Lagi revisi ya!
Completed!
(Fiction about S.Coups)
Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan.
Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...
"Sini peluk dulu baru aku maafin," ujarku sambil merentangkan tangan.
Sastra mengerjap. Agaknya ia kaget mendengar kalimatku barusan.
Tiba-tiba suara cekikikan terdengar yang disusul tawa menggelegar.
Aku mencari asal suara tersebut yang nyatanya dari ke dua belas member grup tujuhbelas lengkap, serta Fay dan Lingga.
Aku melotot. Sejak kapan ruanganku jadi seramai ini?
"Shit!" seruku, lantas segera melarikan diri.
**
From Fay : Woy, lo di mana sih?
To Fay : Gue maluuuuuuu, jangan cari gue
From Fay : Bangsul, ngakak banget gue anjir. Ternyata lo doyan manja-manja juga ya.
To Fay : Ck, lo kenapa ada di ruangan gue sama semua member tujuhbelas lagi?
From Fay : Mereka lagi pada mau makan malem, terus lewat ruangan lo, kita ngeliat lo bengong depan kaca, si Sastra inisiatif mampir, yang lain pada kepo
To Fay : Anjir, mau di mana gue taro ni muka?
From Fay : Wkwkwkwk, udahlah santuy aja. Si Sastra malah santai-santai aja nih /fay send a photo/
Aku menzoom potret Sastra yang Fay kirim. Potret itu diambil di restoran. Sastra tampak menggemaskan.
Pipinya penuh, bibirnya mengerucut lucu.
Dia benar-benar menggemaskan.
Pacarku memang semenggemaskan itu.
Omong-omong tentang makan malam, aku baru ingat tadi siang hanya makan segulung kimbab.
Perutku perlu diisi dengan makanan yang lebih layak.
Aku lantas beranjak turun dari rooftop gedung yang jadi tempat persembunyianku sejak tadi.
"Dapet!"
Tiba-tiba seseorang memelukku.
"Lama banget sih, pegel tau nungguin lo."
Aku melepaskan diri sejenak untuk melihat sosok yang memelukku.
Ternyata dia Sastra.
Lantas, foto yang dikirim Fay barusan, siapa?
"Kok Kakak ada di sini?"
Aku memperlihatkan potretnya yang dikirim Fay tadi.
"Itu foto lama, gue suruh Fay ngirim itu ke lo, biar lo gak sembunyi lagi."
Aku menggeleng kepala tak habis pikir.
Sementara itu, Sastra kembali memelukku.
Ia mendorong pintu rooftop yang belum terkunci di belakangku dengan satu tangannya.
Lantas, ia membawaku menuju rooftop kembali, menutup pintu dan mengeratkan pelukan.
"Akhirnya kita bisa berduaan," ucap Sastra yang terdengar lirih.
Aku balas memeluknya tak kalah erat.
"Kali ini beneran cuma kita berdua kan?"
Aku sanksi. Takutnya, tiba-tiba saja ada orang yang datang dan memergoki kami sedang berduaan.
Sastra meregangkan pelukan. Bibirnya mengerut lucu, tampak menggemaskan.
"Hgh, gak tau juga ya, soalnya mereka pada kepo, mana tau ada yang ngikutin gue sampai sini."
**
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.