52. Masa Lalu Hana dan Seb

112 18 1
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

"Kita udah lama selesai Sebby."

Aku mengelus potretku dan Seb dengan seragam olahraga sekolah kami, foto itu diambil di acara festival olahraga sekolah.

"Kenapa lo masih nyimpen ini?"

Sebby duduk bersila di lantai, menghadap ke arahku yang duduk di sisi kasurnya.

Benar yang Sarah bilang, ada bingkai foto dengan potretku dan Seb jaman lawas di kamar cowok itu.

"Bagi gue, kita sama sekali belum selesai Hana."

Aku menatap matanya. "Harusnya lo ngomong itu dulu bukan sekarang."

Seb menghela napas, memalingkan wajah lalu menatapku penuh kecewa.

Ah, sorot mata itu.

"Stop.! Gak usah ngomong lagi. ini alasan kenapa kita gak bisa sama-sama Sebby. Kita itu toxic buat satu sama lain."

Aku berdiri. Menjauhi Seb. Berusaha untuk tidak lepas kendali.

"Hana, andai aja lo tau dia ada. Mungkin kita gak akan kayak gini."

Sialan!

Persetan dengan lepas kendali.

Aku akan memberitahu padanya semuanya.

Aku berbalik. Refleks mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhku. Menatapnya nyalang.

"Lo tau apa ha? Lo tau apa yang gue rasain semenjak sepupu ... ah jalang kecil itu datang di antara kita."

"Maksud lo Naya?"

"Najis gue denger namanya. Lo gak tau aja apa yang udah dia lakuin. Dengan muka manisnya dia ngejebak gue. Gue sama sekali gak pernah pergi ke Paris ikut lomba olimpiade itu. Sama sekali gak pernah karena gue disekap berandalan musuh bokap gue."

Seb membelalak. Ia menganga sempurna.

Dasar cowok bodoh. Dia benar-benar tidak tahu apa-apa.

Memangnya apa yang sudah aku lihat dari dirinya hingga bisa secinta itu dulu? Dia hanya anak tunggal kaya raya yang manja dan sombong. Aku benar-benar menyesal sudah pernah berpacaran dengannya.

"Ngeliat reaksi lo sekarang, gue makin yakin kalau dia udah manipulasi semuanya. Apa yang dia bilang ke lo? Apa dia bilang gue pembunuh?"

Seb menggeleng. "Naya gak sejahat yang lo kira Hana!"

"Bangsat! Liat kan! Sekarang aja lo masih bela dia. Oke kalau gitu gue kasih tau ya. Jujur, gue sama sekali gak tau kalau dia ada. Gue gak tau kalau ada anak kita di rahim gue. Om Kevin bilang umurnya dua minggu. Dia pergi karena anjuran dokter. Seminggu disekap, gue gak dikasih makan, gue sempat niat kabur tapi yang gue liat cuma laut. Gue gak tau posisi gue dimana saat itu. sampai gue liat ada perahu nelayan yang kebetulan lewat. Andai gue tau dia ada, gue gak akan nekat mecahin kaca kabin dan lompat ke laut buat kabur. Om kevin bilang nelayan itu nyelamatin gue. Om kevin yang bilang semuanya karena gue koma tiga hari. Pas gue bangun, gue malah dapat kabar kalau lo udah tunangan."

Aku tertawa. Menertawakan jalan hidupku yang penuh drama.

Tragedi yang hampir merenggut nyawaku. Janin yang masih muda berada dalam rahimku yang belum sempurna. Dokter terpaksa menggugurkannya karena kondisiku yang sekarat.

Waktu itu, Naya, sepupu jauh Seb datang sebagai murid baru di sekolah. Dia cantik, umurnya lebih muda dariku. Namun, jalang kecil itu manipulatif. Dia pandai merangkai skenario kalau akulah yang bersalah.

Di hari itu, aku sedang belajar untuk persiapan olimpiade sains di salah satu sekolah di Paris. Perpustakaan lengang, aku sendirian. Waktu itu Seb sedang berlatih basket di lapangan sekolah yang jaraknya cukup jauh dari perpustakaan.

Naya datang memberitahu kalau ia kembali dibully. Waktu itu wajahnya lebam, rambutnya berantakan.

Sejak Naya datang, dia memang kerap jadi bahan sasaran pembullyan.

Dengan kondisi wajah yang lebam dan badan bergetar. Aku tidak bisa untuk tidak menolak permohonannya. Dia bilang aku harus datang dan si pembully akan berhenti mengganggunya.

Aku setuju. Mengikuti langkahnya ke belakang perpustakaan yang lengang. Terus lurus hingga ke gedung aula.

Di sana, pembully Naya terkapar. Sekelompok berandalan yang aku kenal sebagai musuh Daddy ada di sana.

Naya langsung lari setelah mengantarkanku bagai hidangan yang menggiurkan untuk sang mangsa.

Tanpa bisa memberontak, aku diseret pergi.

Aku tidak tahu berita apapun tentang sekolahku sewaktu aku sadar di rumah sakit. Entah bagaimana olimpiade itu berlangsung. Aku tidak diberitahu apa pun oleh Daddy.

Daddy memintaku untuk home schooling saja. Aku juga tak berani bertanya karena Daddy pasti kecewa mengetahui perbuatanku dan Seb.

Kami pindah rumah saat itu. Memulai hidup baru. Lalu, aku kembali bertemu dengan Seb di bangku kuliah. Dengan Sarah juga tentunya. Entah karena apa, kami kembali dekat dan memutuskan untuk berteman hingga saat ini.

Namun, aku sangsi perteman itu akan terus berlanjut setelah kejadian ini.

Seb berdiri di sana. Bungkam.

Aku yakin betul, otaknya pasti tak sanggup mencerna fakta yang baru saja aku beberkan.

"Bokap gue selalu bilang, jangan pernah percaya sama mulut manis manusia. Dan semua itu memang benar. Nyata. Terjadi sama kehidupan lo dan gue. Gue udah terima semuanya Seb. Kita ditakdirkan kayak gini. Jadi, gue harap lo juga bisa nerima semuanya."

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 6 Agustus 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 6 Agustus 2023

Lost You Again! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang