang sangat singkat. Kebersamaan mereka hanya beberapa hari saja. Namun kenangan indah mampu tercipta. Kahiyang tidak akan pernah melupakan pertemuan kembali dengan Satria di Menara Eiffel.

Sedangkan Satria terus berjalan masuk ke garbarata lalu ke dalam pesawat. Hanna duduk di sisi jendela. Wajahnya masih murung dan bibirnya ia tutup rapat-rapat. Satria membiarkan putrinya untuk memiliki waktu, menetralkan hatinya.

Satu pesan Satria kirimkan pada Kahiyang.
📩 Aku akan menunggu kepulanganmu. I love you and will miss you very much ❤️.

Satria terus mengusap layar ponselnya dimana terdapat wallpaper foto Kahiyang dan Hanna.

Satu notifikasi balasan dari Kahiyang muncul.
📩 Aku sudah merindukanmu 😥 I love you too ❤️ Enjoy your flight.

Satria menggigit ujung kukunya, ada kebimbangan. Rasanya tidak ingin berpisah, namun ia tidak bisa membatalkan penerbangan malam itu. Karena lusa ada pekerjaan penting yang sudah menunggunya di Jakarta.

"Sorry Sir. The plane will be ready to fly. I beg you to change to flight mode. Thankyou," ucap pramugari cantik berseragam merah maskapai penerbangan Emirates.

Satria mengangguk sambil mengatakan maaf dan terimakasihnya karena sudah di ingatkan. Satria mengubah setelan ponselnya ke mode terbang.

Penerbangan kali ini tidak langsung menuju Jakarta, mereka akan transit terlebih dulu di Dubai selama 1 jam 20 menit.

Kahiyang masuk ke ruang melukisnya, menatap lukisan Satria yang ia pajang di dinding sebelah jendela. Lukisan yang membuatnya mampu melebarkan senyuman.

Satu kotak berwarna merah berada di atas meja nakas tepat dibawah lukisan itu. Kahiyang dengan hati-hati membukanya lalu membaca pesan di kertas kecil. Tulisan tangan kekasihnya, Satria.

Aku sangat bahagia. Tidak ada hal yang paling membahagiakan di dunia ini, selain dirimu dan Hanna. Kalian berdua adalah hal terpenting dalam hidupku. Aku sangat mencintaimu dan kamu akan menjadi milikku seutuhnya, immediately.

Tulisan yang sangat rapih. Kahiyang terharu, terlebih saat kalung berlian dengan liontin berbentuk love sederhana itu ia angkat ke udara. Kahiyang langsung mencobanya.

"Terimakasih. Terimakasih sudah berjuang selama ini. Maafkan aku," gumam Kahiyang, melihat pantulan dirinya pada standing mirror dengan terus menyentuh liontin dan kalung pemberian Satria.

Kahiyang mengabadikannya dengan kamera ponsel lalu ia kirimkan pada Satria, di iringi emoticon cinta berwarna merah begitu banyak.

******
Baru saja keluar dari pintu kedatangan internasional, Satria mengepalkan tangannya. Mantan istrinya Inggrid dan Mamanya Melani berdiri dan menatapnya lalu dengan tidak tahu malu, Inggrid berseru memanggil Hanna. Suara lantangnya menarik atensi orang-orang sekitar.

Kepulangannya hanya diketahui oleh Melani, namun bagaimana bisa Inggrid turut serta. Satria geram.

"Hanna ... My princess ..." seru Inggrid. Hanna yang memakai topi dan menunduk, menengangkat wajahnya, mendengar namanya di sebut.

"Mama. Papa itu Mama," ujar Hanna pada Satria, menggoyangkan lengan ayahnya itu.

Satria hanya mengangguk saja tanpa mengeluarkan suara. Sedangkan Inggrid sudah berlari menghampiri lalu memeluk putrinya.

"Mama ..." ucap Hanna tepat di telinga Inggrid.

"Iya sayang. Ini Mama. Mama kangeeennn banget sama Hanna," -memeluk erat- "bagaimana liburannya? Seru?" tanya Inggrid, memegang kedua bahu putrinya.

"Seru. Menyenangkan. Apalagi ada kak-," belum selesai bicara, Satria langsung memotong ucapan Hanna selanjutnya. Satria tahu apa yang akan putrinya katakan. Sebelum semua menjadi runyam, lebih baik ia hentikan Hanna.

"Ayok kita pulang! Papa mau istirahat. Kepala Papa pusing," ujar Satria, membungkuk lalu mengangkat putrinya itu dalam gendongan.

Melani dan Inggrid mengekor sambil mendorong troli berisi dua buah koper dengan wajah yang di tekuk. Satria melenggang tidak perduli. Rasa bencinya pada Inggrid tidak akan pernah hilang.

Di dalam mobil pun, Satria terus diam. Sedangkan Hanna tidur dalam dekapan Melani. Inggrid sibuk dengan ponselnya.

Sejujurnya Melani sangat marah pada Inggrid, seperti saat ini. Tiba-tiba saja Inggrid datang ke rumahnya dan langsung masuk ke dalam mobil, ikut menjemput Satria dan Hanna di bandara. Entah darimana mantan istri putranya itu tahu.

"Mama mau bicara," ucap Melani sesaat Satria melangkah menaiki anak tangga sambil menggendong Hanna.

"Soal apa? Aku capek, Ma. Tolong kalau mau bahas yang sekiranya membuatku marah, lebih baik tunda dulu. Aku mau tidur!" balas Satria lali memicingkan matanya pada Inggrid yang masih saja ada disana.

"Yasudah," ucap Melani mengalah.

Satria kembali menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamar Hanna, membaringkannya disana.

"Sudah ada buktinya, Mama nggak perlu tanya lagi ke Satria. Aku tau Hanna mau bilang apa tadi. Pasti soal perempuan itu. Mereka menginap di hotel yang sama. Mama harus bergerak cepat. Jangan sampai Mama menyesal! Perempuan itu akan mencoreng nama baik keluarga," cerocos Inggrid.

"Jangan singgung soal nama baik keluarga! Kamu sendiri sudah sangat mencoreng nama keluarga saya! Lebih baik sekarang pergi lah! Keluar dari rumah ini! Sebelum saya hilang kendali!" Melani membentak mantan menantunya itu.

To be Continued...

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang