**
Aku memperhatikan koper-koper besar anggota grup tujuhbelas yang masuk ke dalam mesin bagasi otomatis. Hari ini kami akan ke Miami, Florida. Jadwal konser selanjutnya.
Aku dan Sarah sangat bersemangat saat mengetahui Miami masuk dalam list tur dunia grup tujuhbelas. Itu artinya, kami bisa ke pantai.
Ada area pantai pribadi milik kenalan Daddy. Aku sudah memastikan lokasi itu aman terkendali jika membawa grup tujuhbelas ke sana.
"Lo beneran mau pake bikini?" tanyaku, mengingat rencana Sarah minggu lalu yang sesumbar akan mengenakan bikini di pantai Miami.
Sarah mengedikkan bahu. "Kalau lo gak berani gak usah pake," cibirnya.
Ah, andai saja aku punya keberanian untuk memakai bikini.
"Lagi asik ngerumpi bikini ya? Kalian beneran bakal pake bikini? Gue juga pake!" Fay mendekat, ikut nimbrung.
Sarah mengangguk semangat. "Sama, gue juga! tuh si Hana cemen."
Aku mendecih. Memilih beranjak, enggan duduk lama-lama di sebelah Sarah. Aku melipir duduk di dekat kaca jendela yang menampilkan pemandangan pesawat-pesawat besar yang terparkir apik. Para petugas bandaran tampak sibuk hilir mudik. Terlihat kecil dibandingkan dengan besarnya badan pesawat.
Ponselku tiba-tiba bergetar. Ada pesan masuk dari Sebby.
Kemarin, aku mengirimkan foto makam dia ke Sebby. Sudah waktunya Sebby tahu kalau dia dimakamkan dengan layak. Aku menyempatkan diri untuk mengunjunginya dan bercerita hal random. Dia dimakamkan di sebelah Kakek dan Pamannya. Dia tidak sendirian di sana.
From Sebby :
My kid, dia gak sendirian kan?To Sebby :
Engga, di samping kiri ada Kakek gue, di samping kanannya ada Om gue
Dia gak akan sendirianFrom Sebby :
Maaf Hana buat semuanya, gue bener-bener minta maaf.
Besok gue bakal pulang dan liat dia langsung. Boleh kasih gue alamatnyaAku lantas mengetikkan alamat pemakaman keluargaku, tanpa membalas pesan permintaan maaf Sebby.
Setelahnya, aku memperbesar gambar makam dia yang aku kirim ke Sebby. Nama di batu nisannya hanya ditulis Kid Viz. Seketika, aku ingin menangis.
"Itu batu nisan ya?" tanya Dino yang tahu-tahu sudah berada di belakangku.
Aku terhenyak lantas buru-buru memasukkan ponsel ke dalam tas.
Dino lalu duduk di sebelahku, tak lama Yuma dan Sastra mendekat, mengikuti apa yang Dino lakukan.
Mereka sedang membicarakan soal roti bakar yang dijual di bandara. Lalu menanyakan makanan apa saja yang patut dicoba selama di Miami nanti padaku.
Aku membalas seperlunya. Pikiranku masih melayang ke pemakaman.
Bagaimana jika Sastra tahu fakta kalau aku sudah pernah memiliki janin?
**
Perjalanan lancar seperti biasa. Tidak ada masalah yang berarti. Anggota grup tujuhbelas sudah masuk ke kamar penginapan mereka. Sementara itu, aku diam-diam pergi keluar penginapan dari Sarah dan Fay. Aku izin pada Lingga untuk jalan-jalan sebentar. Kepalaku rasanya penuh. Aku perlu menjernihkannya, mengurai benang-benang kusut yang tercipta tanpa sengaja.
Semenjak dari pemakaman, aku lebih banyak diam dan merenung. Berbagai kemungkinan tercipta di dalam kepalaku. Berpuluh-puluh kalimat perandaian menyesaki tiap sel di otakku.
Semuanya penuh dan tidak bisa aku kendalikan lagi.
Langkah kakiku membawa aku ke area pantai yang ramai. Banyak bule dengan bikini di sini. Meski matahari hampir tenggelam, pemandangan seksi bule perempuan berbikini masih banyak terlihat.
Aku lantas menuju area pantai yang tak terlalu ramai. Kemudian duduk di salah satu dinding batu pemecah ombak. Melepas alas kaki dan membiarkan kakiku menjuntai dan basah terkena tempias air asin.
Lalu, tanpa bisa aku cegah, air mataku jatuh berkejaran. Aku terisak. Tak peduli dengan situasi sekitar kendati aku sedang di tempat umum. Suara debur ombak yang semakin kencang karena hari mulai gelap, seolah berlomba dengan isakanku yang makin kuat.
Di saat aku menangis dengan sepenuh napsu, tiba-tiba saja ada yang memegang bahuku.
Aku menoleh, mendapati seorang pria dengan rambut gimbal dan kemeja pantai yang tak dikancing tersenyum lebar kepadaku.
**
Date : 16 Agustus 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You Again! (REVISI)
RomantizmLagi revisi ya! Completed! (Fiction about S.Coups) Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan. Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...