14. Bunga Sakura di Jaket Sastra

173 29 2
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Kalimat Sastra tersebut berefek cukup parah.

Untungnya, aku masih bisa menghandle sponsor untuk melanjutkan kontrak.

Hanya saja ketika aku sedang sendiri, kalimat jahat Sastra terngiang-ngiang di kepalaku.

Tahu-tahu mataku memanas. Lalu air mata luruh begitu saja.

Saat sadar aku masih berada di kafe usai pertemuan dengan pihak sponsor, aku menghapus air mata di pipiku.

Lantas buru-buru pergi, karna aku mendapati satu dua orang melirik heran ke arahku.

Tak sampai di situ saja, saat hendak tidur gejala terparah pun muncul.

Sekelebat ingatan berupa kenangan manis saat aku dan Sastra begitu dekat menghantam tanpa ampun.

Aku menangis sejadi-jadinya hingga terlelap.

Akibatnya, mataku tampak seperti bola ping pong keesokan harinya.

Aku harus mengompres mataku dengan kompres es sebelum berangkat kerja.

Namun, agaknya hal itu tak terlalu berefek.

Akhirnya aku memilih untuk memakai kacamata supaya mata bengkakku tak terlalu jelas.

Seperti biasa, aku singgah di kafe loby, membeli es americano.

Tiba-tiba seseorang yang antri di depanku berbalik.

Dia Wanza, cowok itu kaget mendapati keberadaanku dan aku pun jadi ikut-ikutan kaget.

"Loh, mata lo kenapa? Kok bisa segede itu?" komentarnya.

Aku memeriksa penampilanku lewat dinding berbahan metal di balik counter pemesanan kafe.

Bengkaknya memang parah, namun berkat kacamata bengkaknya tak terlalu terlihat.

"Lo kayak abis nangis semaleman," sahut Wanza lagi.

Tebakannya benar, aku meringis.

Pesanan Wanza sudah siap, aku buru-buru mengulurkan kartuku ke kasir dan membayar milik Wanza serta memesan milikku.

"Biar gue aja," tolak Wanza.

"Enggak Kak, biar gue aja. Dulu lo juga suka traktir gue, sekarang gantian."

Wanza nyengir.

"Eh, tiba-tiba gue kangen Kala deh," celetuknya tiba-tiba.

"Itukan gue."

"Tapi lo Hana bukan Kala."

Aku jadi teringat kata-kata Sastra kemarin. Aku lantas berhenti melangkah, lalu menghadap ke arah Wanza. Aku ingin memastikan sebanyak apa aku berbeda dari Kala yang dulu.

"100% beda, Kala yang gue kenal itu kalem, pekerja keras dan bersahaja tapi lo lebih keliatan kek cewek kaya raya yang hobinya ngemall."

Aku menelan saliva.

Lost You Again! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang