**
Benda bulat berwarna oranye mengelinding dari atap garasi, jatuh menimpa punggung kucing gemuk yang sedang menjilati bulunya di rerumputan. Kucing gemuk itu terkejut dan langsung lari masuk ke dalam semak-semak.
Suara anak kecil terdengar heboh setelahnya. Menyebut-nyebut namaku.
"Astaga, bolanya masuk ke pekarangan rumah Hana. Kita pasti akan kena marah Nenek Viz!" seru suara nyaring khas anak kecil.
"Jangan takut Lia, aku akan mengambilnya sendiri tanpa ketahuan Nenek Viz," sahut suara lainnya.
Aku mengulum senyum. Suara itu terdengar lucu dan familiar. Dua bocah kembar itu bernama Lia dan Lio. Aku rasa mereka sedang asik bermain bola di halaman belakang rumahnya yang berada di balik pagar rumahku.
Aku lalu beranjak, mengambil bola oranye itu dan mendekati pagar kayu tinggi yang menjadi pembatas antara rumahku dengan rumah si kembar di belakang.
"Lia, Lio, ini bola kalian, tangkap ya!" Aku berseru.
"Wah, itu Hana!"
"Hana tolong lempar ke sini. Maafkan aku telah menendangnya terlalu kencang."
"Jangan adukan kami ke Nenek Viz ya Hana yang cantik."
Aku tergelak. Lalu melempar bola itu ke balik pagar. Pekik senang terdengar kemudian. Tawa Lia Lio yang renyah membuat aku refleks tertawa. Bocah kembar itu mengucapkan terimakasih sebelum suaranya terdengar menjauh.
"Ngagetin aja deh tu bocah-bocah." Sarah menjadi yang pertama bicara.
Tadi, semua orang kontan pucat. Tak terkecuali aku. Habisnya aku baru saja menceritakan kisah menegangkan ketika tiba-tiba suara keras bola yang jatuh ke atap garasi membuat semua orang kaget bukan main.
"Sorry ya, tetangga gue suka jail." Aku benar-benar menyesal.
Suasana jadi terasa aneh. Sesi makan siang berlangsung cepat. Semua makanan habis dalam sekejap. Aku bersyukur mereka semua menyukainya, restoran langganan kembali menaikkan rasa percaya diriku.
Kami lalu pindah ke dalam rumah. Dino membantuku mencuci piring. Sementara yang lain mengikuti Sarah ke rooftop rumah.
Di rumah ini ada rooftop, tempat favoritku dan Sarah, Sebby juga.
"Dino lo dipanggil Han," sahut Sastra tiba-tiba.
Cowok itu ada di undakan tangga paling bawah. Padahal tadi aku lihat mereka semua sudah naik ke atas.
Dino melirikku sekilas, kemudian mengerlingkan mata sambil lalu menuju tangga. Kemudian, Sastra melangkah mendekat, berdiri di sisi wastafel. Ia hanya diam memperhatikanku.
Aku segera menyelesaikan cuci piring dengan cepat, mengelap tangan dan setelahnya berbalik menaruh atensi pada Sastra.
"Kenapa hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You Again! (REVISI)
RomantikLagi revisi ya! Completed! (Fiction about S.Coups) Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan. Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...