Light 10

7.3K 824 36
                                    

Suasana danau yang semula tenang dan nyaman itu berubah jadi mencekam ketika Terence datang. Apalagi ketika Alcides lebih memilih memeluk Key dibandingkan pamannya sendiri. Tatapan tajam Terence rasanya bisa melubangi punggung Key.

Sungguh! Ini adalah pertama kalinya Key ingin menghilang dari muka bumi. Terence pasti akan membunuhnya, kan?

Apa yang harus Key lakukan sekarang?

"Halo, semuanya!" seru seorang pria berusia 27 tahun dengan rambut merah dan manik mata kuningnya.

Semua orang yang ada di sana menoleh. Menatap pria yang melambaikan tangannya dan tersenyum tanpa beban itu. Key mengenal pria itu. Dia adalah Leo Frost Anthyer, putra Count Anthyer. Leo bekerja sebagai asisten pribadi Terence sejak usia mereka 11 dan 5 tahun. Bisa dibilang, keduanya adalah teman masa kecil. Alasan kenapa Leo bisa menjadi asisten seorang pangeran kedua kekaisaran tentu saja karena kejeniusannya. Tapi, sayangnya bocah satu ini terlalu...

"Apa anda sudah menemukan Putra Mahkota, Yang Mulia Kaisar? Menurut penyelidikan ksatria salju itu, beliau seharusnnya_"

Cerewet.

Leo terlalu cerewet juga sering menganggap remeh sesuatu.

Terence melempar tatapan dingin. Bibir Leo seketika terkunci.

Alcides melepaskan pelukannya. Key berdiri. Menatap Terence yang masih melempar tatapan dingin padanya. Key tersenyum kaku. Menatap Alcides yang  berdiri di sampingnya.

"Nah, Putra Mahkota! Paman anda, Yang Mulia Kaisar, sudah datang. Silakan beri salam!" kata Key tak nyaman. Bukan karena Alcides yang tiba-tiba melepaskan pelukannya dan membuat Key mau tak mau harus menatap Terence. Tapi, karena Terence yang masih saja menatap Key dingin meski Alcides sudah melepaskan pelukannya.

Alcides menatap Terence yang seketika langsung melemaskan ekspresi wajahnya. Meski begitu, dia tetap terlihat dingin. Key menatapnya datar.

"Benar-benar definisi dari bermuka dua!"

Alcides tiba-tiba membungkukkan badannya ketika Terence meluruskan kedua tangannya ke samping.

"Selamat pagi, paman! Senang bertemu dengan anda!" kata Alcides sopan dan wajah serius.

Tangan Terence kembali sejajar dengan tubuhnya. Dia ikut membungkukkan badannya. Wajah Key dan Leo memerah. Berusaha menahan tawa. Terence memicingkan matanya. Wajah Key  dan Leo kembali serius. Tadi, Key tidak melihat saat Terence meluruskan tangannya ketika Alcides melakukan hal yang sama. Karena itu, Key sama sekali tidak tertawa tadi.

"Selamat pagi, Putra Mahkota! Senang bertemu dengan anda juga!" kata Terence khidmat.

Alcides dan Terence kembali menegakkan badan mereka. Saling tatap. Merasa canggung satu sama lain. Udara yang dipenuhi rasa canggung mencekik leher semua orang. Bahkan, kawanan semut yang membuat sarang tepat di bawah tanah yang Terence pijak sampai memutuskan untuk pindah dan membuat sarang baru. Suara kicauan burung gagak yang terdengar dari kejauhan membuat suasana jadi semakin terasa canggung.

Key berdehem.

"Bagaimana kalau kita bicara di dalam rumah saja?" tanya Key.

Sumpah! Rasanya dia bisa mati karena ditelan rasa canggung kalau harus berdiri di antara manusia yang berasal dari konglomerat kelas teratas ini. Mati di tangan Terence rasanya lebih baik daripada berdiri di sini lebih lama lagi.

"Mari, Putra Mahkota! Yang Mulia Kaisar! Tuan Elven dan Tuan Leo! kata Key sembari mempersilakan kedua orang penting dan satu orang yang tidak penting-penting amat itu.

Terence mengangguk. Dia juga merasa tidak nyaman karena diselimuti oleh rasa canggung karena tidak tahu harus bicara apa dengan Alcides. Karena selama ini dia adalah pendengar setia setiap kali pertemuan keluarga diselenggarakan. Ketika orang tua Alcides tengah mengajak putra mereka bicara, Terence hanya mendengarkan saja tanpa bicara apapun. Tapi, karena kakak perempuan dan kakak iparnya sudah meninggal, Terence jadi tidak bisa mendengarkan pembicaraan mereka lagi dan menjadi canggung ketika tidak ada yang mengajak Alcides bicara.

Terence memimpin di depan berdampingan dengan Leo yang terus berceloteh. Key ikut melangkah sembari menggenggam tangan Alcides. Elven mengekor di belakang. Sementara. Baron Mevusa masih membeku di pinggir danau. Dia masih merasa terkejut dengan kedatangan Terence yang tiba-tiba.

Langkah kaki Terence membawanya ke taman depan rumah Baron Mevusa alih-alih masuk ke dalam.

"Apa anda tidak ingin masuk ke dalam, Yang Mulia? Saya yakin jika ibu saya sudah membuat jamuan yang pantas untuk anda." tanya Key bingung.

Ini benar-benar aneh. Setahu Key, Terence hanya bicara di luar rumah ketika berkunjung ke rumah orang yang dia anggap sebagai musuh atau pernah melakukan kejahatan besar. 

Terence melempar tatapan penuh kebencian pada Key. Seolah, Key adalah musuhnya yang sudah melakukan kejahatan besar. Ah, rupanya begitu. Key menghela nafas pelan. Terence kembali melangkah. Key benar-benar tidak habis pikir.

Bagaimana mungkin seorang pria berusia 21 tahu menganggapnnya sebagai seorang musuh yang sudah melakukan kejahatan besar setelah Key dipeluk oleh keponakannya. Benar-benar keterlaluan. Sikapnya seperti anak kecil saja.

"Alci, bermainlah dengan ketiga pelayan, ya!" kata  Key sembari mengusap rambut Alcides lembut.

Pembicaraan ini jelas tidak akan menyenangkan untuk seorang anak berusia 6 tahun. Jadi, lebih baik Alcides pergi saja daripada dia mendengarkan kalimat yang buruk. Atau, melihat pemandangan yang mengerikan. Karena Key berencana menendang harta yang ada di antara kaki Terence.

Alcides mengangguk. Terence melirik dua pria yang berada di belakang Key. Keduanya mengangguk. Mengekor di belakang Alcides yang melangkah pergi. Key meliriknya sekilas. Lantas, kembali menatap Terence.

Key langsung bicara panjang lebar ketika Terence membuka mulutnya, "Harus anda ketahui jika saya tidak ada hubungan apapun dengan kematian mendiang kakak perempuan dan kakak ipar anda. Saat saya menemukan Putra Mahkota pun, beliau_"

"Menikahlah denganku!" kata Terence dengan wajah dinginnya.

"Tentu saja saya... Tunggu?! Menikah dengan anda?!" seru Key tidak percaya.

Dia menatap Terence dengan ekspresi yang sulit diartikan. Apa-apaan dengan pria sialan ini?! Kenapa dia tiba-tiba mengajak Key menikah. Dia sudah gila, ya?! Menikah dengan pria dingin berhati es, mana mungkin Key sudi. Dia kan mudah pilek kalau terkena udara dingin. Jika Key menikah dengan Terence dan melihat ekspresi dinginnya setiap hari, bisa-bisa Key mati untuk kedua kalinya karena pilek.

Terence mengangguk pelan.

"Tidak sudi!" kata Key tegas.

Kalau bisa sih dia ingin mengacungkan kedua jari tengah yang dia punya. Ah, kalau perlu kedua jari tengah yang ada di kakinya juga akan dia acungkan di hadapan Terence. Tapi, sayangnya Key terlalu menyayangi kehidupan keduanya kali ini. Jadi, Key mengurungkan niat baiknya itu.

"Tiang gantung atau Guillotine?"  tanya Terence tanpa tahu malunya.

Key tersenyum. Bukankah ini termasuk tindakan penyalahgunaan kekuasaan? Kaisar pun pasti punya batas dalam memaksa seseorang, bukan? Apa sebaiknya Key memukul kepala Terence saja lalu kabur? Toh, pada akhirnya dia akan tetap mati karena menolak paksaan Terence.

Sialan!

The Light Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang