Detikan jarum jam terdengar menyalak, hembusan nafas berat pun terlantun dengan tempo yang cepat. Kedua bola matanya bergulir gelisah dengan kedua tangan bertautan resah di atas pangkuannya.
Belum lagi bau khas dari obat-obatan yang menusuk indera penciumannya.
"Alice.."
Ia seketika memusatkan pandangan pada gadis yang terbaring mengenaskan di atas ranjang, bangkit dengan cepat menghampiri si gadis.
"Elcie, sayang.."
"Alice.. Al.."
"Sttt.. Alice baik aja, ini kak Nara.." Ia mengusap lembut kepala si gadis yang masih memejamkan mata namun wajahnya menunjukkan rasa takut.
Perlahan Elcie membuka kedua matanya, Anara tersenyum manis namun sendu ke arahnya. Elcie mengedarkan pandangan dan tergesa bangkit, Anara menahannya.
"A-akhh.."
"Elcie.."
"D-dimana Alice kak?" Tanyanya panik, Anara mendorong tubuhnya kembali berbaring.
"Alice aman, kak Zetta jaga Alice disana.."
"A-aku mau liat Alice kak.."
"El, kamu harus istirahat.." Elcie menggeleng, ia berusaha bangkit namun Anara kembali menahannya.
"Elcie mau ketemu Alice kak.."
"Kita ketemu Alice nanti ya.."
"A-Al.. hiks.. "
Elcie tiba-tiba menangis, Anara yang melihat itu kemudian memeluk tubuh si gadis dan memejamkan mata yang juga memanas.
"A-ku gagal kak hiks.. El gak bisa jagain Alice hiks.."
"Elcie.."
Tak ada yang bisa Anara ucapkan, tenggorokannya tercekat, hatinya sakit melihat keadaan kedua gadis kembar tersebut juga tangisan perih Elcie saat ini.
Ia membiarkan apapun yang Elcie utarakan dalam tangisannya, padahal jika mengenai luka fisik, Elcie justru yang paling parah dari Alice bahkan pergelangan kaki kiri si gadis patah.
Anara menegakkan tubuhnya, ia mengusap air mata yang masih betah mengaliri pipi Elcie dan tersenyum lembut padanya.
"Ini bukan salah kamu, jangan pernah berpikir kalo kamu gak berguna, Elcie.."
"Hiks.. hiks.."
"T-tolong tangkap mereka kak, kedua binatang itu harus menerima hukuman!" Anara mengangguk tegas, ia tak akan membiarkan siapapun menyakiti para gadis yang ia sayangi.
Jangan lupakan fakta tentang kuasa keluarga Saqhi.Sementara di ruangan lain, Zanetta tengah terduduk dengan wajah lesu di sebelah ranjang sang adik, Alice.
Tangannya menggenggam tangan lemah Alice dengan tatapan sendu. Beberapa jam berlalu namun Alice belum juga membuka mata indahnya, Zetta takut jika kedua adiknya meninggalkannya.
Ia menggelengkan kepala mengusir pikiran buruknya, gadis itu memejamkan mata mengingat ucapan kasarnya pada kedua adiknya.
"Hubungan inses? KALIAN GILA?!"
"Kalian memang harus di pisahkan!!"
"Maafin kak Zetta, Alice, Elcie.." Lirihnya, Zanetta menundukkan wajah kala buliran kristal dari kelopak matanya kembali menetes tanpa izin.
Beberapa jam kembali berlalu, Zanetta terlihat tertidur dengan posisi duduk dan kepala yang berada di tepi ranjang sang Adik. Tangannya masih setia menggenggam tangan Alice, wajahnya nampak lelah dengan kantung mata yang menghitam dan sedikit bengkak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lamoera's (GxG) (COMPLETED)
Teen FictionBukankah hidup harus terus berjalan? ya, sebuah perjalanan dan bukan pelarian. Tenanglah, aku disini membersamai-mu, melangkah bersamamu dan akan ku pastikan kita sampai pada garis akhir yang menjadi pelabuhan terakhir kita.