/15/

1.3K 127 8
                                    

Danny berdiri tidak jauh dari makam teman kecilnya. Melirik beberapa orang yang tidak dia kenal dan matanya menangkap pergerakkan Jesara yang tidak menangis, melainkan menatap satu-persatu pelayat seperti mencari sesuatu.

Laki-laki di sebelah Jesara, merangkulnya dan memakai kacamata hitam membuat Danny penasaran dengan sosok laki-laki itu. Mungkin itu tunangan Jesara, Danny tidak ingin terlalu terlibat dengan masalah cinta mereka.

Menunggu beberapa saat kemudian Danny menghampiri Jesara dan menyalami gadis itu, "You're not crying.."

"No need to crying in here. Kamu kenal sahabat aku Danny? Atau kamu tau siapa yang membunuh dia?"

Fabian mengeratkan rangkulannya kemudian menatap Danny, "Sorry, Jesara sedang berada salam keadaan tidak stabil, hum... Danny"

Danny menyalami Fabian kemudian mengangguk pelan, "Aku kenal Dallas dan Inggrita, kebetulan. Aku turut berduka. Kalau kalian bertemu Dallas, tolong sampaikan salamku. Aku tidak menemukannya disini"

"Of course you can't. Dallas sedang..."

Fabian menyela ucapan Jesara dengan berbicara pada Danny, "Thank you, Danny. I will. Kami permisi dulu.." kemudian mengajak Jesara melangkah menuju mobil mereka

"Kenapa? Aku salah apa lagi?"

"Kamu tau kamu bisa nangis sesuka kamu, Yara. You have me to cover you..."

"Oh, mana bisa aku nangis kalau tau sahabat aku meninggal dalam keadaan gak wajar and nobody want to tell me what is going on. Screw you guys, i hate all of you..."

Fabian menarik perempuan itu ke dalam pelukannya. Mencium puncak kepala Jesara dan setelah itu membukakan pintu mobil untuk Jesara, "Kamu istirahat... Kamu sedang marah, Yara"

Jesara menatap Fabian, tapi kemudian memasukan dirinya sendiri ke mobil dan duduk dengan berkali-kali menghentakkan kakinya, "That girl, she's just nice. She was warm, she was bright. She was everything..."

Fabian mendengar getaran pada nada bicara Jesara, melirik gadis itu yang memandang kearah jendela melihat keramaian orang-orang yang sudah mulai meninggalkan pusara sahabatnya.

"Inge itu, dunianya Inge itu... Inge cuma terlalu polos buat orang-orang macam kita..."

Fabian bisa mendengar Jesara menangis. Yah, dibanding jika perempuan itu marah-marah seperti kemarin sampai barusan. Lebih baik jika Jesara menangis. Setidaknya Fabian masih bisa menemukan sisi perempuan di sosok Jesara.

...

"Did you see that?"

Elle menoleh pada arah yang ditunjuk Caesar. Dirinya dan Caesar sedang mengantri untuk menyalami kedua bos mereka yang sepertinya masih akan sibuk beberapa menit kedepan karena David menenangkan Diva sementara Sebastian merangkul Anita dalam pelukannya.

"Oh, jadi Pak Fabian itu sama Jesara Salvia. Tutup kemungkinan lo sama doi..."

"Oh, please Sar. Ini funeral dan lo masih sempat-sempatnya bahas itu?" Kata Elle setengah berbisik dan memandang tajam Caesar

"Sorry tapi gue memang gak punya cukup hati buat ikut berduka..."

Elle melotot dan menggeret paksa Caesar untuk menjauhi kerumunan. Setelah menatap Caesar dengan tatapan intimidasi terbaiknya, Elle mulai berbicara, "Cukup obsesi lo sama Pak Fabian. Bener kata Pak David, he's out of our league"

Caesar mengangguk kemudian memandang sekeliling

"Dan kita sedang ada di pemakaman anak Pak Sebastian yang otomatis saudaranya Pak David. Seenggaknya lo harus keliatan cukup berduka, mana tau lo diangkat jadi head manager..."

Caesar menyela ucapan Elle dengan tenang, "Seumur hidup jadi asisten mana pernah bisa jadi manajer, sweety. Udahan ah, kita salaman terus balik. Gue jamin habis ini kerjaan kita makin numpuk..."

"Ayo salaman dulu..."

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang