"Faltor, apa yang kau lakukan?! Apa kau sudah kehilangan akalmu?!" teriak Livi ketika melihat Faltor yang menyerang Lusyifher.
Padahal Faltor sengaja mendatangi Vivianne di dunia iblis agar bukan dirinya yang harus membunuh Lusyifher secara langsung. Dengan begitu, dia tidak akan mati. Jadi, kenapa sekarang Faltor sengaja menyerang Lusyifher demi melindungi Vivianne yang bahkan sudah mati? Alasannya jelas bukan untuk mempercepat kematian Lusyifher.
Faltor bahkan tidak berpikir dua kali ketika dia merengsek maju dan menyerang Lusyifher dengan bola cahanya. Mau dipikirkan bagaimana pun juga, itu aneh. Key yakin kalau ada sesuatu antara Faltor dan Vivianne.
"Haha, kau berhasil membunuhku. Tapi, sayangnya kau juga akan mati." kata Lusyifher dengan seringai lebar di wajahnya.
Tubuh salah satu iblis terkuat itu berubah menjadi abu secara perlahan. Lantas, terbang terbawa angin. Sedangkan, Faltor terlihat baik-baik saja. Melayang beberapa meter di atas udara dengan pakaian dan rambutnya yang berkibar.
Aneh.
Katanya dewa dan dewi akan mati jika membunuh makhluk hidup secara langsung dengan tangan dan kakinya sendiri. Jadi, kenapa Faltor baik-baik saja? Tentu saja bukan berarti Key berharap Faltor benar-benar mati. Dia hanya bingung saja dengan pemandangan yang dia lihat. Ini jelas berbeda dengan apa yang Faltor katakan.
"Bukankah terlahir sebagai dewa adalah sebuah kesialan?" Lusyifher menyeringai. Menatap Vivianne yang berdiri di belakang Faltor. Gadis yang kini berupa jiwa dengan tubuh transparant itu juga sama terkejutnya dengan Key.
"Jadi, pada akhirnya kau mati demi gadis yang kau sukai sejak lama?"
Itu adalah kalimat terakhir yang Lusyifher ucapkan sebelum akhirnya seluruh tubuhnya berubah jadi abu dan terbang terbawa angin. Tak lagi menyisakan apapun. Hutan tempat Lusyifher menjebak Key seketika berubah jadi gurun tak berbatas.
Ah, sepertinya hutan itu dibuat dari sihir ilusi.
Jalanan menuju mansion kekaisaran seharusnya tidak melewati gurun. Jadi, sudah jelas ada yang salah di sini.
Ah, tunggu! Key baru sadar dengan ucapan Lusyifher.
Mati karena gadis yang sudah lama disukai? Apa itu artinya Faltor memang menyukai Vivianne?!
Argh! Kenapa Dewa Cahaya dan Dewi Kegelapan sama saja, sih? Sama-sama menyukai manusia dan jadi bodoh karena perasaan mereka! Hanya saja bedanya yang satu tidak menyusahkan banyak orang. Melainkan hanya mengorbankan dirinya sendiri.
Ah, itu tetap menyedihkan.
Perasaan cinta mereka yang sudah salah sejak awal membuat mereka harus berkorban.
Apa cinta memang selalu seperti itu? Harus mengorbankan sesuatu. Dan tidak selalu berakhir dengan kebahagiaan meski sudah mengorbankan banyak hal?
Mengerikan sekali.
Faltor menoleh. Menatap Vivianne yang nampak bingung dan terkejut. Tubuh Faltor perlahan berubah jadi transparan. Sama seperti tubuh Vivianne.
"Kenapa?" tanya Vivianne.
Faltor tersenyum, "Kau yang lebih tahu, Lavelinne." katanya.
Deg! Jantung Vivianne berdetak kencang ketika dia mendengar nama yang disebutkan Faltor. Seperti sebuah televisi yang menayangkan banyak acara dalam satu waktu, otak Vivianne memberikan gambaran ingatan yang begitu banyak. Sangat banyak hingga tidak bisa dihitung jumlahnya.
Lavelline. Nama itu terdengar asing. Tapi, juga tidak asing di saat yang bersamaan.
Ah, Vivianne mengingat semuanya.
Lavelinne adalah dirinya. Dirinya yang hidup di jaman saat manusia pertama kali diciptakan oleh mannusia. Itu jauh sebelum Keyshanka bertemu dengan Terent.
"Aku senang bisa melihatmu untuk yang kedua dan terakhir kalinya, Nona Cahaya." kata Faltor dengan senyum manis di wajahnya.
Jantung Vivianne berdetak dengan lebih kencang ketika mendengar dua kata terakhir yang disebutkan oleh Faltor.
"Nona Bulan? Jangan bilang kalau kau adalah..."
"Benar. Aku adalah Tuan F, penggemar rahasiamu."
Vivianne menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang didengar oleh telinganya.
Key yang menatap pemandangan yang nampak seperti adegan dari dalam drama itu memasang wajah serius. Key sepertinya tahu apa yang terjadi di masa lalu.
Ketika manusia diciptakan untuk pertama kalinya, Faltor yang penasaran dengan kehidupan mahluk hidup baru itu selalu memperhatikan mereka. Dan, perhatiannya seketika tertuju pada Lavelinne. Sadar jika dirinya tidak bisa terlalu dekat dengan Lavelinne, Faltor memutuskan untuk menyukai gadis itu dari jauh dengan menjadi penggemar rahasianya. Namun, kekuatan Faltor tetap mempengaruhi manusia di sekitarnya ketika dia sedang menatap Lavelinne dari kejauhan. Termasuk juga Lavelinne sendiri.
Dampak dari menyebarnya energi Faltor adalah kasta bangsawan pertama yang diciptakan. Pemimpin yang awalnya dipilih oleh rakyat setiap 4 tahun sekali tiba-tiba menjadi tetap. Tentu saja pemimpin tetap dengan jabatan kaisar itu adalah orang biasa yang terkena energi Faltor paling banyak. Dan mereka yang terkena energi berubah jadi bangsawan. Kasta mereka tergantung seberapa banyak energi yang didapatkan.
Lavelline juga pasti jadi salah satu bangsawan.
Faltor kemudian menjauh ketika kehampaan menyadari perasaannya.
Hingga akhirnya dia bertemu dengan Lavelinne lagi. Hanya saja Lavelline yang satu ini berbeda setelah terkena dampak dari kekuatan Keyshanka secara langsung. Energi positif yang diberikan Faltor seketika menghilang dan berganti dengan energi negatif dari kekuatan Keyshanka.
Para dewa dan dewi bisa menentukan takdir untuk setiap makhluk hidup yang ada di bumi. Tapi, tidak dengan takdir mereka sendiri. Sungguh sebuah ironi yang menyedihkan.
Faltor menoleh. Menatap Key yang terlihat murung setelah mengetahui cerita di balik Faltor dan Vivianne.
"Kau sudah bebas dari kekuatan Keyshanka sekarang, Key. Jadi, berbahagialah dengan orang-orang yang kau sayang. Ingatlah jika ini adalah kehidupan terakhir mereka. Juga dirimu." kata Faltor pada Key dengan senyum yang sama manisnya saat dia bicara pada Vivianne. Tidak ada sedikitpun perasaan menyesal di wajah itu.
Semua yang Faltor lakukan...
Dia melakukannya atas dasar cinta. Demi wanita yang dia cintai. Demi wanita yang hanya bisa dia lihat dari jauh. Demi wanita yang dia damba sejak pertama kali melihatnya.
Key menjawab. Juga dengan senyum manis di wajahnya, "Aku tahu itu. Kau tidak perlu menyuruhku. Aku akan hidup dengan bahagia. Jauh lebih bahagia dibanding semua orang yang ada di dunia ini. Sebab aku hidup bersama dengan orang-orang yang aku sayang."
Faltor kembali menatap Vivianne yang mulai menangis. Tidak menyangka jika pria misterius yang dia suka ternyata seorang dewa dan harus mati demi dirinya.
"Jangan menangis, Nona Cahaya. Kau terlihat lebih cantik saat tersenyum."
Vivianne tersenyum dengan air mata yang mengalir di wajahnya.
"Nona Bulan akan menjalani kehidupan kedua. Jadi, aku mohon berbahagialah."
"Bagaimana denganmu? Kau akan bersamaku, kan? Kau akan berada di dunia yang sama denganku, kan? Tolong anggukkan kepalamu sebagai jawaban." kata Vivianne dengan nada yang terdengar putus asa.
Faltor tersenyum. Alih-alih menganggukkan kepala. Dewa Cahaya yang jadi semakin tembus pandang itu menggelengkan kepalanya.
Tangisan Vivianne jadi semakin deras. Dia memeluk Faltor untuk yang terakhir kalinya. Sebab ketika Vivianne melingkarkan tangannya di leher Faltor, dewa itu sudah menghilang lebih dulu. Vivianne memeluk udara kosong. Hanya ada kerlipan cahaya di sana.
Key berusaha sekuat tenaga untuk menahan air matanya.
Cinta...
Ternyata bisa jadi sangat menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Princess✔
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Putri Cahaya, begitulah mereka memanggil Key. Key mati karena terbentur dinding ketika mengejar kucingnya yang bertengkar. Parahnya, Key bukan pergi ke alam baka. Melainkan, masuk ke tubuh putri baron miskin dalam nove...