/29/

1.8K 141 7
                                    

"What the hell is this?"

Jesara tersenyum simpul lalu memainkan jarinya dengan satu cincin di jari manisnya, "Invitation. I'm getting married"

"Oh" kata Fabian lalu melempar undangan itu entah kemana

"Jangan di buang dong" ucap Jesara tidak peduli dan tertawa pelan, "Kamu perlu itu buat masuk ke pesta aku. Dan kamu bawa pasangan ya. Aku mau liat sebahagia apa kamu jadi sahabat aku di hari pernikahan aku"

Fabian memutar tubuhnya untuk menatap Jesara kemudian tertawa, "Yah, kalau kamu nikah sama Leon aku bukannya bahagia Yara..."

Perempuan itu menatap dengan bingung lalu berdehem untuk meminta penjelasan

"Dia sama brengseknya sama aku. Jadi jangan harap bisa bahagia sama laki-laki macam Leon"

Jesara baru saja akan membalas Fabian tetapi Fabian berkata lagi kepadanya dengan nada yang sarkas

"Dan kalau pernikahan ini cuma pura-pura buat kehamilan kamu. Aku tau itu Yara. Jadi jangan sampai ada orang lain yang sadar akting kalian..."

Jesara menghela nafas lalu duduk di hadapan Fabian yang kembali menatap lembaran di depannya. Laki-laki itu selalu tahu tentang dirinya, "Semua persiapan pernikahan kita aku pake buat aku nikah sama laki-laki lain, Bi"

"Bagus dong. Gak sia-sia kamu nyiapin itu semua dari kemaren berarti..."

Jesara menunduk sebentar dan menatap Fabian kembali, "Kamu gak pernah serius sama aku, kan?"

Fabian yang merasa terganggu lalu menatap Jesara kembali dan melepas kacamatanya, "Kamu jadi mellow begini karena hamil ya?"

Jesara mengangguk pelan lalu menatap laki-laki itu dengan raut wajah mengharapkan jika laki-laki itu mengerti perasaannya, "Maaf kalo aku sudah jahat sama kamu, Bi. Tapi tunggu aku bisa? Itu juga kalo kamu beneran sayang sama aku..."

Fabian menghela nafas, "Yara..."

"Tapi aku selalu ngerasa kamu gak pernah sayang sama aku, Bi..." Jesara menelan ludahnya untuk melanjutkan kata-katanya, "Aku cuma ngerasa kamu butuh aku disaat kamu ketakutan aja. Disaat kamu sendirian aja. Disaat kamu butuh temen bicara aja. Kamu gak sayang sama aku, Bi..."

"Bukan begitu Yara..." Fabian menyela gadis itu tetapi Jesara tetap melanjutkan kata-katanya

"Kamu cuma butuh aku. Kamu takut sendirian, kamu takut gak ada yang tulus sama kamu karena kamu anak tunggal Wijaya. Kamu ketakutan, Abi. Kamu gak pernah sayang sama aku..."

Fabian merasa tidak nyaman dengan situasi yang dihadapinya lalu menghela nafas dan menatap Jesara yang sudah menatapnya di kedua bola matanya

"Aku tau kamu selalu menghindar kalau aku tanya soal hubungan kita. Aku tau kamu gak pernah bilang siapa-siapa tentang kita..." Jesara menghela nafas, "Aku selalu coba bikin kamu cemburu tapi hasilnya aku sampai bosan karena sadar kamu gak bisa cemburu. Kamu selalu sibuk kerja, sama anak-anak. Tapi kamu gak pernah ada waktu buat aku. Sampai akhirnya aku milih buat menikmati hubungan kayak gini dan jadi begini"

Perempuan di depannya menunduk kemudian menatapnya kembali dengan mata berair yang menjelaskan kalau gadis itu merasakan sakit yang dipendamnya cukup lama

"Mungkin kamu cuma takut gak ada yang bisa nerima kamu apa adanya Fabian..."

Fabian mencoba menggenggam tangan Jesara tapi kemudian gafis itu berdiri dan memberikan senyum kepadanya

"Mungkin aku yang selama ini takut sendirian sampe nahan kamu yang sama sekali gak sayang sama aku"

"Yara..."

"Maaf ya, Abi"

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang