16. Forbidden 4 - LJN

5.5K 40 10
                                    

ini yg minta another part of forbidden ya xixi



**

Hatinya berdebar kencang saat ia kembali menginjakkan kaki dikediaman Javian. Bukan tanpa alasan, sebab sudah lima mingguan ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu sejak kejadian tempo hari di hotel—dan sekarang, ia harus pergi kerja kelompok dengan Olivia dan beberapa temannya yang lain, membuatnya ketakutan sendiri. Bagaimana nanti kalau ada Javian, bahkan ia sudah tidak membalas pesan dan mengangkat panggilannya lagi.

"Ini yakin, pada nggak mau dirumah gua aja?" tanya Hanny kembali memastikan.

"Disini aja Han, lumayan cuci mata. Bokapnya Oliv kan cakep parah," saut salah satu gadis dengan mata berbinar, "gua rela nunggu sampe papanya Oliv pulang kerja nanti sore."

"Suami orang!" tegur yang lainnya.

"Lo kenapa sih, kayak nggak mau banget kerumah gua?" Olivia memicingkan matanya, sudah lama Hanny tidak mau main kerumahnya, membuat banyak alasan agar tidak main kesini.

Hanny praktis menggeleng, sedikit tidak enak dengan Olivia sebab kelihatan betul mengindar, "mama sama papa lo beneran nggak dirumah?"

Garukan dikepala dengan cengiran bodoh itu jelas membuat Hanny menarik nafas dalam, "iyakan Liv?"

"Sebenernya papa ada dirumah, dia cuti hari ini," katanya dengan kekehan bodoh dan membuat teman-temannya yang lain tertawa girang, "tapi tenang aja, papa nggak mungkin gangguin kita belajar."

"Yahhhh.. padahal pengen digangguin," saut temannya.

Hanny mendadak cemas setelah mengetahui bahwa Javian ada dirumah, bagaimana kalau nanti mereka bertemu, bagaimana kalau nanti keduanya merasa canggung.

"Kita ketaman belakang aja kali ya, biar dapet suasana baru," tawar Olivia dan langsung disetujui oleh teman-temannya, begitupun Hanny—akan lebih baik kalau kerja kelompok kali ini dilakukan diluar ruangan, jelas untuk meminimalisir ia bertemu dengan om Javian.

Lantas saat mereka sudah sampai ditaman belakang, ia tetap metasa tidak tenang, melihat kearah pintu berulang kali, takut om Javian ada disana dan memantaunya.

"Lo kenapa sih? Nggak fokus banget," tegur Olivia, "daritadi liat sana sini mulu."

"Hah?"

"Lo kenapa Hanny?"

Praktis ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, melirik sekali lagi pintu tepat didepannya yang jaraknya cukup jauh dari tempat mereka duduk, "gua mau numpang toilet, Liv."

Dengan langkah sedikit bingung, Hanny bangkit dari tempat duduknya, membuat beberapa temannya yang lain saling pandang, sebab mendapatkan Hanny yang cukup aneh sejak menginjakkan kaki di rumah Olivia.

"Pakai toilet yang dikamar gua aja, Han. Yang didapur airnya mati."

"Oke."

Hanny butuh waktu sendiri untuk menetralisir perasannya, setidaknya ia akan bersembunyi cukup lama dikamar Hanny sebelum benar-benar merasa tenang dan meyakinkan dirinya.

Lantas saat ia ingin menaiki anak tangga, matanya langsung memanas dengan wajah canggung, sebab melihat om Javian tengah berdiri dikonter dapur dengan segelas air putih ditangannya, sambil menatap Hanny tajam. Ia menelan salivanya kasar, memilih berpura-pura tidak melihat dan berlari menaiki anak tangga.

Aura dominan om Javian, benar-benar membuatnya ketakutan, bagaimana laki-laki itu menatapnya dengan tatapan marah, bagaimana laki-laki itu menguncinya lewat tatapan mata. Hanny merindukan om Javian, tapi ia jadi kesal sendiri saat mengingat kejadian tempo hari.

Hanny menutup pintu kamar mandi Olivia dan menguncinya begitu sampai, duduk diatas closet yang tertutup sebelum menetralkan nafasnya sendiri.

"Sial! Kenapa harus ketemu sih!"

Hanny mengusap wajahnya asal, menarik rambutnya kuat sampai ia mejerit cukup keras untuk menyuarakan perasaan gelisah dihatinya. Saat merasa lebih tenang, Hanny membasuh wajahnya, menertawai dirinya sendiri dicemarin, "suruh siapa suka sama bokap temen lo sendiri?"

"Suruh siapa gua nginep disini waktu itu, anjing!"

Apa boleh buat, Hanny hanya bocah belasan tahun yang dicekoki kasih sayang dan cinta berlebih dari orang luar, siapa yang bisa menolak perhatian dan kasih sayang yang seperti ini.

"Oke Hanny, calm down.. lo harus tenang, om Javian nggak mungkin gangguin lo. Okay?" katanya menenangkan diri.

Hanny menarik nafas sekali lagi, berniat keluar kamar mandi setelah cukup lama berdiam diri disana. Namun saat langkahnya menginjakkan kakinya di depan pintu kamar mandi, ia malah mendapati om Javian disana—tengah berdiri didepan pintu kamar Olivia sambil melipat tangan didepan dada dan menatapnya tajam.

Bisa ia lihat senyuman miring yang laki-laki itu tujukan padanya, "o-om ma-mau pakai kamar mandinya?"

Bukannya membalas, om Javian malah berbalik untuk mengunci pintu kamar Olivia sebelum berjalan kearahnya. Hanny yakin, ini bukan pertanda baik, seban mata dari ayah sahabatnya ini terlihat sangat marah.

"Saya mau pakai kamu, boleh?"

Hanny mundur beberapa langkah, menatap netra Javian bergetar, lantas dengan cekatan Javian malah menarik pinggangnya untuk dekat dengannya. Dan dengan spontanitasnya, Hanny menahan dada bidang Javian agar tidak semakin mendekat.

Tidak kehabisan akal, Javian mencengkram tangan Hanny diatas kepalanya, membuat gadis muda itu samsekali tidak bisa bergerak. Dengan tatapan kesal setengah bernafsu, ia mengecup tengkuk Hanny.

"Kamu menghindari saya?" tanya Javian dengan suara berat.

Hanny praktis menggeleng, berusaha keras menahan desahannya sebab Javian tengah subuk memberikan kecupan kupu-kupu dilehernya.

"Saya kangen kamu Hanny."

"Om.."

"Saya pengen ngontolin kamu, saya kangen buat kamu jerit-jerit karena saya kontolin."





Kelanjutannya ada di trakteer ygy

Darkness Think Fangirl - NC-21++ (NCT ot-23)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang