Dua belas bulan setelah pernikahan.
Sinar matahari tampak menembus tirai jendela kamar Queen, membuat kedua mata Queen terbuka perlahan. Detik berikutnya, ia menggulingkan badannya ke samping dan dahinya langsung berkerut saat mendapati Kynan tak ada di situ.
Perlahan, Queen beranjak duduk mencoba untuk mengumpulkan nyawanya dulu selama beberapa saat. Barulah setelah itu, ia berjalan menuju kamar mandinya dengan bathrobe. Langkahnya hendak menuju toilet, tapi tiba-tiba ia berhenti sejenak hanya untuk mengambil sebuah alat tes kehamilan yang kemarin ia beli.
Harus Queen akui sejujur-jujurnya, dia sangat mengharapkan hasil positif kali ini. Ia dan Kynan sudah berusaha dan Queen benar-benar ingin memiliki anak. Begitu pula dengan Kynan.
Tapi, Queen harus menelan kekecewaan pagi ini. Setelah dites, ternyata hasilnya negatif. Seperti alat tes yang lainnya yang sudah Queen coba, ia membuangnya di tempat sampah dengan perasaan kecewa dan sedikit frustasi.
Queen memutuskan untuk berjalan keluar menuju ruang tengah. Rupanya ia justru mendapati Kynan yang sedang membuat kopi panas di dapur. Ia pun memutuskan untuk duduk di kursi kecil samping meja pantri.
"Selamat pagi," sapa Kynan dengan manis setelah menyadari kehadiran Queen.
"Selamat pagi," sapa Queen balik dengan senyum sekilas, namun tak menatap Kynan.
Hanya dengan begitu saja, Kynan langsung tahu ada sesuatu yang terjadi pada Queen. Ia pun menghampiri Queen sembari membawakan dua cangkir kopi panas untuk mereka.
"Ada apa? Kau terlihat baru saja mendapatkan kabar yang buruk," ujar Kynan menatap Queen dengan lembut.
Seketika, kedua tatapan mereka berpapasan. Tapi, Queen langsung menghembuskan napas panjangnya sembari sedikit tertunduk. "Memang."
Dua alis Kynan terangkat sekilas. "Keberatan untuk menceritakannya padaku?"
Queen berdecak kecil. "Hasilnya negatif," ujarnya dengan lirih dan tak mau menatap Kynan.
Tentu Kynan paham maksud Queen. Ia tahu kalau Queen selalu mengeceknya dan ia pikir itu sudah seperti menjadi kebiasaan kecil Queen di setiap pagi. Dan ia sendiri tahu juga bagaimana hasilnya selama Queen mengetesnya beberapa minggu terakhir ini.
Detik berikutnya, Kynan mengulurkan tangannya menggenggam kedua tangan Queen yang bebas di atas meja lingkar. "Aku tak akan menenangkanmu dengan kalimat 'ini mungkin belum waktunya' lagi, karena aku sudah tiga kali mengatakannya."
Queen mendongak sedikit menatap Kynan. Ia hampir tertawa geli, tapi pada akhirnya dia hanya tersenyum.
"Aku juga sangat menantikan anak pertama kita," ujar Kynan dengan jujur dan Queen tahu itu dari kedua mata Kynan. "Di lain sisi, aku jadi teringat Mom."
"Mom."
"Iya, ibuku. Sepertinya aku belum pernah cerita ini pada siapapun." Kynan tersenyum kecil dan menatap ke depan menerawang masa lalunya.
"Kalau aku berkata padamu Mom dan Dad harus menunggu lima tahun untuk memilikiku, apa kau akan mempercayainya?"
Seketika, kedua mata Queen langsung melebar terkejut. Ia jadi tak bisa berkata apa-apa.
"Kau harus percaya, karena itu faktanya. Aku tidak bohong." Kynan tersenyum mengatakannya. Kemudian, ia menghela napas panjang.
"Mom pernah bercerita padaku betapa sulitnya ia memiliki anak, karena masalah hormonnya. Bahkan, dokter pernah berkata kalau kemungkinannya punya anak itu kecil. Itu sempat membuat Mom dan Dad berkecil hati, padahal mereka sama-sama menginginkan anak."
"Lalu, bagaimana?"
"Setiap malam, Mom dan Dad sama-sama berdoa dengan tulus. Mereka sangat menginginkan anak, jadi mereka berdoa minta diberikan anak." Kynan masih tersenyum lembut. "Lalu, tebak apa yang terjadi?"
"Mom hamil?" tebak Queen langsung.
"Ya," jawab Kynan dengan mantap. "Delapan bulan kemudian, Mom dipastikan hamil oleh dokter kandungan. Mereka bercerita mereka benar-benar terkejut saat itu dan sama-sama tak bisa berhenti menangis karena saking berterima kasihnya."
Mendengar itu, entah kenapa Queen dapat turut merasakan rasa senang orang tua Kynan pada saat itu. Ia membayangkan, mereka pasti benar-benar bahagia karena mendapatkan kabar kehamilan yang sudah ditunggu-tunggu bertahun-tahun lamanya.
"Tapi..." Namun, seketika Queen merasa khawatir. "Apa aku juga harus menunggu selama bertahun-tahun?"
"Tidak ada yang tahu masa depan, Queen," sahut Kynan dengan gemas. "Semuanya sudah ditakdirkan. Kapan Mom akan hamil, begitupula denganmu. Yakinlah, kalau semuanya sudah ada rencananya sendiri."
Queen terdiam dan menatap ke meja dengan tatapan kosong. Kynan ada benarnya. Memang, tak ada tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kapan ia akan hamil dan selanjutnya pun juga tak ada yang tahu.
"Kita hanya perlu berusaha dengan niat yang bagus. Tetap selalu yakin pada takdir. Jangan khawatir, doa semua orang ada untuk kita juga." Kynan meremas kedua tangan Queen dengan lembut pula.
Perkataan Kynan tidak ada yang salah. Semuanya benar. Queen pikir, mereka hanya perlu berusaha dengan berbagai cara dan bersabar. Ia juga yakin orang tua mereka mendoakan yang terbaik untuk mereka.
——————————————————————————
Tbc.
Thursday, 6 June 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner for Life - HBS #3
Storie d'amore(NEW - ON GOING) 🔞 Third series of Handsome Brotherhood Seorang Kynan Roderick percaya bahwa ia tidak perlu memiliki banyak hubungan, namun cukup hanya dengan satu perempuan dalam hidupnya. Prinsip hidupnya adalah berhubungan dengan perempuan sekal...