"Hyun?" Panggil Sia setelah menyalakan mesin mobilnya.
Sia melihat Hyunjin yang masih terdiam dan tampak berpikir.
"Ah- iya." Jawab Hyunjin akhirnya. Dia masuk ke pintu penumpang disamping Sia.
Sia ingin bertanya namun begitu masuk ke mobil, Hyunjin langsung memalingkan wajahnya. Sia berpikir mungkin Hyunjin tidak nyaman dengannya karena permintaan mendadaknya untuk mengendarai mobilnya. Atau karena kejujuran Sia yang ingin menggandeng tangan Hyunjin. Atau mungkin karena seperti yang dikatakan Hyunjin― pria itu tidak nyaman dengan Sia, dinding kokoh sebagai batasan yang sejak awal diberikan Hyunjin padanya membuat Sia menyadari perasaan Hyunjin sejak awal padanya.
Sedangkan Hyunjin, dia memilih menatap jendela sampingnya karena terlalu malu mendeskripsikan perasaannya yang tidak dia mengerti. Sia memberinya kebahagiaan namun Sia juga memberikan ketidak-tenangan. Sia memberinya harapan namun Sia juga memberikan keraguan. Sia memberikan kenyamanan namun Sia juga memberikan ketidakpastian. Entah mana yang dengan serius ingin Sia berikan pada Hyunjin yang mulai merasa ketergantungan pada kehadiran Sia.
Selama perjalanan ke galeri, mereka hanya saling diam. Bahkan saat sampai di galeri, Hyunjin langsung melepas seatbeltnya tanpa menoleh― tanpa satu katapun. Mereka masih hanya saling diam dan belum mengatakan apapun.
Sia menyadari sikap Hyunjin yang langsung melepas seatbeltnya tadi, menjadi semakin yakin bahwa Hyunjin tidak nyaman dengannya. Lalu untuk apa Hyunjin memberi harapan tadi? Untuk apa sikap malu-malu seakan menunggu kehadiran Sia?
"Turun duluan saja, Hyun." Sia memberi ketegasan.
Cukup. Sia mengatakan itu berkali-kali di hatinya selama perjalanan. Dan semakin yakin setelah Hyunjin sama sekali tidak menoleh dan bahkan langsung melepaskan seatbeltnya seakan dia sudah sangat tidak bisa bertahan didekat Sia. Karena itu Sia merasa harus memberi ruang untuk Hyunjin.
Tiga hari ini, mungkin Hyunjin tertekan karena sikap Sia. Gadis asing yang tiba-tiba menyatakan perasaannya di depan semua orang, gadis aneh yang memilih mengikutinya pulang dengan bus padahal dia membawa kendaraan pribadi, gadis murahan yang mencuri ciumannya di tengah-tengah kegiatan mereka. Ya― Mungkin Hyunjin muak dengannya. Batin Sia.
Gadis itu mengambil nafas pelan lalu berkata lagi, "Kita— pisah disini saja."
"Terserah kamu mau apa setelahnya." Kata Sia tenang. Meski hatinya sedang terluka. Dia meyakini sikap Hyunjin adalah penolakan akan perasaan Sia dan bukti ketidaknyamanannya pada Sia.
Hyunjin menoleh pada Sia. Bermaksud menanyakan perkataan Sia. Namun dengan cepat, Sia melepas seatbeltnya dan turun dari mobil. Meninggalkan Hyunjin yang masih kebingungan di dalam mobil Sia.
Pria itu pun semakin bingung dengan sikap gadis itu. Dia tadi segera melepas seatbeltnya karena ingin segera menghadap ke arah Sia untuk menanyakan ketidaknyamanan yang mengganjal di hatinya. Namun— Sia salah paham. Dan itu karena sikap diam Hyunjin sendiri. Hyunjin menyadari hal itu. Hyunjin memilih segera turun dari mobil.
Namun Sia langsung mengunci pintu mobilnya dan pergi melangkah ke pintu masuk galeri tanpa menunggu Hyunjin mendekat ke arahnya. Meninggalkan Hyunjin dengan banyak pertanyaan tentang perubahan sikap Sia yang selalu semendadak ini.
Sia tersenyum pada dirinya sendiri sebelum melangkah masuk ke galeri. Dia ingin menenangkan diri dan memperbaiki moodnya sebelum melihat hal-hal yang dia sukai. Dia ingin bahagia sebelum memaknai arti setiap sapuan kuas dan tetesan tinta di setiap kanvas.
Gadis itu masuk ke dalam galeri. Harum khas galeri menyambut kedatangan Sia, membuatnya langsung tersenyum. Bau cat minyak, cat air, tiner, bahkan bau kanvas membuat Sia bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Untold
Fiksi PenggemarDi depan orang yang mencintaiku, aku bahkan tidak bisa mengatakan bahwa aku mencintainya Itu menyakitkan Aku tak tahu seperti ini adanya Karena jantungku yang berdebar kencang di hadapanmu Itu membuatku ingin menghela nafas tanpa alasan Air mata yan...