/38/

1.6K 123 2
                                    

"Enak sekali kamu dapat saham dari Arthur..."

"Bukan dapat nyonya, itu namanya memberikan saham yang memang sudah seharusnya menjadi milik saya..."

"Lalu kamu mau tetap disini?"

Leon berpikir sejenak. Sebenarnya dia sudah sangat ingin kembali ke London karena bandnya yang ia tinggalkan harus meluncurkan album baru. Tetapi disisi lain, makam ibunya belum bisa dia pindahkan karena Arthur mengatakan tidak dan melarangnya melakukan hal itu. Belum lagi tiba-tiba dia dan Kay menjadi pemegang saham utama dan Kay yang belum mau menempati posisi direktur.

Dan Jesara. Perempuan itu pasti menolak mati-matian untuk pindah ke London dengan alasan kehamilan.

"Yara apa kabar?"

"Tumben tanya..."

Laura menghela nafas dan kemudian melirik kenarah tangga ketika suaminya turun dengan tergesa-gesa

"Apa kalian tidak bisa bicara baik-baik sebentar saja?" Tanya Arthur lalu duduk di kursi yang selalu ia tempati selama bertahun-tahun di rumah utama miliknya

"Euh? Kenapa dia tinggal di Jakarta sekarang?" Tanya Leon sambil menunjuk Laura

"Dan kenapa kamu gak balik ke London Leon? It's getting crowded in here" sinis Laura

Arthur menghela nafas kemudian menyeruput tehnya sambil melirik dua orang di sampingnya, "hmmmm"

"Don't try to blame me for that, pada dasarnya kalian yang membuat rumah kami penuh..." Kembali Leon menunjuk Laura dengan kesal

"Oh, iya? Bagian mana dari rumah ini yang menjadi milik kamu Leon?" Kali ini Laura menatap dengan tajam kepada Leon mengisyaratkan laki-laki itu untuk meninggalkan yang dia inginkan di rumah ini

Arthur kembali menatap dengan tenang setelah meletakkan cangkirnya dan tertawa pelan, "Wah, kalian selalu jadi pasangan debat paling panas di rumah ini"

Laura membanting begitu saja garpu dan sendoknya lalu berjalan meninggalkan kedua orang itu dengan kesal. Menaiki tangga lalu menghilang dari pandangan Arthur yang bingung

"Kenapa kamu bisa menerima Kay sedangkan Laura tidak Leon? She's my wife, dan ibu kamu juga"

Leon memutar matanya dengan malas lalu mengolesi rotinya sendiri dengan saus dan mayonaise, "Like hell i care"

"I was in love with your mother, she's the one i can't replace..."

"Oh, my God. For the curse of being handsome, are you gonna keep forcing me to like her?" Tanya Leon dengan jenuh

"As long as i breath, yeah. Jadi kenapa kamu menikahi keponakannya?"

Leon lebih memilih mengunyah rotinya dibanding menjawab pertanyaan Arthur yang membuatnya kesal setengah mati

"Jesara itu agak keras, ehm. Bukan agak sih, lebih benernya keras banget. Dia terlalu keras sama dirinya sendiri, Leon. I'm start thinking she's like your mother..."

"Oh, please enough..." Kata Leon dengan cukup muak

Bukan Arthur namanya kalau dia tidak suka bercanda dengan putranya apapun kondisi mereka, sehingga Arthur tetap berbicara pada Leon, "Jesara itu, yah mirip juga sih. Kita punya selera sama ya... As expected, you are my son"

"Ngomong terus, mau di lempar botol saus ya?"

Arthur memegangi dagunya lalu berkata, "Wajah tampanku..." dengan memasang wajah sedih sedemikian rupa

Leon yang merasa jijik kemudian menancapkan garpunya pada potongan rotinya lalu menatap Arthur dengan beringas, "Benar-benar Pak Tua, aku kesal denganmu. Garpuku sudah dari tadi tergelincir ingin menikamu"

Sehingga sepanjang sarapan itu, Arthur terus saja menggoda Leon dengan kata-kata manjanya seperti yang biasa dia lakukan kepada Kay. Dan Leon yang menghindar dengan cepat lalu menatap tajam pada Artur.

Leon berusaha menahan diri agar tidak meninggalkan rumah itu dengan cepat karena Arthur mengatakan akan membawanya ke makam perempuan yang paling Leon benci karena meninggalkannya di dunia ini sendirian.

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang