**
Rutinitas di kantor kembali dimulai.
Aku sibuk berkutat dengan berbagai dokumen, melakukan pertemuan langsung, via telepon dan juga panggilan video.
Kehebohan sempat terjadi ketika Sebby datang ke kantor.
Orang-orang mengira, ia adalah trainee baru.
Aku langsung membawanya ke ruangan CEO dan membahas soal investasi yang akan ia lakukan untuk perusahaan.
Aku meninggalkan Sebby di sana setelah merasa cowok itu tampak tidak terlalu canggung lagi.
Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tidak ada waktu untuk berleha-leha.
Barulah ketika jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam, aku akhirnya luang.
Tentu saja selepas menyelesaikan pekerjaan yang mendesak dan memilah pekerjaan yang tak terlalu mendesak untuk dikerjakan di esok hari.
Aku keluar ruangan dan disambut lorong yang lengang.
Kaca jendela menampilkan pemandangan malam yang kelam, tampak kontras dengan lampu-lampu di jalanan.
Aku menyusuri lorong seorang diri. Berhenti melangkah di depan pintu ruang latihan yang terbuka.
Anggota grup tujuhbelas sedang giat berlatih.
Menyamakan gerakan di depan dinding cermin.
Wira memergokiku melihat semuanya dari cermin.
Cowok itu keluar barisan dan langsung melangkah mendekat sesaat musik berhenti.
"Nyari siapa nih?" tanyanya.
Di balik punggungnya, aku sadar banyak pasang mata yang melihat.
Derap langkah kaki terdengar mendekat. Wira tersingkir dari depan pintu jadi agak ke pinggir ketika Sastra muncul dengan napas terengah.
"Eh, ada cewek gue!" serunya.
"Cewek lo bang? Emang udah jadian?" balas Milan yang ikut-ikutan.
Ketiga cowok itu berbaris di depan pintu. Memenuhi pintu dengan tubuh mereka.
Aku refleks melangkah mundur.
Sastra hanya mendelik sebagai balasan. Suara pelatih tari dari belakang punggung mereka mengumumkan bahwa sesi latihan sedang break selama lima belas menit.
Akhirnya aku bisa mencuri waktu untuk pacaran dengan Sastra.
Aku lantas menarik cowok itu dan membawanya pergi.
"Mau kemana?" tanyanya penasaran.
Aku mengerling sebagai jawaban.
Pintu besi terbuka sesaat aku selesai menekan sederet angka pada kunci otomatis.
Udara malam menyambut kami.
Aku membawa Sastra ke tepi rooftop, melihat bagaimana cantiknya pemandangan malam kota dari atas sini.
"Gue baru tau kalau ada rooftop," ujarnya.
"Aku juga baru tau, pas lagi gabut tau-tau nemu pintu ke rooftop," balasku.
Sastra mangut-mangut. Ia merangkul bahuku yang aku balas memeluk pinggangnya erat.
"Kangen," cicitku pelan.
"Apa? Gak kedengeran?"
"Kangen," ulangku.
"Coba sekali lagi!"
Aku mencubit pinggangnya sebagai tanggapan.
Sontak, tawa Sastra pecah.
Setelahnya kami berdua larut dalam hening dengan tangan yang saling bertaut dan lengan besarnya tempat aku menopang kepala.
Rasanya nyaman.
Aku jadi serakah, menginginkan rasa nyaman ini lebih lama.
"Abis break lima belas menit, kakak mau latihan lagi?"
"Iya."
"Sampai jam berapa?"
"Belum tau."
Aku mendesah pelan.
Melepas tautan jemari tangannya dan balas memeluk pinggangnya erat.
Sejenak aku ingin waktu berhenti.
Ah, aku jadi terbawa suasana.
Agaknya karena terlampau lelah, aku jadi ingin bermanja-manja.
"Nanti, kalau kakak lagi luang, boleh gak aku minta waktu buat pacaran?"
Sastra tidak langsung menjawab, cowok itu sedang asik mengusap-usap rambutku.
Aku mendongak, menatapnya, menanti jawaban.
"Boleh ya?"
"..."
"Gak boleh?"
Bibirnya tertarik membentuk lengkung senyum bersamaan ceruk dalam di kedua pipinya yang tercetak sempurna.
"Boleh. Tapi ada syaratnya."
**
Date : 12 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You Again! (REVISI)
RomanceLagi revisi ya! Completed! (Fiction about S.Coups) Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan. Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...