**
"Lo bakal ikut ke New York?" tanyaku setelah menutup pintu ruangan Sarah di belakang punggung.
"Gue juga mau nanya itu ke lo."
Kami baru saja mendapat info dari CEO Agensi jika aku dan Sarah bisa ikut tur konser tujuhbelas. Tentunya, hal itu bukan cuma-cuma. Kami akan ikut membantu beberapa pekerjaan staff lainnya.
Aku nyengir lalu mengambil posisi nyaman, duduk di sofa ruangan Sarah.
"Kalau ke New York langsung gue gak bisa, masih ada yang perlu gue urus. Lo kan tau ada anak baru yang masuk."
Sarah mengangguk-angguk. Namun, sekejap kemudian ia mengerlingkan mata.
"Jangan bilang lo mau ketemu Seb karena dia masih nyimpen foto kalian jaman lawas?"
Aku berdecak. Menggeleng kuat-kuat.
"Gue gak terpengaruh sama itu. Udah masa lalu Sar, lagian gue kan udah punya Sastra sekarang."
Sarah mencibir. "Iya deh. Kalau gitu gue bakal pergi duluan lusa ke New York. Baek-baek lo ye di sini."
Sisa hari aku habiskan dengan membantu kesibukan tur dunia grup tujuhbelas.
Melihat mereka latihan yang terakhir kali di ruang latihan dan makan cemilan bersama Wanza serta menggosip.
Tadinya aku sudah berniat pulang kerja tepat waktu, tetapi Dino mencegatku dan bilang kalau ia sudah membelikanku corn dog dan milkshake.
Alhasil, sekarang aku duduk di balkon lantai 20 berdua dengan Dino.
"Dalam rangka apa lo beliin gue corn dog?" tanyaku sebelum membuka mulut besar-besar untuk melahap ujung corn dog.
Dino tergelak melihat cara makanku dan memuji rahangku yang besar.
"Gue iri deh liat lo punya rahang besar," ledeknya.
Lantas dengan gemas aku meninju bahunya.
"Btw, tumben lo sendirian. Biasanya kalo gak bareng Kak Wanza, atau Kak Wira kalau gak sama Kak Han."
"Lo kira gue cuma bisa main sama mereka aja ya?"
Aku meliriknya yang menatap sengit padaku.
Sedetik kemudian kami sama-sama tergelak untuk situasi lucu yang baru saja terjadi dan aku rasa jika ada orang yang melihat kami, mereka pasti mengira kami sudah tak waras.
"Gue sengaja nyuruh mereka gak ngintilin gue. Gue lagi pengen berduaan sama lo."
"Widih, tumben nih. Ada apa? Mau curhat?"
"Bukan. Semenjak lo jadi Ketua Manajemen SDM lo selalu sibuk. Gue jadi kangen ngobrol berdua sama lo kayak dulu yang bisa gue lakuin setiap saat. Terus, pas lo koma seminggu karna kejadian itu, gue janji bakal beliin lo corn dog sama milkshake pas lo sembuh dan ngajak lo ngobrol berdua."
Aku jadi terharu. Aku lantas mengusak rambutnya gemas. Dino memang benar-benar menggemaskan. Sungguh.
"Tapi, gue gak denger lo ngomong mau beliin gue corn dog sama milkshake pas gue koma. Lo kan tau orang koma bisa denger obrolan orang-orang di sekitarnya."
Dino mangut-mangut. "Gue ngomongnya dalem hati."
Aku berdecih. Hendak meledeknya, tetapi raut wajah Dino berubah sendu.
"Gue takut kalau lo gak bangun lagi Kala. Ngeliat lo diserang dan gue gak bisa ngelakuin apa-apa adalah hal paling bodoh yang pernah terjadi di hidup gue. Maaf, andai gue sempet dorong tuh cewek, lo gak akan ditusuk dan berdarah-darah."
Aduh, kenapa suasananya jadi melankolis begini. Aku jadi ingin menangis saja rasanya.
"Jangan ngomong gitu, berkat lo teriak manggil yang lain, gue jadi cepet ke tolong. Liat kan sekarang gue udah baik-baik aja," sahutku sembari berdiri dan berputar di depan Dino, berlagak bak seorang model.
Melihat tingkahku yang tengil, Dino kontan tergelak. Tawanya puas sekali. Cowok itu sampai mengusap sudut-sudut matanya.
"Gue seneng bisa liat lo di kantor lagi, senyum, ketawa, jujur aja, selama lo koma, suasana di kantor jadi muram. Di dorm juga. Bang Sastra yang lebih parah. Dia sampai gak mau makan tiga hari demi nungguin lo bangun."
"Hah beneran?"
Aku baru tahu fakta itu.
Dino mengangguk cepat. Lalu ia menyedot habis milkshakenya.
Pintu di sudut ruangan tiba-tiba terbuka. Segerombolan anggota grup tujuhbelas masuk. Melangkah mendekat.
Dino dan aku saling lirik, tak mengerti dengan kedatangan mereka.
"Dino, gue cariin dimana-mana ternyata lo di sini ya," sahut Wanza sambil merangkul bahu Dino.
"Buat gue ya." Joshua mengambil alih corn dog di tanganku yang sisa setengah. Ia langsung mengambilnya begitu saja tanpa mendengar persetujuannku.
Lalu, Sastra tahu-tahu sudah ada di sebelahku.
Wanza menarik Dino untuk berdiri sembari mengomel di telinganya hingga membuat cowok itu tertawa geli.
Lantas, rombongan grup tujuhbelas tadi berlalu pergi. Meninggalkan aku dan Sastra berdua
"Nah, sekarang waktunya lo ngedate sama gue," ujar Sastra.
Ia menunduk, mengikat tali sepatuku yang longgar. Kemudian mendongak dan berujar dengan suara seraknya yang khas. "Gimme your time baby girl."
**
Date : 29 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You Again! (REVISI)
RomanceLagi revisi ya! Completed! (Fiction about S.Coups) Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan. Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...