Key akhirnya mengerti penjelasan Faltor.
Bumi menciptakan hewan untuk menemani dirinya yang kesepian. Lalu, dewa dan dewi lahir untuk menjaga bumi dari segala serangan. Terutama dari manusia yang dikenal sebagai makhluk yang serakah dan egois.
Dewi yang paling sering menjaga bumi adalah Keyshanka. Karena dia bisa menurunkan bencana alam di suatu tempat. Dalam radius yang luas maupun sempit. Keyshanka juga bisa menimbulkan wabah hanya dengan menjentikkan jarinya. Itu jelas adalah hal yang sangat bagus untuk mengurangi populasia manusia.
Tapi, sayangnya manusia tidak benar-benar punah. Tak peduli separah apa bencana yang mereka hadapi, manusia entah kenapa selalu menemukan cara untuk tetap bertahan hidup. Layaknya binatang. Mereka tidak akan segan untuk membunuh yang lemah.
Karena serangan kekuatan Keyshanka dimiliki oleh para tumbuhan dan segala benda mati yang ada di bumi, bumi bisa melindungi dirinya sendiri. Bumi bisa memilih kapan dan manusia mana yang akan dia singkirkan.
Itu jelas adalah hal yang bagus. Kebetulan sekali bumi juga tidak menolak kekuatan Key.
"Kalau begitu, kenapa Keyshanka tidak memberikan kekuatannya pada bumi saja? Kenapa harus diberikan padaku?" tanya Key pada Faltor.
Faltor diam. Pertanyaan bocah manusia di sampingnya ini ada benarnya juga.
"Entahlah. Aku juga tidak tahu. Mungkin Keyshanka terlalu sedih hingga tidak bisa berpikir. Sama seperti manusia yang tidak bisa mengambil keputusan yang tepat ketika dikuasai oleh suatu emosi. Keyshanka juga seperti itu." jawab Faltor.
Key diam. Jawaban Dewa Kehidupan yang berdiri di sampingnya ini juga masuk akal. Keyshanka kan terlalu lama berada di sekitar manusia hingga emosi mereka mempengaruhinya. Sepertinya itu membuat Keyshanka jadi mengesampingkan akal sehatnya.
Para dewa dan dewi kan seharusnya hanya memiliki akal sehat saja.
"Kau sendiri, kenapa membantu Vivianne? Dia kan berniat membunuh Keyshanka." tanya Key lagi.
Faltor menoleh. Menatap Key sekilas sebelum akhirnya mendangak. Menatap Vivianne yang kini mulai mengirim serangan balasan. Sepertinya jiwa gadis itu sudah bisa menerim secuil kekuatan Faltor yang diberikan padanya. Lusyifher sekarang kelihatan kewalahan menghadapi Vivianne.
"Kau juga berniat membunuh Keyshanka, bukan? Tapi, aku juga membantumu." jawab Faltor dengan santai.
Key tersenyum dengan kaku. Dia memang selalu berkata akan membunuh Keyshanka. Tapi, itu kan hanya sekadar gertakan saja. Key tidak akan benar-benar membunuh Keyshanka.
Dewa Kehidupan ini sensitif sekali.
Ah, tatapan Faltor pada Vivianne...
Terlihat seperti...
Orang yang sedang jatuh cinta.
Key menggelengkan kepalanya.
Itu tidak mungkin. Faltor kan seorang dewa yang sempurna. Dia tidak mungkin memiliki perasaan seperti itu. Apalagi pada seorang manusia. Tapi, tatapan Faltor pada Vivianne memang nampak seperti seorang pria yang sedang jatuh cinta. Sama seperti cara Terence menatap Key.
Terence.
Key merindukan pria itu. Sangat merindukannya. Apa Terence sudah menyadari jika Key belum tiba di tempat tujuannya? Apa Terence sedang mencari Key sekarang? Sudah berapa lama Key berada di hutan ini?
"Awas!" teriak Faltor sembari menarik tubuh Key.
Gadis itu terjatuh di atas tanah. Key meringis kesakitan. Sedangkan, Faltor terlihat baik-baik saja meski baru saja berbenturan dengan tanah. Hal kecil seperti ini sih jelas tidak akan menyakiti Faltor. Berbeda dengan Key. Terlebih, sekarang Key tidak punya banyak kekuatan dewi yang masih tersisa. Itu membuat Key jadi tidak ada bedanya dengan manusia biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Princess✔
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Putri Cahaya, begitulah mereka memanggil Key. Key mati karena terbentur dinding ketika mengejar kucingnya yang bertengkar. Parahnya, Key bukan pergi ke alam baka. Melainkan, masuk ke tubuh putri baron miskin dalam nove...