Jeffandra tengah duduk taman kampus sambil membaca buku dengan kacamata kesayangannya. Semua orang tau, ia adalah laki-laki introvert dijurusan mereka. Wajahnya cukup menjamin untuk menjadi salah satu buronan gadis-gadis cantik kampus, keluarganya juga cukup kaya—dia anak salah satu profesor dikampus ini. Setelah jaminan itu semua, Jeffandra tetap memilih untuk sendirian, ia hanya memiliki beberapa teman dalam lingkup kecil, benci didekati gadis-gadis, apalagi didekati hanya karena kekayaannya. Jeffandra muak.
Namun kelihatannya hidup tenangnya tidak akan bertahan lama setelah kedatangan seorang gadis centil didalam satu mata kuliah. Mereka kebetulan memilih jam yang sama. Gadis itu cantik, bahkan sangat cantik, salah satu incaran buaya kampus, namun sekali lagi—Jeffandra samasekali tidak tertarik dengan semua itu.
"Liat Jeff nggak?"
Jeffandra mendengarnya, dari arah belakang samar-samar ia mendengar suara Zendiya. Jelas Jeff langsung mendengus kesal, ditutupnya buku yang tengah ia baca sebelum buru-buru meninggalkan tempat itu.
"Tuh anaknya!"
Tidak peduli dengan keberadaannya yang sudah diketahui, Jeffandra masih memilih untuk berjalan lebih cepat, berharap Zendiya sadar diri bahwa Jeffandra tidak menginginkan gadis itu ada disisinya.
Keberuntungan tidak pernah berpihak padanya semenjak bertemu dengan Zendiya, gadis itu selalu menemukan keberadaannya dan berakhir ia akan mengumpat dalam hati.
"Jeff!"
"Lari mulu setiap dikejer, tungguin."
"Lo mau apa?" kata Jeffandra, ia akhirnya berhenti sambil menatap malas gadis itu.
"Mata kuliah prof Joan kita satu kelompok, jadi mau ngerjain kapan?"
Jeffandra tekekeh, "ngebohongnya nggak akan mempan, jelas-jelas gua satu kelompok sama Dimas." Jelasnya, ayahnya tidak akan mungkin membiarkannya satu kelompok dengan Zendiya kan?
Zendiya kini tekekeh, merangkul pundak Jeffandra yang tingginya jauh darinya, "tanya aja sama prof Joan."
Saat Zendiya menaik turunkan alisnya sebelum pergi begitu saja dari hadapannya, Jeffandra langsung mengambil ponsel untuk melihat grup mata kuliahnya dengan sang dosen yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
"Papa apa-apaan, kan gua udah minta satu kelompok sama Dimas!"
Buru-buru ia berjalan menuju ruangan ayahnya berada, membuka dengan kasar pintu berbahan kayu itu sebelum main duduk disofa.
"Salam dulu kalau masuk," kata ayahnya tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. Joan tau benar siapa yang datang dengan cara kurang ajar seperti itu.
"Papa kenapa buat aku sekelompok sama Zendiya? Kan Jeff udah bilang Jeff mau sekelompok sama Dimas."
"Kamu ini kayak anak kecil aja Jeff, suka-suka Papa dong, kan dosennya Papa. Lagian kamu kenapa sih dari pertama kelas papa dan ada Zendiya, kamu selalu menghindari dia? Suka kamu sama dia?"
Jeffandra praktis menaikan satu alisnya, "amit-amit. Dia itu centil, aku nggak suka cewek centil."
Keriput di wajahnya semakin terlihat kala Joan tekekeh, memandang raut anak satu-satunya seolah Jeffandra memang masih anak kecil, "jangan benci gitu, biasanya bakalan jodoh."
"Bukan benci Pa, cuma risih aja dideketin cewek modelan Zendiya."
"Salahnya apa? Centil? Itukan perasaan kamu aja. Papa liat dia baik, cantik, menarik, pintar dan yang terpenting dia suka kamu duluan."
"Papa nggak nyambung."
"Kamu yang nggak mencerna kalimat Papa."
Jeffandra langsung memasang wajah kesal, ayahnya sulit sekali diajak diskusi kalau soal mata kuliahnya sendiri. Apa susahnya mengubah nama Zendiya menjadi nama Dimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darkness Think Fangirl - NC-21++ (NCT ot-23)
FanfictionORIGINAL FICTION! cerita ini hanya fiksi belaka. Saya harap pembaca bisa lebih bijak dalam menanggapi cerita ini. Sekiranya ada yang merasa terganggu mohon untuk tidak membuka work ini. ⚠️Member NCT hanya visualisasi ⚠️Mature ⚠️21++ ⚠️No children