#28

467 33 3
                                    

Siang harinya, Zanetta tengah terduduk lemas di pinggir ranjang sang adik, Alice. Gadis itu kehilangan akal agar Alice mau menyantap makanannya, bujukan apapun nampak tak membuat Alice mau membuka mulut ataupun menoleh ke arahnya, Alice sedari tadi hanya terdiam, memeluk kedua lututnya dengan tatapan sendu bahkan kosong ke arah jendela.

"Al.. Makan ya, biar cepet sembuh.." Mohon Zetta mencoba membujuk sang adik namun masih sama, Alice masih enggan membuka mulut dan menanggapi ucapannya.

"Hah.. " 

Zanetta pasrah, ia menaruh piring berisikan makanan di atas nakas di sebelah ranjang Alice, menatap sendu ke arah sang adik dan memeluknya.

"Alice, jangan bikin kakak takut.." 

"Elcie.." 

Zetta merenggangkan pelukan menatap wajah sang adik yang akhirnya mau membuka mulutnya. Ia tersenyum dan mengusap rambut panjang Alice.

"Kamu mau ketemu Elcie?" Seketika Alice menoleh antusias.

"Kita ketemu Elcie, tapi kamu harus makan, ya?" Alice menggeleng cepat dan kembali menatap ke arah jendela.

"Elcie.."

Tak ada pilihan lain, Zanetta membawa tubuhnya turun dari ranjang dan berjalan ke arah sofa. Mengambil ponselnya, mengetikan sesuatu disana kemudian terdiam, masih menatap pada Alice.






Ting!

Sebuah notifikasi pesan masuk di ponsel Anara, gadis itu meninggalkan Elcie yang tengah menyantap makanannya kemudian membuka pesan masuk tersebut dan membacanya. Helaan nafas lelah ia keluarkan seraya membalas pesan tersebut.

"Kenapa kak?" Tanya Elcie menyadari raut wajah Anara, gadis itu menoleh dan menggelengkan kepala.

"Cepetan abisin, kita ke ruangan Alice.." Elcie membulatkan kedua matanya dan tersenyum lebar.

Gadis itu mengangguk kemudian mempercepat suapannya, Anara terkekeh geli melihat tingkah gadis tersebut. Kekeuhannya berubah tawa saat melihat Elcie tersedak, tak berniat membantu hanya ingin puas menertawakan wajah Elcie yang memerah.

"Woles kali El.. "

"Ehehe.. Perih kak~.." Rengek Elcie menggemaskan, Anara terkekeuh kemudian berjalan ke arah ranjang Elcie. Ia mengisi kembali gelas yang telah kosong dan menyuruh Elcie kembali meneguk air tersebut seraya mengusap punggung sang gadis.

"Udah abis kak, yuk.."  

"Eits.. " Anara menahan tubuh Elcie yang bergeser ke tepi ranjang.

"Itu udah El abisin kak.."

"Minum obat dulu" Elcie mendesah lemas, ia menatap Anara yang kini menyiapkan beberapa butir obat di telapak tangannya.

"Ini, di minum semua, kak?" Kaget Elcie, Anara menggeleng.

"Buang aja!" Timpalnya asal, Elcie mengangguk kemudian melipat telapak tangannya dan bersiap untuk melemparkan obat-obat tersebut. Anara membelalak dan menahannya.

"Di minum, Elcie!"

"Kak Nara bilang, di buang, kan?" 

"Hah.. " Giliran Elcie yang terkekeuh mendengar helaan nafas berat Anara kemudian menelan semua obat dalam genggamannya.

Anara tersenyum kemudian menarik kursi roda dari samping ranjang, membantu Elcie turun dan terduduk seraya meyakinkan gadis itu telah nyaman dalam posisinya.

"Udah?"

"Udah kak, ayo cepet.." Gadis itu mendorong roda dengan kedua tangannya meski sedikit meringis karena luka di bahunya, nampak bersemangat untuk bertemu dengan kakak kembarnya. 

Senyuman Anara semakin lebar melihat hal tersebut kemudian membantu Elcie mendorong kursi rodanya.

Tak lama keduanya sampai di ambang pintu ruangan Alice yang memang terbuka. Anara menghentikan dorongan kursi rodanya di ambang pintu kala mendengar suara riuh dari dalam.

Elcie pun mengerutkan dahinya kemudian membelalak mendengar suara jeritan Alice.

"Alice.." Gumamnya pelan kemudian mendorong kursinya dengan sekuat tenaga masuk ke dalam ruangan. Anara pun dengan cepat masuk.

"Hiks.. Elcie.. Elcie mana hiks.."

"A-Alice.." 

Zanetta menoleh melihat kedatangan Elcie dan Anara. Elcie membawa kursi rodanya mendekat ke arah ranjang dimana Alice tengah menangis histeris dengan 2 orang perawat di sampingnya yang berusaha menenangkan.

"Alice.. " 

Alice menoleh, ia menghempaskan tangan para perawat dan turun dari ranjang kemudian memeluk tubuh Elcie.

"El hiks.. gue takut El.. "

"Alice.. G-gue disini, Al.."

"J-jangan tinggalin gue hiks.. jangan pergi dari gue.." Elcie mengeratkan pelukannya, mendaratkan kecupan di puncak kepala Alice dan mengangguk.

"Gue gak akan ninggalin lo.."

"Hiks.. gue sayang sama lo, gue cinta sama lo Elcie.." Elcie sedikit terperanjat kemudian menoleh pada kedua gadis di belakangnya.

Zanetta memejamkan kedua matanya sedangkan Anara terdiam kemudian tersenyum tipis pada Elcie, berusaha mengerti tentang perasaan kedua gadis tersebut. 

Anara melirik kekasihnya, ia merangkulnya dan mengajaknya keluar dari ruangan, terduduk di kursi ruang tunggu yang tak terlalu jauh dari ruangan Alice.

"Tta, lo gapapa?" Bisiknya seraya mengusap pundak Zanetta. 

"G-gue, harus apa sekarang?"

"Tentang Alice dan Elcie?" Zanetta mengangguk pelan, Anara menarik nafas dalam kemudian menggenggam tangannya.

"Apa lo masih mau pisahin mereka setelah lo liat kondisi mereka terlebih Alice saat ini?" Zaneeta bungkam, ia masih dalam pemikirannya.

"Gue tau pasti apa yang lo takutkan, Tta. Tapi bukannya cinta memang tak pernah mengenal apapun termasuk tali persaudaraan. Hubungan mereka terlarang sama kek kita dan semakin di tentang karena mereka saudara kembar."

"Lalu, kita bisa apa? Memisahkan mereka bukan jalan keluarnya, bahkan jika salah satu dari mereka mati, yang satunya pasti akan ikut mati. Lo paham kan?"

"Terus, gue harus gimana? mereka adik kandung gue dan saling mencintai melebihi saudara tapi apa gue bakal bisa nerima nantinya?" Lirih Zanetta.

"Untuk saat ini, biarin mereka menjalani kehidupan mereka. Alice butuh Elcie untuk sembuh begitupun sebaliknya. Lo gak mau kan kehilangan keduanya?" Zanetta mengangguk pasti dengan wajah sendunya, Anara tersenyum dan menarik tubuh sang kekasih ke dalam dekapannya.

"Ini berat buat lo tapi buat mereka juga dan gue ada disini buat lo juga Alice dan Elcie. Kita hadapi bareng-bareng ya, Tta?"

"Thanks Ra, makasih udah mau menerima gue dan keluarga gue. Makasih karena selalu menjadi topangan gue, gue sayang sama lo Anara.."

"Gue tau Tta, gue tau.." Anara terkekeuh membuat Zanetta ikut terkekeuh olehnya. Keduanya melepaskan pelukan, saling pandangan dengan senyuman manis kemudian memutuskan kembali masuk ke dalam ruangan sang adik.
























The Lamoera's (GxG) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang