#Summertime 5

347 38 1
                                    

𓍊𓋼𓍊𓋼𓍊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𓍊𓋼𓍊𓋼𓍊

#1 Confused

Winter baru saja duduk di sebelah Summer yang sedang membaca buku setelah mereka keluar dari kelas ramuan.

"Summer!"

"Hm?"

"Apa aku aneh?"

Summer menurunkan bukunya dan meletakkannya di pangkuannya. Dia menoleh ke arah kembarannya.

"Apa kepalamu terbentur?" tanya Summer.

"Aku sungguh-sungguh!" Winter menghela napasnya.

"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Summer.

Winter terdiam cukup lama. Summer mengamati saudarinya itu dengan sungguh-sungguh. Summer tidak tau kenapa Winter bertanya seperti itu. Winter benar-benar cantik. Dia menarik dan lucu. Dia tidak membosankan. Winter benar-benar sempurna!

"Entahlah, Summer! Hanya saja, selama ini tidak ada yang pernah benar-benar mendekatiku. Mereka hanya akan menggodaku, lalu tiba-tiba menghilang."

Summer mengangkat bahunya santai. "Mungkin saja, mereka sadar mereka tidak pantas untukmu," kata Summer santai.

"Menurutmu begitu?" tanya Winter. Wajahnya sudah lebih berseri sekarang.

"Tentu!" kata Summer.

"Oh, Summer! Kau memang pendengar cerita yang sempurna!" Winter memeluk tubuh Summer.

"Oh lepaskan!" Summer berujar malas. Namun, Winter tak kunjung melepaskan pelukannya.

Dua orang pemuda dengan jubah Slytherin berjalan melewati Summer dan Winter. Saat sudah berada agak jauh, pemuda yang berambut agak panjang memulai percakapan. "Bukankah itu si kembar Malfoy?"

"Iya," sahut pemuda berambut cokelat.

"Aku baru pertama kali melihat yang berambut hitam dari jarak sedekat ini. Dia cantik."

"Apa kau gila?"

"Tidak!" pemuda berambut agak panjang itu sedikit menaikkan suaranya. "Winter juga cantik, tapi ini kali pertamaku melihat kembarannya dari jarak sedekat ini dan menurutku dia cantik."

"Aku tidak mengatakan dia tidak cantik. Hanya saja, kau tau dia sering menghajar orang kan?"

Pemuda berambut agak panjang itu hanya tertawa saja.

"Lagipula, menurutku Winter jauh lebih menarik," sambung si pemuda berambut cokelat.

"Lalu kenapa tidak mendekatinya?"

"Apa kau gila?" tanya si pemuda berambut panjang lagi. "Medekati Winter? Bisa-bisa aku mati karena Summer dan Xavier. Sesungguhnya, Xavier lah yang lebih cocok jadi saudara kembar Summer."

#2 Silly Boy

Winter duduk di sofa ruang rekreasi Slytherin. Hari ini dia hanya ingin bersantai saja setelah semalam mengalami hari yang berat karena Damian terus-menerus mengganggunya.

Hari ini, entah apa yang terjadi, namun Damian tidak muncul lagi di hadapannya. Tentunya itu bagus. Lagipula, Winter merasa risih pemuda Slytherin itu dekat-dekat dengannya. Selain karena dia tidak menghargai batasan yang diberi Winter, pacarnya juga sering memelototi Winter. Banyak yang bilang, Damian dan pacarnya, Shirley, mereka sedang berkonflik dan tidak menutup kemungkinan bahwa dia memcoba untuk membuat Shirley cemburu.

Winter baru saja membuka halaman terakhir dari buku pelajaran ramuan sebelum kelas berlangsung besok saat secara tiba-tiba Xavier datang dan duduk di sebelah Winter. Napasnya terengah-engah.

"Hey! Apa yang terjadi denganmu?" tanya Winter sembari menurunkan bukunya. Winter semakin panik saat menyadari wajah pemuda itu memiliki banyak luka dan memar. "Xavier Perseus Nott!" Winter memanggil nama panjang Xavier dan jujur dia takut saat gadis itu mulai menyebut nama panjangnya selagi mata kelabunya menatap mata Xavier.

"Winter tenanglah!" Xavier berusaha menenangkan gadis itu dan menegakkan badannya. Dia duduk berhadapan dengan winter dalam jarak yang dekat.

"Kau menyuruhku tenang?" Winter mengusap pipi Xavier dan pemuda itu memegang jari-jari mungil Winter selagi matanya menatap mata kelabu Winter. "Lupakan ini! Aku ingin mengatakan sesuatu yang lebih penting!"

Winter menatap Xavier dengan wajah yang bersungguh-sungguh. Xavier menarik napas panjang dan menutup matanya sebelum mengatakan dengan sungguh-sungguh, "aku menyukaimu."

Winter terdiam selama beberapa detik sebelum dia tertawa. "Apa kau bercanda?"

Xavier menatap Winter dengan sungguh-sungguh, membiarkan gadis itu tertawa sepuasnya. Winter sadar bahwa Xavier tidak tertawa dan dia mulai menghentikan tawanya.

"Kau bersungguh-sungguh?" tanya Winter memastikan sekali lagi. Xavier hanya mengangguk singkat dan Winter tertawa lagi. Namun tiba-tiba, di tengah-tengah tawanya, dia menangis.

Xavier jelas kebingungan. "Hey! Apa yang terjadi?" tanya Xavier berusaha menenangkan. Dia menangkup wajah Winter yang berusaha mengendalikan emosinya. "Winter, dengar! Aku minta maaf jika kau merasa kecewa padaku."

"Tentu saja, bodoh!" Winter memukul badan Xavier dengan bukunya. Jelas pukulan itu tidak terasa sakit sama sekali. Xavier lebih merasakan sesak pada dadanya.

"Maaf!" gumam Xavier.

"Bodoh!" kata Winter lagi. "Kenapa tidak pernah mengatakannya dari dulu? Aku selalu menunggumu untuk mengatakan ini!"

Mata Xavier membulat. "Apa?"

Winter memicingkan matanya. "Jangan bilang kau lupa!"

Xavier memasang ekspresi yang menurut Winter adalah ekspresi wajah paling bodoh sedunia.

Winter berdiri dan melemparkan buku yang tadinya dia baca. "Nyatakan lagi perasaanmu saat kau sudah mengingatnya!" kata Winter. Dia berbalik dan hendak pergi namun dia menghentikan langkahnya dan mengambil kembali buku miliknya lalu menatap Xavier dengan tatapan mengancam, "jangan minta bantuan Summer! Pikirkan sendiri!" ancam Winter sebelum dia meninggalkan Xavier yang masih duduk terdiam disana sembari termangu.

#3 Ask me again when we're older

Winter kecil sedang duduk di halaman lebar yang penuh bunga di depan rumah mereka saat Xavier tiba-tiba menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Xavier selagi Winter membuat mahkota dari bunga.

"Ini!" kata Winter memamerkan mahkota bunganya yang sudah jadi. "Aku akan memakai mahkota bunga ini saat menikah nanti. Persis seperti ibuku pada hari pernikahannya. Kami baru melihat foto pernikahan ayah dan ibu semalam. Ibu kelihatan cantik dengan mahkota bunga," jelas Winter dengan antusias. "Apakah menurutmu aku akan terlihat cantik dengan mahkota bunga ini saat menikah?"

"Tentu!" kata Xavier.

"Tapi jika ingin menikah, aku harus memiliki pasangan terlebih dahulu. Pasangan yang baik seperti ayahku."

"Kalau begitu, menikahlah denganku!" kata Xavier sembari memberikan setangkai bunga Daisy yang baru saja dia petik selagi berbicara dengan Winter.

Winter tertawa lalu mengatakan, "kau harus jadi pacarku dulu."

"Kalau begitu jadilah pacarku!" kata Xavier.

Winter mengambil tangkai bunga Daisy yang digenggam Xavier. "Tanyakan lagi padaku saat kita sudah cukup besar, Xavier." Winter berdiri dan tersenyum. Rambut pirangnya yang dibiarkan tergerai tertiup angin sore yang sejuk. Mata kelabunya bersinar karena cahaya matahari yang sebentar lagi terbenam.

"Tentu! Aku berjanji!" gumam Xavier bersungguh-sungguh.

Astronomy TowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang