12. You've Got to be Kidding Me!

45 4 0
                                    

"Tidak bisakah Mama mempertimbangkannya lagi? Aku masih ingin menikmati waktu-waktu sendiriku."

Queen terlihat berjalan mengikuti kemanapun Astryd melangkah di ruang kerjanya. Ia sudah berniat tidak akan berhenti membujuk ibunya untuk tidak menjodohkannya lagi dengan siapapun.

"Paula, Mama sudah katakan kalau Mama melakukan ini demi dirimu," ujar Astryd membalikkan badannya dan menatap anaknya dengan dalam-dalam.

"Maksud Mama, demi kepentingan perusahaan, kan?" sahut Queen dengan penekanan.

Astryd memejamkan kedua matanya sekilas dan menghela napas panjang. "Apa Mama salah kalau Mama mencoba yang terbaik untuk perusahaan? Lagipula perusahaan itu adalah milik kita."

"Karena kau menolak untuk menjalankan perusahaan, jadi paling tidak Mama harus mencari seseorang yang tepat untukmu yang nantinya dapat menjalankan perusahaan dengan baik. Dia juga tentunya harus berasal dari keluarga terpandang, terutama dari keluarga pengusaha."

Untuk yang kesekian kalinya di pagi ini Queen menghela napas panjangnya. Ia teringat dengan perkataan Astryd yang tetap tidak ingin membatalkan perjodohannya dengan anak temannya. Usahanya semalam sia-sia.

Sambil masih memikirkan perjodohannya, ia berjalan menuju lift untuk ke apartemennya dengan pikiran kosong. Biasanya, saat ia tahu tentang rencana perjodohan dari orang tuanya, ia akan berpikir keras bagaimana cara untuk membatalkannya. Tapi, kali ini yang ia pikirkan hanyalah siapa anak teman orang tuanya itu dan bagaimana nanti cara mereka berhadapan.

Bertepatan dengan pintu lift yang berdenting dan terbuka, Queen melangkah keluar sembari menghela napas panjangnya. Ia berjalan ke arah kiri menuju pintu apartemennya dengan mood yang tidak bagus.

"Hai!"

Queen benar-benar tidak menyangka akan ada yang menyapanya dengan seruan ramah saat moodnya sedang tidak bagus. Terpaksa, ia pun menoleh karena ia pikir itu adalah tetangga satu-satunya di lantai ini.

"Hai, aku tetangga barumu!" seru perempuan cantik di depannya. "Kau Queen, bukan?" tanyanya dengan penuh antusias sembari mendekati Queen.

Queen berusaha tersenyum manis pada perempuan itu. "Aku tetangga barumu!" seru perempuan tadi lagi sembari mengulurkan tangannya.

Queen menerima jabatan tangan perempuan itu. "Senang memiliki tetangga baru..." Ia menggantung kalimatnya karena tidak tahu siapa nama perempuan yang ia jabat barusan.

"Eve. Evelyne West," sahut perempuan di depannya dengan cepat. "Aku dari Sydney dan akan berada di sini selama beberapa hari."

Queen tersenyum sembari mengangguk mengerti. "Senang berkenalan denganmu, Eve."

"Pleasure is on me," sahut Eve sambil tersenyum lebar. "Kau terlihat lelah. Maaf, kalau aku mengganggumu. Kau boleh masuk ke apartemenmu."

Akhirnya batin Queen bersorak. Ia pikir Eve akan mengajaknya bicara lebih lama. Tapi, tidak. Setelah saling berpamitan, ia langsung masuk ke apartemennya untuk beristirahat dan memikirkan tentang perjodohan yang orangtuanya atur.

***

Menjelang siang hari, Queen masih terlihat bersantai di Jacuzzi yang ada di apartemennya. Jujur saja, ia adalah salah satu orang yang sangat mudah terserang kecemasan jika ia terlalu banyak berpikir.

Bahkan, Queen sempat hiatus selama setahun dari industri permodelan, karena ia terserang depresi ringan. Jadi, mulai sejak itu, Queen selalu menyempatkan diri untuk bersantai. Seperti sekarang.

Setidaknya, Queen mengistirahatkan dirinya dengan mendamaikan pikirannya sendiri selama dua kali dalam seminggu. Banyak cara yang sudah ia coba. Mengeksplorasi alam di luar Jerman seorang diri, meditasi, yoga, dan melemaskan otot-otot tubuhnya sembari mendengarkan lagu jazz seperti sekarang.

Partner for Life - HBS #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang