What If!
Lanjutan di villa, double date sama SarahMeja makan penuh dengan bungkusan makanan. Ada pizza, corn dog, hamburger, kentang goreng, pasta dan tteokkbokki.
"Selamat makan!" seru Han riang. Ia lantas mulai makan dan sesekali menyuapi Sarah juga.
Meski Sarah bilang hubungan mereka tidak sepertiku dengan Sastra, tapi keduanya bahkan tampak lebih mesra.
Aku sampai dibuat heran karenanya.
Selepas makan, aku kembali ke kamarku. Berniat meminum obat sebelum ikut menonton film horor di ruang tengah. Aku juga akan mengambil selimut, kalau-kalau aku berakhir terlelap di sofa.
Namun, pintu kamarku tiba-tiba terbuka. Sastra melangkah masuk.
Aku lantas buru-buru menyembunyikan botol obat yang belum sempat aku minum di balik punggung.
"Itu apa?"
"Gak papa." Aku berdusta.
"Jangan bohong sayang."
Aku mengalihkan tatap dan kesempatan itu Sastra ambil untuk meraih tanganku.
Dalam sekejap botol obatku sudah berpindah ke tangannya.
"Kakak?" Aku terkesiap karena pergerakannya yang begitu cepat.
"Kenapa nyembunyiin ini?" tanyanya.
"Aku malu."
"Kenapa malu hm?"
"Malu, karena aku penyakitan."
Sastra langsung mengecup bibirku.
"Jangan bilang kayak gitu, oke."
Lantas ia memelukku begitu erat. Pelukannya terasa hangat dan nyaman.
Mungkin saja jika tidak karena suara teriakan Sarah dari lantai bawah, pelukan kami tidak akan usai.
Aku segera meminum obat dan turut bergabung di ruang tengah.
Film horror yang Sarah pilih benar-benar luar biasa.
Aku sampai tidak berani ke kamar mandi sendiri dan minta ditemani Sastra.
Untuk pertama kali dalam hidupku, aku minta ditemani ke kamar mandi.
"Mau langsung tidur aja gak?" tanya Sastra setelah aku selesai dengan urusan alam.
Cowok itu menutup mulutnya yang menguap lebar. Matanya jadi agak berair. Dia pasti sudah sangat mengantuk.
Maka dari itu, aku menariknya ke kamarku. Meninggalkan Sarah dan Han di ruang tengah dengan sisa film horror yang hampir mendekati klimaks.
Aku berjengkit kaget saat mendapati seluruh layar televisi menampilkan wajah seram hantu. Lantas aku refleks menarik Sastra agar segera masuk ke dalam kamar.
Sayangnya, suasana kamar yang temaram membuat rasa takutku bertambah. Aku makin erat memeluk lengan Sastra dibuatnya.
"Kenapa sih jadi penakut gini," ujar Sastra sambil terkikik geli.
"Filmnya serem, aku mending disuruh nonton film thriller dari pada horror."
"Loh, gue kira lo suka film horror."
"Enggak, Sarah tuh yang doyan."
Aku segera beringsut mendekat ke Sastra yang sudah lebih dulu merebahkan diri di kasur.
Cowok itu kembali tergelak, agaknya tingkahku yang penakut tampak lucu di matanya.
"Aku mau nanya deh Kak."
Sastra menggeliat. Cowok itu melepaskan pelukanku di lengannya. Lalu ia menarik kepalaku ke dadanya, melingkarkan lengannya di leher dan pinggangku.
"Hgh, nanya aja."
"Kenapa Kakak gak takut sama aku, eh maksudku, Kakak gak ngerasa ilfeel abis liat aku ngelakuin hal kasar waktu itu."
"Ilfeel gimana?"
"Yah, kan biasanya cowok itu suka cewek yang lemah lembut. Gak bar-bar kayak aku."
"Lo gak bar-bar."
"Gak bar-bar gimana? Aku jelas-jelas nampar dia, sudut bibirnya aja sampai berdarah."
"Ssstt, jangan bahas itu lagi. udah lewat."
"Tapi kan, aku pengen tau. Gimana pendapat Kakak abis liat aku kayak gitu?"
"Hm, yang pertama kaget. Terus ... yang kedua, gue gak nyangka ternyata tangan lo kuat juga."
Tangan Sastra yang melingkar di pinggangku berpindah meraih jemariku dan menggenggamnya.
"Terus?"
"Si Han tiba-tiba bilang, jangan macem-macem lu sama Kala, ntar digampar." Sastra lalu tergelak.
Tawanya itu menular, aku jadi ikut tergelak.
"Aku bukan orang baik Kak. Kayak yang Kakak denger dari mulut cewek gila itu, aku ...."
"Gak papa kalau lo belum bisa cerita. Gue bakal tunggu sampai kapan pun itu. Gue bodo amat sama apa yang orang bilang tentang lo. Yang gue mau itu elo, bukan yang lain."
Aku mendongak, mencoba menatapnya, tetapi aku hanya bisa melihat lehernya saja.
Aku memutuskan untuk tetap diposisi tadi, menempelkan pipi ke dadanya dan mendengarkan irama detak jantung Sastra.
Rasanya nyaman dan menenangkan. Tiba-tiba aku jadi mengantuk.
"Kak, makasih udah sayang sama aku. I love you."
"I love you too Kala."
"Mau denger dong Kakak manggil aku Hana."
"Oke, i love you too Hana."
Aku terkekeh. "Good night Kak Sastra."
"Night too princess, mimpi indah ya."
Suara Sastra persis seperti lagu pengantar tidur. Dalam sekejap aku pun terlelap.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You Again! (REVISI)
RomansaLagi revisi ya! Completed! (Fiction about S.Coups) Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan. Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...