Seorang gadis cantik terlihat terduduk diatas ranjang. Memainkan ponsel yang berada diatas pangkuannya. Separuh bagian puncak kepalanya terlilit oleh kain kasa hingga menutup dahi, wajahnya pun masih terlihat sedikit pucat.
Tak ada oranglain disana, kedua kakaknya tengah memenuhi panggilan pihak sekolah yang telah mengetahui kejadian di area kantin tempo hari. Elcie merasa bahwa ini semua kesalahannya, andai saja waktu itu ia bisa mengontrol emosinya, mungkin kedua kakaknya kini takkan di repotkan oleh pertanyaan-pertanyaan dari pihak sekolah.
Elcie mengalihkan pandangan pada sebuah pintu kaca besar yang tertutup tirai jarik yang berada tak jauh dari ranjangnya. Ia kemudian turun dari ranjang dan berjalan kearah balkon seraya mendorong tiang infusnya.
SREEEEEK!
Seketika angin berhembus sedikit kencang dan menabrak tubuhnya. Gadis itu tersenyum, membawa langkahnya menuju pagar pembatas balkon dan menatap pemandangan perkotaan di hadapannya, tak lupa dengan langit biru yang cerah disana.
Tatapannya mengedar bersamaan dengan kepalanya yang juga berpedar. Fokusnya terhenti pada sebuah gedung yang paling tinggi diantara gedung-gedung di sekitarnya. Gadis itu terdiam dengan tatapan yang menerawang.
"Pah, mah, kalo udah besar, El pengen punya gedung yang lebih tinggi dari gedung milik papa.." Ujar Elcie kecil seraya menatap takjub pada gedung tinggi milik sang ayah.
"Harus, kamu harus bisa melebihi papa, termasuk dalam ukuran gedung.." Timpal seorang wanita cantik yang berjongkok di sebelahnya yang tak lain adalah ibu kandungnya.
Tanpa sadar Elcie tersenyum manis mengingat cita-cita masa kecilnya. Namun sayangnya, senyuman manis itu tak bertahan lama, kedua matanya kini terlihat bergerak resah dan memanas.
"KAMU ANAK GAK BERGUNA!!"
"MAU JADI APA KAMU! HANYA BISA BIKIN MALU PAPA DENGAN TINGKAH BERANDAL KAMU!!"
Ctakk!
"Ampun pah.."
Grep!
Elcie tersentak kaget, ia melirik cepat pada seseorang di sebelahnya yang melingkarkan tangan di perutnya.
"Ngapain disini?"
"Cari angin, lo kapan datang?"
"5 menit yang lalu"
"Kak Zetta?"
"Tuh.."
Gadis itu menoleh ke dalam kamarnya. Zanetta berada di sana dengan wajah datar dan nampak menyeramkan. Elcie dengan cepat mengalihkan pandangannya dari sang kakak dan kembali menatap kedepan.
"K-kak Zetta marah ya atau kecewa?"
"Kata siapa?"
"Ekspresi wajahnya?"
"Hihi.. lo kek gak kenal dia. Kakak kan emang selalu begitu.." Elcie menggeleng,
"Gak Al, yang ini beda. Ekspresi wajah itu pernah gue liat waktu itu!" Jelas Elcie pada Alice seraya mengingat kejadian malam itu, dimana Zetta berdiri menatap sang ayah yang memukulinya.
"Lo salah kali El.."
"Kepsek bilang apa?" Tanyanya to the point, ia menatap lekat wajah Alice yang kini menatap ubin di pijakannya.
Elcie tahu pasti bahwa situasi sedang tidak baik saja. Gadis itu menghela nafas dan kembali menatap kedepan.
"Ini salah gue Al.."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lamoera's (GxG) (COMPLETED)
Teen FictionBukankah hidup harus terus berjalan? ya, sebuah perjalanan dan bukan pelarian. Tenanglah, aku disini membersamai-mu, melangkah bersamamu dan akan ku pastikan kita sampai pada garis akhir yang menjadi pelabuhan terakhir kita.