#9

1.1K 90 3
                                    

Anara berlari tergesa memasuki rumah sakit, ia baru saja mendapatkan kabar tentang kondisi gadis tercintanya kemudian bergegas datang. 

Gadis itu kembali berlari saat melihat Alice dan Elcie yang terduduk saling memeluk di depan ruang operasi.

"Al, Elcie.. "

"K-kak Nara hiks.." Nara mendekap tubuh Alice yang menangis. Ia mengusap punggung gadis tersebut dan menatap Elcie yang juga menangis.

"El, belum ada kabar?" 

Elcie menggeleng, "Belum kak" 

"Kak hiks.. iblis itu harus di hukum kak.." Ia melepaskan pelukan Alice, menangkup wajah sang gadis dan mengangguk pasti.

"Kakak janji gak akan biarin dia terbebas dari hukuman!" 

"Hiks.. makasih kak.."  Alice kembali memeluknya.

Anara melirik pintu ruang operasi yang tertutup,  setetes air mata lolos begitu saja dari pertahanannya. Ia menggigit bibirnya berusaha menahan isakan yang ingin keluar.

"Lo harus bertahan, Tta!" 


1 jam kemudian, Alice tertidur meringkuk di atas kursi ruang tunggu. Menjadikan paha Elcie sebagai bantalannya. Sementara Elcie dan Anara masih terjaga dengan bibir yang terkatup rapat. Tatapan keduanya masih tertuju pada pintu ruang operasi yang tertutup.

"Kak.."  Anara menoleh mendengar suara parau Elcie.

"Kak Zetta gak akan ninggalin kita kan?" 

"Kak Zetta gak akan ninggalin kita, kakak kamu kuat El.."

"El takut kak" Anara menggenggam tangan si gadis, berusaha menguatkannya.

"Kamu tau kan kalo kak Zetta gak akan mungkin ninggalin kalian. Kak Zetta sayang banget sama kalian, kakak yakin kak Zetta pasti berjuang buat sembuh" Elcie menoleh, menatap lekat kedua manik legam Anara, berusaha mencari keyakinan dari pancarannya.

Anara tersenyum manis padanya, "Tugas kita sekarang, doa'in kak Zetta ya" 

"Iya kak.."  Ia mengangguk dan kembali memalingkan wajah pada pintu ruang operasi. 

Anara mengusap punggung tangan Elcie yang kini menggenggam tangannya dengan erat.

Gadis itu baru sadar bahwa Alice dan Elcie masih memakai seragam sekolah mereka. Tangannya mengeluarkan ponsel dari saku jaket, mengetikan sesuatu kemudian menaruh ponselnya kembali.


Malam semakin larut, suasana rumah sakit pun semakin tenang. Alice dan Elcie kembali tertidur di kursi ruang tunggu setelah sebelumnya mengganti pakaian dengan pakaian yang Anara berikan, sementara Anara tengah berbicara dengan seseorang lewat telepon.

"Tolong pastikan dia mendapatkan hukuman yang menyakitkan om"

.....

"Elcie, dia putri bungsunya. Elcie mengajukkan hukuman mati untuk iblis itu!"

....

"Bukti kuat itu ada di ponsel Elcie, dan berada di tangan polisi"

.....

"Baik, terimakasih om. Nara harap om bisa melakukan yang terbaik!"

....

Tut.. Tut..

Gadis itu mematikan sambungan, menatap kearah luar dari jendela yang berada tak jauh dari ruang operasi. Ia menoleh kala mendengar suara pintu terbuka di belakangnya kemudian berlari kearah Alice dan Elcie yang juga telah terbangun.

Anara menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan, hatinya terasa di remas kuat dan sangat menyakitkan melihat gadis yang ia sayangi terbaring lemah dengan kondisi yang mengenaskan. 

Beberapa perawat dengan cepat mendorong brankar Zanetta, membawanya menuju ruang rawat inap yang telah di pesankan oleh Anara.

"Malam ini, biarkan pasien beristirahat.."  Ujar sang perawat setelah memastikan semua peralatan medis Zetta terpasang sempurna.

"Saya permisi."

"Terimakasih sus.." 

Elcie mendekap Alice yang kembali menangis setelah melihat kondisi sang kakak. Ia membawa saudarinya menjauh dari ranjang dan terduduk di sofa yang berada di ruangan tersebut. 

Anara berjalan perlahan kearah kiri ranjang Zetta, berulang kali mengerjapkan kedua mata hanya untuk mengusir air matanya yang telah menggenang.

Zanetta terlihat memperihatinkan. Kain kasa melilit kepala, tangan dan bagian pinggulnya. Sementara tangannya di balut dengan gips. 

Wajah cantiknya kini dipenuhi luka lebam dan membiru, juga mata kirinya yang terlihat membengkak. 

Telunjuknya terangkat, perlahan menyentuh jemari Zetta dan menautkannya. Hangat, ia memejamkan mata merasakan kehangatan dari tautan jemari mereka. 
Anara membungkukkan tubuh, mendekatkan wajahnya kearah Zetta.

"Lo harus sembuh Tta, gue masih pengen denger desahan lo kek tadi siang" Anara berbisik dan tersenyum lebar.

Sesaat ia menempelkan bibirnya pada bibir Zetta kemudian kembali menegakkan tubuh.

Anara berjalan kearah si kembar yang kini terdiam namun masih dengan air mata yang enggan berhenti keluar. 

"Kalian istirahat ya,." 

"Iya kak.."  

Anara menaikkan sebelah alis, biasanya kedua gadis itu tak gampang mengiyakan ucapannya, selalu ada 'Tapi' jika ia meminta atau menyuruh mereka melakukan sesuatu, namun sekarang?.

Ia tersenyum lega, Alice dan Elice mau bekerjasama dengannya saat ini.

Detikan jarum jam terdengar jelas saat ini, kedua gadis kembar itu kini tertidur dengan posisi saling memeluk hangat. Berbeda dengan Anara yang nampaknya enggan memejamkan mata lelahnya. 

Gadis itu tersenyum melihat Alice dan Elcie yang tertidur di atas sofa, tatapannya teralih pada wajah tenang Zetta. 
Ia mendekatkan tubuhnya kearah ranjang, menggenggam tangan Zetta dan menciumnya.

"Gue ngantuk tapi gak bisa tidur Tta.."  Keluhnya berbisik, ia melipat tangan di atas ranjang dan merebahkan kepalanya.

"Lo usap kepala gue ya, biar gue tidur" 

Anara menarik perlahan tangan kiri Zetta, menaruhnya di atas pipi kanannya dan menggerakannya seolah Zetta tengah mengusapnya lembut.

"Night sayang" 

Ia tersenyum manis kemudian memejamkan mata, berharap masuk ke dalam mimpi indahnya bersama Zanetta.


















The Lamoera's (GxG) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang