Anak Laki-Laki itu, Aku

1.2K 42 8
                                    

Pagi itu Satria terus memeluk erat Kahiyang, mengecup pipi lalu beralih mengecup bahu. Kahiyang mulai merasa risih. Tidurnya terganggu.

Kahiyang menggeliat, "emm ... Mas ..." mengerjapkan mata. Matahari belum menampakkan sinarnya. Langit kota Paris memang sedikit mendung.

"Udah bangun?" tanya Satria, masih memeluknya.

"Kamu gangguin terus dari tadi. Gimana aku nggak bangun, Mas," jawab Kahiyang, mencoba merenggangkan tangan Satria yang melingkar di perutnya. Namun Satria enggan, tetap memeluk Kahiyang.

"Aku nggak akan kabur. Nggak perlu kenceng begini," ujar Kahiyang.

"Aku masih kangen. Rasanya kaya mimpi, kita bisa seperti ini," ucap Satria. Hatinya sangat bahagia. Penantian dan kesabarannya selama ini, membuahkan hasil.

Cinta untuk Satria memang begitu besar. Kagundahan hati dan juga dilema dirasakan Kahiyang setelah pertemuan terakhirnya di pameran seni saat itu.

Setelah semua jelas, Kahiyang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Kahiyang tidak ingin memendam atau pun menolak Satria lagi.

"Aw ..." Satria mengaduh. Kahiyang mencubit lengannya yang masih bertahan di perut.

"Sakit? jadi ... Ini bukan mimpi. Ini kenyataan," ucap Kahiyang.

"Iya, ini bukan mimpi," -mengecup pipi berulang- "terimakasih. Aku sangat bahagia," ucapnya, mengeratkan pelukan.

"Iya ... Iya ... Tapi lepas dulu, aku susah nafas, Mas," mohon Kahiyang, berusaha mengurai pelukan.

Satria mengalah, melepaskan pelukannya lalu menarik Kahiyang keluar kamar.

"Mau kemana? Aku belum cuci muka. Hanna juga masih tidur," tanya Kahiyang sembari menoleh ke arah Hanna yang masih terpejam.
Satria tidak menjawab, terus menarik Kahiyang.

"Kenapa di kunci? Hanna gimana?" tanya Kahiyang lagi.

"Ssttt ..." menutup bibir Kahiyang dengan telunjuknya, lalu menggendongnya ala bridal ke atas sofa. Kahiyang terkejut.

"Buktikan kalau semalam bukan mimpi," bisik Satria lalu akan mencium bibir Kahiyang.

"Aku belum gosok gigi. Jorok," menahan dada Satria.

"Bukan masalah," meraih tengkuk, meraup bibir Kahiyang yang penuh.

Pagi yang mendung dan dingin, sangat mendukung kegiatan panas mereka. Gairah yang terpendam begitu lama, membuat Satria dan Kahiyang ingin terus mengulang rasa penyatuan yang indah.

Satria memperlakukan Kahiyang begitu lembut. Memuja tubuh putih mulus itu dengan perlahan. Kahiyang bergidik, inti tubuhnya sedang di puja Satria. Lidah yang membelit dan juga kecupan-kecupan kecil berubah menjadi raupan ganas. Kahiyang mendesah hebat. Tangannya meremas kepala Satria.

"Aahh ... Mas," rintih Kahiyang. Satria terus menikmati sampai gadis pujaan hatinya menggelinjang sekaligus mengejang.

Kahiyang melepaskannya dengan teriakan cukup keras, tanpa sadar dan ingat akan Hanna yang berada di dalam kamar.

"Kamu cantik banget," puji Satria, merangkak ke tubuh bagian atas Kahiyang. Beralih menikmati ujung dada yang menegang.

Kahiyang kembali mengeluarkan suara merdunya.

Tanpa aba-aba, Satria kembali memasuki Kahiyang. Menggerakkan pinggulnya, menekannya dalam-dalam.

Kahiyang berpegangan pada lengan sofa, bercinta yang tidak pernah ia bayangkan. Satria begitu kuat.

"Mas, pengaman," ucap Kahiyang. Satria menepuk keningnya, lalu menyambar satu bungkus di atas meja.

Satria kembali melanjutkan penyatuannya. Pagi yang mendung di iringi rintik hujan, menambah keintiman dua manusia yang sedang dimabuk asmara dan gelora nafsu.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang