/45/

1.6K 123 1
                                    

Jesara masih berkutat pada pikirannya mengenai ucapan Leon untuk mengangkat janinnya. Hah benar saja? Dia tidak perlu melalui semua ini kalau saja dia tidak hamil kan?

Sialan semua orang yang sudah membuatnya melalui semua ini. Dan apa katanya tadi? Dia harus operasi. Yang benar saja? Jesara bukan perempuan yang akan bersedih hanya karena berita itu. Buatnya, hal-hal seperti itu tidak akan mampu membuatnya mengeluarkan setetes air mata.

Hanya pemikirannya mengenai betapa bodohnya dirinya untuk menikahi Leon karena kehamilan yang justru tidak dapat dipertahankan sama sekali. Bisa, kata dokter bisa. Tapi pertaruhannya terlalu besar.

Sialnya, ego seorang Jesara sudah terlalu terluka dan merasa marah sekali dengan keadaannya. Bahkan siang itu, beberapa pegawainya mendapatkan omelan karena kesalahan mereka yang terbilang kecil.

"Baru juga saya kembali ke kantor, ya. Baru juga saya libur sebentar! Begini kerja kalian! Goblok jangan di pelihara! Sana kerjakan sampai benar! Saya tunggu satu jam!" Omel Jesara sambil merobek desain dengan ukuran a0 itu bagaikan merobek kertas yang tidak terpakai.

"Tapi bu, desainnya..."

"Blueprint dalam waktu dua jam! Maket buat Pak Januar mana?! Kenapa berantakan banget kerjanya?!"

Ketika Jesara sedang mengeluarkan semua sumpah serapah yang berada dalam kamus kehidupannya, Mikail masuk dengan menautkan alisnya dan mengisyaratkan pegawai Jesara untuk meninggalkan mereka berdua

"Gue lagi gak butuh lo, Kay. Kenapa lo dateng ke kantor gue sialan?!"

Kay menaikkan satu alisnya dan berjalan tidak peduli kemudian duduk di kursi panjang yang menghadap jendela besar, "Gue tau masalah lo. Gue kesini mau bahas perusahaan kita, tapi lo malah ngedamprat pegawai lo..."

Jesara menggulung lengan kemejanya lalu mulai memeriksa beberapa desain yang sedang di kerjakannya, "Yah, semua anak-anak dibawah itu bodoh ya Kay. Gue tinggal sebentar aja desainnya berantakan, overload lah, overbudget. Kalo kayak gini, merugi gue"

"Bukan, maksud gue lo lagi melampiaskan marah lo ke orang-orang yang salah. Nanti mereka marah juga ke orang lain dan berlanjut gitu terus. Lo kadang gak pake otak ya kalo marah"

"Oh, gu pake otak dong. Gak kayak lo. Bagus gue marahin biar bisa lebih baik daripada gue diem dan kerjaan mereka bikin gue kehilangan klien. Sama aja nanti image mereka juga yang jelek..."

Kay mengedikkan bahu akhirnya kemudian menanyakan hal yang sama sekali tidak ingin Jesara singgung siang itu, "Leon bilang diangkat?"

"shut, up!" Jesara masih berusaha fokus dengan angka-angka yang berada di hadapannya, tidak menghiraukan Kay yang sudah berdiri mendekatinya

"It's okay, Ra kalo masih marah. Tapi adik gue yang lo nikahi dan sudah berpikir lumayan keras buat kesehatan lo. Seenggaknya lo bisa kasih sedikit perhatian ke Leon"

Jesara hanya mendecih beberapa saat kemudian dia terdiam, "Kenapa lo baik sama Leon, Kay? Seinget gue lo itu haus kekuasaan dan kasih sayang. Besok kiamat ya? Kok lo mau adik lo yang ambil perusahaan Delano. Seriously you're just become another idiot i've ever knew"

Kay menghela nafas dan melirik ke arah meja kerja Jesara yang cukup berantakan, "You know? Mungkin Leon gak pernah cerita tapi RDY itu perusahaan bokap sama nyokap dia. Dan lagipula gue gak berminat sama Delano akhir-akhir ini..."

"Kenapa? Hilang selera lo? Lo udah gila ya gila aja Kay. Mending gila harta daripada gila perempuan..."

Kay mengangguk setuju dan melihat Jesara menarik garis lurus diatas kertas roti dan membentuk sebuah muka bangunan yang sangat rapi. "Well, rugi juga sih kalo gila perempuan. Back to topic Jesara. Leon gak pernah cerita kenapa dia benci Mamanya?"

"Urusan dia, mau cerita kapan. Gue sih ikut aja..." Jesara menarik kertasnya kemudian menampilkan desain itu kepada Kay, "Gimana? kantor baru Phillos"

Kay mengangguk menyetujui, kemudian dengan langkah pelan dia bertanya kembali pada Jesara, "Pernah penasaran sama hidup suami lo atau rahasia kecilnya?"

"Nope... Wasting time karena Leon gak suka di ganggu privasinya..."

Kay mengangguk pelan, "Peringatan meninggal nyokapnya sama saudara gue yang lain barengan Yar. You know what to do..."

Kay meninggalkan Jesara dengan gumaman perempuan itu yang mengiringinya, "Menurut lo gue mesti ngapain? Ikut berkabung? I don't even know her..."

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang