/01/

8.5K 302 2
                                    

Jakarta

"Ya, lo sama Yara yang berangkat"

Fabian menghela nafas kemudian menatap sahabatnya dengan jengah, "What on earth are you doing, Kay?"

Mikail Delano yang sedang duduk santai mengunyah potongan muffin yang sempat dia beli di breadtalk tadi hanya melirik sesaat, "Makan"

Lelaki berdasi hitam itu kemudian melanjutkan bacaannya dan tidak menggubris sahabatnya

"Fibonacci? Lo mau invest apaan, Bi?"

Dengan terpaksa Fabian menelengkan kepalanya pada Kay yang sudah berdiri di sebelahnya, "Stay away from me"

"Kalo lo mau, gue bisa kok kasih saran yang bagus buat investasi" lanjut Kay tidak peduli

Fabian memejamkan matanya beberapa saat sebelum akhirnya menghela nafas karena Jesara tiba-tiba saja membuka pintu dan duduk di hadapannya

"Flight to Berlin, then we go to London. Right, cousin?" Ucap gadis itu kemudian tersenyum pada Kay yang sudah asik mengunyah Muffinnya kembali

"I don't have time for that. Kalian aja kenapa?"

Kay menggeleng tidak setuju, "Mungkin lo gak tau kalo gue lagi pdkt disini. Berusaha mencari istri sebelum Arthur Delano bersatu sama tanah"

"Your mouth ya, itu bokap lo yang lagi lo omongin"

Jesara terkekeh dan mendekatkan wajahnya pada wajah Fabian sampai dia berbisik lembut untuk menggoda lelaki itu, "Kita butuh liburan, sayang"

"Ough lovebird, get a room please, guys. There's Jomblo over here" tegur Kay ketika Jesara melumat pelan bibir Fabian

Fabian menjauhkan dirinya kemudian menghampiri Kay yang sudah akan keluar dari ruangannya, "Are you sure about this?"

Kay melirik Jesara dan mengalihkan pandangannya kembali pada Fabian, "You said you want her, i'll give you time. Dan jangan lupa titipan gue"

"Terus lo disini ngapain?"

Lelaki di depannya itu mengerjap beberapa kali kemudian tertawa pelan, "Nemenin Dias ngejalanin hotelnya"

...

David Iris sedang sibuk dengan beberapa proposal ketika asistennya masuk dan berdiri di hadapannya, "Hm, ada apa Elle?"

"1 jam dari sekarang Bapak ada meeting dengan Handoko grup, perwakilannya sudah menuju kemari 15 menit yang lalu. Jam 3 nanti bapak ada interview untuk majalah, di postpone atau dilanjutkan saja?" Kemudian Elle menyiapkan ipadnya sambil menatap datar David yang sedang terlihat membaca lembaran di tangannya

David mengangguk sesaat, "Di jadwal ulang sekalian sama pemotretan majalahnya. Lalu, saya mau kamu reservasi di butik Irina, buat atas nama adik saya Diva dan temannya, Inggrita"

Gadis itu mengulang kembali ucapan David dengan menyebutkan dengan singkat nama dan jam yang David inginkan kemudian kembali menatap atasannya, "Ada lagi, Pak?"

"Kamu cek presentasi Handoko Group minta kirimkan email"

Elle mengangguk kemudian mempersilahkan dirinya sendiri keluar dari ruangan David dan kembali duduk ke mejanya. Mulai berkutat dengan permintaan David.

"David sedang sibuk atau?"

Gadis itu menoleh pada suara berat yang tiba-tiba datang menghampirinya, "Oh, Pak David ada di dalam. Saya tanyakan dulu free atau tidak. Dengan Bapak siapa?"

Lelaki itu kemudian melirik sekilas dan menghela nafas, "Fabian Wijaya, bilang saja urusan pribadi sangat darurat"

"Pak Fabian Wijaya, ingin menemui anda" kata gadis itu dengan ragu dan melirik Fabian, "Baik, Pak" lalu meletakkan gagang telepon dan mempersilahkan Fabian menuju ruangan bosnya

"Jadi? Saya bisa masuk sekarang?"

Elle mengangguk dan melihat pria itu segera melangkah menuju ruangan atasannya. Ada yang aneh dari pria tadi, Elle menyukai wangi musk pria itu yang masuk ke indra penciumannya.

...

Fabian sadar ketika dia menghampiri ruangan David ada pandangan seorang gadis yang mengikutinya. Mau tidak mau akhirnya dia berbalik menuju meja yang tadi sempat ia lewati.

"Terimakasih..." ucapan pria itu terhenti karena melihat sekertaris Davidyan Iris sudah menatapnya dengan tatapan bingung

"Elle, Pak Fabian" ucapnya kemudian tersenyum

Fabian mengangguk dan menaikan satu sudut bibirnya, "Mungkin saya akan menyandera atasan kamu selama setengah jam, bisa pastikan tidak ada yang masuk?"

Elle menghela nafas, "Kecuali kalau Pak Sebastian yang masuk saya tidak bisa menahannya, Pak" kata gadis itu kemudian tersenyum

...

London


"Aku dengar akhir-akhir ini kau mencari desain baru untuk kantor kita?"

Marvelino Lusson mengangguk dengan cepat kemudian menatap salah satu personil bandnya yang sudah berdiri di depan meja hitamnya, "Bosan. Apalagi untuk kantin dan basement dibawah, rooftop juga boleh"

Daniel Baxter adalah salah satu gitaris yang paling dipuja saat ini, tapi tetap saja wajah penasarannya adalah hal yang membosankan untuk dilihat pada pagi hari bagi Marvelino

"Apa ada rekomendasi? Kemarin aku sudah tanya pada temanku dan ternyata ada salah satu arsitek yang sedang naik daun, dan satu kampus dengan temanku"

"Biar kutebak. Perempuan?"

Marvelino, atau Leon, mengangguk dan kemudian bangkit dari duduknya untuk menghampiri temannya, "Beberapa hari lagi, kau bisa melihatnya"

"Kau merekrutnya?" Tanya Danny sedikit penasaran

"Iya, kulihat dia cukup bagus"

"Please, siapa namanya? Aku tidak mau kau menjadikannya salah satu koleksimu lagi dan berakhir mengerikan untuk image band kita"

Marvelino tertawa kecil, "Tenang saja, bung. Jangan lupa kalau aku sekarang punya andil dalam bidang papparazzi itu"

"Ingat yang terakhir? Yang hamil anakmu?"

Leon menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil

"Kau selalu membuatku sakit kepala Lusson. Ibu mu pasti membenci ini"

Seketika wajah Leon berubah saat Danny menyebut satu kata yang ia benci setengah mati

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang