**
Sudah kepalang basah, aku seratus persen ketahuan.
Maka dari itu, aku membiarkan instingku mengambil alih.
Aku lantas mendorong Sastra masuk ke dalam lift dan menyudutkannya. Aku agak berjinjit untuk meraup bibirnya.
Kendati terkejut dengan apa yang sedang aku lakukan, ia menahan belakang kepalaku dan memperdalam ciuman.
Begitulah kami berakhir mencecap selama beberapa saat bersamaan lift yang bergerak naik.
Setelah merasa puas, aku lalu menjauhkan diri dan mengusap-usap pipinya.
Setidaknya, ini terakhir kali aku bisa melakukannya kepada Sastra.
"Kenapa malem-malem ke sini?"
"Aku kangen."
"Sama dong gue juga kangen."
Aku tergelak saat ia menggesekkan ujung hidungnya dengan ujung hidungku.
"Tadi Kakak abis dari mana?" Aku berpura-pura.
"Oh iya! Hampir lupa, gue mau ambil dompet di loker, kelupaan kan abis liat pacar sendiri."
Loker yang Sastra maksud adalah deretan loker yang berada di dalam ruang latihan khusus grup tujuhbelas.
Loker-loker itu memiliki nama member masing-masing, meski satu dua member tidak menggunakannya, tetapi aku tahu Sastra selalu menyimpan dompet di dalam loker itu.
Ruang latihan lengang ketika aku menemani Sastra mengambil dompetnya.
"Ketemu!" seru cowok itu sambil terkekeh.
"Okey, kalau gitu aku mau ke ruangan CEO dulu."
Sastra mangut-mangut, tidak bertanya apa-apa. "Mau ikut makan malam gak?"
"Boleh, nanti aku nyusul."
Aku memasang senyum lebar menutupi kebohonganku.
Sastra tiba-tiba mendekat lantas mengecup bibirku kilat, cowok itu tersenyum, setelahnya ia berlalu pergi.
Bersama dengan langkah Sastra yang menjauh, senyumku langsung luntur.
Aku lantas melangkah cepat menuju ruangan CEO. Tentunya CEO sedang tidak ada di ruangannya. Terhitung ia hanya satu kali datang ke ruangannya dalam satu pekan yakni hari senin.
Hanya saja, aku tidak bisa menunggu hingga Senin tiba. Aku harus segera pergi. Terlalu lama mengulur waktu, nantinya niatku untuk pergi malah luntur.
Setelah memastikan surat pengunduran diriku berada di titik yang bisa dilihat langsung oleh CEO, aku lantas menuju ruanganku. Masih banyak yang harus aku lakukan.
Aku mendapati dua paper bag dengan ukuran berbeda di atas meja kerjaku.
Paper bag berukuran lebih kecil berisi kotak hadiah untuk Dino dan paper bag yang lebih besar adalah hadiah untuk Sarah.
Aku sengaja membeli banyak hadiah untuk Sarah sebab besok mungkin saja aku akan membuatnya kesakitan.
Kemudian, aku menyelipkan sepucuk surat dan note di dalam kotak itu. surat tersebut untuk Sastra, sementara notenya sebagai pengingat agar suratnya diberikan kepada Sastra.
Aku lalu menuju ruang latihan, lantas memasukkan kotak itu ke dalam loker Dino. Dari semua member grup tujuhbelas, hanya Dino yang selalu mengecek lokernya setiap masuk ke ruang latihan. Aku mengetahui hal itu sejak menjadi manager mereka selama tiga bulan.
Sebenarnya, aku sudah menyiapkan hadiah lainnya untuk orang-orang yang aku kenal baik di kantor. Tentu saja semua member grup tujuhbelas, Fay dan Lingga, penjaga kantin yang sering memberikan lauk lebih banyak untukku dan barista kafe di lobby.
Namun, hadiah untuk mereka akan dikirimkan terhitung mulai besok pagi, ke alamat masing-masing. Mungkin satu dua akan langsung di antar ke kantor karena aku tidak mengetahui alamat mereka.
Sedangkan khusus untuk Dino, aku meninggalkan hadiahnya di loker karena ada surat untuk Sastra. Aku ingin Dino yang memberikan suratnya. Seperti ketika ia menyampaikan perasaan Sastra kepadaku waktu itu, saat aku masih menjadi manajer grup tujuhbelas.
Setelah selesai, sekarang waktunya pergi.
Aku mendapat notifikasi dari Om Kevin bahwa aku bisa berkunjung ke rumahnya di Aussie. Ia bilang, anak laki-lakinya merindukanku. Namanya Rey. Dia dua tahun lebih tua dariku. Itu kabar baik, artinya aku sudah bisa memesan tiket pesawat sekarang.
**
Esoknya, aku terjaga lima menit lebih awal dari alarm yang aku setel di ponsel. Aku lantas bergegas mandi dan bersiap. Jadwal keberangkatanku pukul sembilan pagi hari ini, sekarang baru pukul enam. Aku harus bergegas agar tidak telat ke bandara.
Dari kamar sebelah, tidak terdengar suara Sarah. Agaknya gadis itu belum terjaga.
Barulah ketika aku sudah rapi dan kerepotan mengeluarkan dua koper besar dari dalam kamar, Sarah muncul dengan wajah bengkak khas bangun tidur.
Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya. Menatap ke arah ku.
"Jam berapa sih ini?"
Ia menoleh ke kanan dan kiri, seperti mencari keberadaan jam dinding.
Saat itulah, aku mendekat, memiting lehernya dan membuatnya pingsan.
Sebelum benar-benar pergi, aku mengirimkan pesan kepada Han.
To Kak Han :
Kak, tolong ke vila ya, Sarah lagi sakit, aku gak bisa jagain dia.
-FIN-
Akhirnya Lost You Again! selesai. Epilognya bakal aku update juga hari ini ya. Terimakasih sudah membaca, memberi vote dan komen.
Sampai jumpa di cerita aku yang lain! ^,^
warm regards,
cravesan❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You Again! (REVISI)
RomantizmLagi revisi ya! Completed! (Fiction about S.Coups) Menjadi korban taruhan memang tidak enak. Aku terpaksa bekerja sebagai manajer grup tujuhbelas demi membuang lintah darat di perusahaan. Namun, aku malah jatuh hati dengan Sastra yang dengan tulus...