18. Unfair

47 5 0
                                    

Jam digital Debby sudah menunjukkan pukul 10.00 di mobilnya. Ia mematikan mesin mobilnya yang sudah diparkir di pelataran parkir di depan salah satu RSJ di Berlin. Setelah itu, ia berjalan menuju tempat yang sering ia datangi selama tiga tahun belakangan ini.

Masuk ke RSJ, semua pegawai di RSJ sudah cukup hafal dengan Debby. Saat ia sampai di resepsionis, salah satu resepsionis yang sudah mengenal Debby dengan baik pun beranjak dari kursinya untuk mengantarkan Debby ke dr. Irmina, seorang psikolog ternama di Berlin.

Sampai di depan ruangan dr. Irmina, resepsionis tadi meninggalkan Debby pergi. Debby pun mengetuk pintu ruangan dr. Irmina dan setelah dipersilakan, ia masuk. Terlihat dr. Irmina yang langsung tersenyum ramah pada Debby.

"Aku mau melihat ayahku," ujar Debby dengan lirih.

Senyuman halus terlukis di wajah dr. Irmina. Kemudian, ia pun beranjak sembari melepas kacamatanya. "Ayo, ikut aku," ajaknya dengan lembut. Ia pun berjalan terlebih dulu dan Debby mengikutinya di sampingnya.

RSJ yang ada di Berlin ini cukup luas. Ruangan dr. Irmina ada di ujung lorong lantai satu. Namun, ruangan-ruangan di sekitar mereka tidak berdekatan. Ada banyak ruangan yang dipisahkan dengan jalan setapak dan taman rerumputan.

Setelah hampir 10 menit Debby berjalan bersama dr. Irmina, kini mereka berada di salah satu ruangan yang ada di ujung taman. Di ruangan yang besar itu, di dalamnya terdapat lima kamar sebagai tempat tinggal para pasiennya. Saat ini, ada tiga pasien yang mendiami kamar-kamar tersebut.

Debby dan dr. Irmina berjalan ke depan jendela besar sebuah kamar yang ada di tengah. Dari tempat mereka berdiri, mereka dapat melihat seorang laki-laki yang tengah duduk menatap kosong tembok putih di depannya. Dia adalah Dominic Jordan, ayah kandung dari Debby.

Dominic Jordan adalah warga negara Australia. Tapi, sudah tiga tahun ini ia menempati RSJ di Berlin. Debby sudah tidak punya siapa-siapa lagi setelah ibunya meninggal empat tahun lalu.

Namun, rupanya hal itu ditambah pula masalah-masalah berat lainnya membuat ayahnya mengalami gangguan psikologis saat mereka masih ada di Australia 3,5 tahun yang lalu. Jadi, Debby memutuskan untuk keluar dari Australia membawa ayahnya untuk dirawat di Berlin.

"Katamu ada masalah, tapi aku hanya melihatnya tengah menatap kosong tembok di depannya," ujar Debby lirih dengan tatapan yang hanya terfokus pada ayahnya.

"Itu yang kau lihat," sahut dr. Irmina dengan cepat sembari bersedekap dan menatap Dominic dengan tatapan prihatin. "Tapi, itulah yang membuat kami khawatir."

"Dia yang terlalu diam seperti ini justru menunjukkan kemunduran kondisinya. Sudah tiga hari berturut-turut dia hanya seperti itu. Dia akan tidur kalau kami memberikannya obat tidur dan kami harus menyuapinya untuk makan. Ini sangat berbeda dengan kondisinya sebelumnya."

"Bagaimana itu bisa terjadi?" Debby menoleh menatap dr. Irmina dengan dahi berkerut dalam. "Seminggu yang lalu kau berkata padaku kalau ayahku sudah menunjukkan banyak perkembangan!"

"Dengar." dr. Irmina menghela napas panjang sembari menoleh menatap Debby. "Dalam pengobatan seperti ini, pasti ada kemajuan dan kemunduran. Hal itu masih wajar."

"Ada dua macam faktor kenapa seseorang bisa sembuh dari masalah psikologisnya, ada faktor internal dan eksternal. Secara eksternal, kami sudah memberikan semua yang kami bisa untuk merawatnya. Bahkan, aku juga sering bekerja sama dengan psikiater dan psikolog lainnya. Hanya tersisa faktor internal dari dalam diri ayahmu sendiri dan kami perlu mencaritahunya lebih banyak."

Debby menghela napas panjang sembari memejamkan kedua matanya selama beberapa saat. Setelah itu, ia membuka kedua matanya menatap ayahnya yang masih berada di posisi yang sama.

Partner for Life - HBS #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang