Light 9

6.9K 853 10
                                    

Key menatap pria yang berdiri di depannya dengan terkejut. Bagaimana mungkin manusia yang seharusnya berada di sini 2 hari lagi sudah tiba?! Kenapa hal seperti ini bisa terjadi? Masa secuil naskah yang Key tulis berubah.

Mustahil!

Ah, sialan! Key lupa akan sesuatu! Desa yang seharusnya menjadi tempat Alcides berlindung adalah desa tetangga yang berada di sisi lain hutan. Desa itu adalah daerah otonom yang tidak berada dalam pengaruh kekaisaran. Desa di balik hutan itu hanya terbuka untuk umum 5 hari dalam seminggu. Pada hari Sabtu dan Minggu, desa itu ditutup untuk umum karena para penduduknya sibuk bercocok tanam di pertanian dan tidak menerima tamu dari luar. Keluarga kekaisaran sudah menjalin perjanjian dengan desa itu untuk tidak mengusik mereka di akhir pekan. Itulah yang membuat Terence harus menunggu 2 hari meski dia sudah tiba di depan pintu masuk desa. Tapi, karena Key memindahkan Alcides di desanya yang terbuka untuk umum setiap hari, Terence jadi tiba 2 hari lebih cepat.

Sialan! Bisa-bisanya Key melupakan hal sepenting ini. Padahal, dia sudah mati-matian berusaha untuk tidak mengubah alur cerita yang ada. Tapi, dia bahkan sudah mengubahnya dari awal.

Menyebalkan!

Tapi, tidak masalah kan jika Key hanya mengubah waktu Terence bertemu Alcides. Toh, tidak akan ada yang berubah. Mereka memang ditakdirkan bertemu lagi. Hanya saja lebih cepat.

Benar! Tidak akan ada hal buruk yang terjadi! Semuanya akan baik-baik saja!

"Dimana keponakanku?!" tanya Terence lagi.

Key seketika tersadar.

"Yang Mulia Putra Mahkota sedang bermain dengan ayah saya, Yang Mulia," kata Key sembari membungkukkan badannya.

Key memang bersikap tidak sopan. Dia seharusnya memberi salam terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Terence. Tapi, apa boleh buat. Kalau memberi salam pun palingan Terence tidak akan dengar dan akan memasang tampang dingin. Memberitahu Key untuk langsung menjawab pertanyaan saja.

Key yang menulis sifat Terence tentu saja lebih mengenal pria in lebih baik dibandingkan Terence mengenal dirinya sendiri.

"Cepat kembalikan keponakanku!" kata Terence dingin.

Key menatapnya datar. Dia bersikap seolah Key adalah penyebab dari semua hal buruk yang terjadi pada Alcides. Yah, itu memang benar, sih. Tapi.... ini kan bukan salah Key sepenuhnya.

Mentang-mentang dia adalah manusia nomor satu di negara ini yang tidak bisa dilawan, dia jadi bersikap seenaknya. Kalau tahu begini, lebih baik Key buat saja dia jadi rakyat jelata. Padahal Key sendiri yang membuat sifat Terence jadi menyebalkam begini. Tapi, entah kenapa Key merasa kesal setiap kali melihatnya. Haha...

Key menghela nafas. Berusaha bersikap tenang.

"Ayah saya sedang bermain di pinggir hutan. Mari ikuti saya!" kata Key sembari berbalik badan.

Andaikan pria di depannya ini bukan seorang kaisar, sudah sedari tadi dia memukul kepalanya dengan kayu. Beraninya Terence masuk begitu saja ke kediaman Baron Mevusa tanpa mengetuk pintu. Tata krama kekaisaran ini buruk sekali!

"Apa wanita ini bisa dipercaya? Menurut catatan pen_"

Key memutar kepalanya. Dia menatap seorang pria berambut hitam dengan manik mata senada. Pria ini adalah Elven Kaj Merion, komandan ksatria yang terkenal dengan sifatnya yang kaku seperti papan. Juga mulutnya yang tidak bisa dikontrol. Key yakin kalau pria ini akan melajang seumur hidupnya.

"Anda datang kemari untuk menjemput Putra Mahkota atau mengkritik saya?!" tanya Key dengan wajah dingin.

Elven terdiam. Entah kenapa, wajah dingin gadis di depannya ini sama menyeramkannya dengan Terence. Elven yang seorang putra Marquiss saja sampai ketakutan dengan Key yang hanya seorang putri Baron di desa terpencil.

"Ibu! Ibu kembali saja ke dalam rumah. Vivi akan mengurus semuanya!" kata Key sembari mengusap punggung Baroness Mevusa.

Baroness Mevusa menatap Terence dan Elven yang menundukkan kepalanya sekilas. Lantas, kembali menatap Key. Mengangguk.

"Hati-hati ya, sayang!" katanya sebelum pergi.

Key mengangguk. Dia menatap punggung Baroness yang melangkah. Key kembali berjalan. Masuk ke dalam hutan. Diikuti oleh Terence dan Elven di belakangnya.

"Dimana anda menemukan Putra Mahkota?!" tanya Elven.

"Di balik semak dalam hutan. Beliau duduk di bawah pohon. Sendirian." terang Key tanpa menatap ke belakang.

Elven kembali membuka mulutnya. Bersiap bicara ketika Key tiba-tiba berkata, "Semua ksatria yang menjaga Putra Mahkota juga tewas dalam penyerangan itu."

Elven dan Terence saling tatap. Lantas, menatap Key tidak percaya. Key tahu kenapa mereka melemparkan tatapan itu pada Key. Karena di dunia ini tidak ada satu pun orang yang tahu kalau alasan dibalik kematian orang tua Alcides adalah karena penyerangan. Orang-orang percaya jika mereka tewas setelah mengalami kecelakaan kereta kuda. Karena memang itulah berita yang disampaikan Terence secara resmi.

"Saya bisa melihat masa lalu Putra Mahkota ketika memegang tangan beliau." kata Key sembari menatap dua pria yang masih menatapnya itu.

Dia kemudian kembali berjalan. Terence dan Elves kembali mengekor di belakang Key. Mereka sudah menyelidiki keluarga Vivianne sebelumnya. Ternyata, kalimat yang mengatakan jika Key bisa melihat masa depan dan masa lalu seseorang memang sebuah kenyataan.

"Ayah?! Ayah dimana?!" teriak Key.

"Di sini, sayang!"

Key tersenyum. Mengikuti suara yang berasal dari barat. Terence dan Elves mengekor.

Sebuah pemandangan indah menyambut mata Key dan kedua pria itu. Pemandangan berupa danau biru dengan permukaan yang terlihat seperti permata itu begitu menyejukkan mata siapapun yang melihatnya. Kawanan angsa yang berenang di atas danau terlihat menari dengan anggun. Alcides dan Baroness Mevusa berada di pinggir kanal yang dibuat oleh para penduduk. Sibuk memberi makan angsa.

"Alci! Ayah!" seru Key sembari melebarkan kedua tangannya.

Terence menatap Key dingin. Saking dinginnya, punggung Key rasanya seperti mati rasa. Yah, Key tahu kenapa Terence melempar tatapan dingin pada Key. Itu karena Key dengan beraninya memanggil Alcides menggunakan nama panggilan akrabnya di rumah.

Paman yang satu ini memang sangat sayang pada keponakannya. Ah, maksudnya terlalu sayang.

"Beraninya dia memanggil keponakanku seperti itu!"

Key masih mencoba tersenyum meski punggungnya benar-benar terasa dingin.

"Kak Vivi!" seru Alcides senang ketika melihat kedatangan Key.

Bocah kecil itu melebarkan kedua tangannya ke samping. Terence tersenyum. Dengan percaya dirinya ikut melebarkan tangannya. Bersiap menyambut Alcides ke dalam pelukannya. Namun, persiapannya itu sia-sia. Karena alih-alih memeluk pamannya, Alcides malah memeluk gadis asing yang baru dia temui selama 12 hari.

Tubuh Terence tiba-tiba membeku. Dia tahu kalau Alcides tidak akan pernah memeluknya. Tapi, ini sih sudah keterlaluan.

Terence menatap Key dengan tatapan yang sangat tajam. Rasanya punggung Key bisa berlubang hanya karena terkena tatapan pria ini. Meski begitu, dia jelas tidak bisa mendorong Alcides dari pelukannya. Karena hal itu jelas hanya akan membuat kepalanya lebih cepat terpisah dari badan.

"Beraninya dia dipeluk keponakanku!"

"Sialan! Siapapun, tolong selamatkan aku!"

The Light Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang