Selesai.
Semuanya sudah berakhir.
Tokoh jahatnya sudah berhasil dikalahkan. Dan, tokoh utama akan hidup bahagia selamanya sebagai imbalan karena telah berhasil mengalahkan tokoh jahat.
Tapi...
Siapa tokoh jahat dalam cerita ini, ya?
Apakah Keyshanka yang egois? Key yang tidak bisa menerima kenyataan? Vivianne yang tidak bisa menerima takdir? Jiwa para hewan yang pendendam? Atau, para manusia yang seenak hatinya membunuh hewan yang tidak bersalah?
Entahlah. Key juga tidak tahu. Yang penting, dia bisa hidup dengan bahagia bersama orang-orang yang dia sayang.
Terence.
Dan, Alcides.
Key akan hidup dengan bahagia tanpa takut akan memberikan kesialan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Sekarang, tidak ada lagi kekuatan Dewi Kegelapan dalam tubuh Key. Semuanya akan baik-baik saja.
"Bagaimana cara kembali ke istana kekaisaran, ya?" tanya Key sembari menatap sekitar.
Sejauh mata memandang, hanya ada pasir saja di sini. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apapun. Bahkan, hewan seperti semut dan reptil yang biasa tinggal di padang pasir pun tidak terlihat.
"Sialan! Apa aku masih berada di dalam tempat yang dibuat dari sihir?" tanya Key kesal.
Semua hal buruk yang sudah dia lalui akan jadi percuma jika Key tidak bisa keluar dari padang pasir ini. Pada akhirnya kan Key tetap mati. Bedanya, kali ini dia tidak akan bisa mengulang kehidupn lagi. Haha...
"Tidak! Aku tidak melalui semua ini untuk mati begitu saja karena terjebak di gurun pasir." Key menatap sekitar, "Ayo pikirkan sesuatu! Kalau aku berjalan di satu arah, pasti akan menemui jalan keluar, kan?" tanya Key pada dirinya sendiri dengan kepala yang masih bergerak.
"Ah, bayangan kecil itu pasti kereta kuda. Apa aku sudah berlari sejauh ini sampai kereta kudanya jadi sekecil itu?"
Key benar. Benda kecil di sisi tenggara tempat ia berdiri saat ini memang kereta kuda yang tadi dia tinggalkan. Dan, Key memang sudah berlari cukup jauh hingga membuat kereta kudanya nampak kecil.
"Kalau tidak salah, Terence memberikan sihir suar yang bisa digunakan untuk memberi tanda bahaya dan meminta bantuan. Sihir suar terhubung dengan tubuh pemberi sihirnya. Terence pasti akan mengetahui di mana letak sihir suar itu diaktifkan." Key mulai melangkah. Daripada berjalan di satu arah dan belum tentu menemukan bantuan, bukankah lebih baik berjalan menuju kereta kuda saja?
Tapi, ada satu masalah. Sihir suar punya batas jarak. Jika terlalu jauh, pemberi sihir suar tidak akan tahu dimana suar itu diaktifkan. Dengan kata lain, Terence mungkin saja tidak akan mengetahui di mana keberadaan Key saat ini. Yah, semoga saja Key masih berjalan cukup jauh dari batas jarak sihir suar.
"Omong-omong, apa yang terjadi pada Vivianne dan Faltor, ya? Kalau Vivianne, mungkin saja sudah menjalani kehidupan keduanya. Tapi, bagaimana dengan Faltor? Apa yang terjadi pada seorang dewa yang mati?" tanya Key. Lagi-lagi pada dirinya sendiri. Karena memang tidak ada yang bisa diajak bicara di sini. Selain dirinya sendiri tentunya.
"Apa Faltor sadar jika dia mengorbankan banyak hal untuk gadis yang dia sukai?" Key mengangkat kepalanya. Menatap langit yang nampak biru tanpa segumpal awan pun, "Mengorbankan banyak hal tanpa bisa mendapatkan hasilnya. Bukankah itu ironi yang sangat menyedihkan?"
Ah, kalian juga penasaran dengan keadaan Vivianne dan Faltor? Yah, seperti yang Key katakan. Vivianne mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup kembali setelah mati berkat Faltor. Sedangkan, Faltor sendiri juga terlahir kembali. Di dunia yang berbeda. Tapi, dengan Vivianne yang sama.
Kalian tidak mengerti?
Intinya, Faltor terlahir kembali di dunia dimana dia dan Vivianne akhirnya bisa bersama. Ah, lebih tepatnya Faltor dan Lavelinne. Sedangkan, Vivianne terlahir di dunia yang membuat Faltor berubah menjadi musuhnya. Bukankah ini sangat lucu?
Singkatnya, Faltor dan Vivianne terlahir kembali di dunia paralel yang sangat berbeda dengan dunia tempat Key berada saat ini. Di dunia paralel itu, mungkin saja ada Key dan Terence juga. Mungkin juga tidak. Entahlah. Key juga tidak tahu.
"Hah! Sudah berapa lama aku berjalan? Kenapa rasanya kereta kudanya malah makin jauh?"
Mata Key menyipit. Napasnya memburu. Keringat sebesar biji jagung mengalir di wajahnya. Punggung Key basah. Pandangan key mulai terasa kabur.
Key sudah berjalan 30 menit tanpa beristirahat. Itu memang waktu yang singkat. Masalahnya, Key berjalan di bawah sinar matahari yang begitu terik. Tanpa membasahi kerongkongannya yang kering dengan air. Key lelah. Juga kehausan.
Kereta kuda itu sudah sangat dekat. Tapi, kelelahan dan panas membuat Key jadi berhalusinasi. Menganggap kereta kudanya makin jauh seiring kakinya yang terus melangkah. Padahal, aslinya tinggal beberapa belas meter lagi.
Di padang pasir yang hening itu, hanya suara napas Key yang terdengar. Suara napas yang begitu berat.
Key lebih dari sekadar lelah. Dia sangat lelah.
"Apa aku akan tetap mati seperti ini?" tanya Key.
Bruk!
Key terjatuh. Berdebum di atas pasir yang terasa panas karena dibakar oleh cahaya matahari. Pasir itu basah dan menggumpal karena keringat Key yang terjatuh.
"Yah, setidaknya aku sudah berusaha. Jadi, mati sekarang pun tidak apa-apa."
Key perlahan menutup matanya, Bibirnya terangkat.
Benar. Kalau Key memang ditakdirkan mati saat ini, dia sama sekali tidak keberatan. Karena Key sudah menciptakan akhir yang bahagia untuk Terence dan Alcides. Dua orang yang sangat Key cintai itu akan hidup dengan bahagia tanpa khawatir akan mati sekali lagi. Iya, itu adalah hal yang bagus.
Key bisa mati dengan tenang seka—
Ah, apa ini? Key merasa seperti ada yang menahan cahaya matahari mengenai wajahnya. Selain itu, kenapa Key merasa tidak lagi berada di atas panasnya pasir gurun yang tandus, ya?
Apa ada seseorang yang menyelamatkan Key? Apa mungkin itu adalah Terence? Tapi, kenapa napas Terence bau seperti ini? Apa kaisar ini tidak pernah menyikat giginya? Dan, kenapa juga Terence membawa Key dengan kasar begini? Tubuh Key terguncang hebat tahu!! Rasanya Key bisa muntah kalau dibawa seperti ini.
Mata Key yang terasa berat perlahan terbuka. Dan, pemandangan yang Key lihat benar-benar berbeda dengan apa yang ada di dalam bayangannya.
Orang yang membawa Key bukanlah Terence. Ah, malah sebenarnya bukan orang. Melainkan, seekor kadal raksasa dengan panjang kepala hingga ekor mencapai 20 meter. Tubuh Key sendiri dililit dengan lidahnya. Kadal itu berlari dengan kencang di atas pasir yang panas. Membuat pasir berterbangan.
"Kadal sialan! Turunkan aku! Aku bukan makanan! Aku ini dulunya punya kekuatan dewi tahu! Turunkan aku!" teriak Key sembari menggoyangkan tubuhnya yang dililit dengan lidah sang kadal. Berusaha melepaskan diri meski Key tahu betul jika dia melakukan hal yang sia-sia.
Key tersenyum. Kenapa dia selalu punya alasan lain untuk mati? Yang awalnya bisa mati karena serangan iblis, berubah jadi mati karena kehausan. Dan sekarang, karena jadi makan siang kadal raksasa yang tinggal di gurun.
Hidup Key bahkan sudah sial walau tanpa kekuatan Dewi Kegelapan. Menyedihkan sekali!
"Lepaskan aku!" teriak Key dengan sangat kencang.
Kadal gurun raksasa itu tidak peduli. Terus berlari dengan keempat kakinya yang bergerak dengan cepat. Hari ini, dia akan mengawali makannya dengan kudapan ringan sebelum menyantap makanan utama.
Ini benar-benar hari yang indah. Untuk si kadal tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Princess✔
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Putri Cahaya, begitulah mereka memanggil Key. Key mati karena terbentur dinding ketika mengejar kucingnya yang bertengkar. Parahnya, Key bukan pergi ke alam baka. Melainkan, masuk ke tubuh putri baron miskin dalam nove...