/73/

1.3K 122 3
                                    

Ketika memikirkan perkataan Dias di kantornya. Jesara benar-benar merasa bingung. Jangan pikir dia tidak punya hati. Ada, masih ada. Dan hanya akan dia bagi kepada orang yang tepat. Tapi sialnya dia baru menyadari kalau separuh hatinya bahkan sudah diambil tanpa sadar oleh Fabian Wijaya. Satu-satunya laki-laki yang membuatnya hidup selama ini.

Jesara memaki dalam hati menyadari dirinya yang mulai puitis dan berbau romansa anak muda ketika menyadari perasaannya untuk Fabian. Sialan. Laki-laki itu sudah menikah dengan seorang perempuan yang tidak sebanding dengan dirinya. Itu adalah hal yang paling membuatnya marah. Setidaknya, Fabian harusnya memilih perempuan yang lebih atau diatas dirinya.

Tapi laki-laki itu malah menikah dengan Elle. Semua hal tentang perempuan itu yang jauh dibawah Jesara membuatnya marah. Marah karena perempuan sesederhana itu bisa menarik perhatian seorang Fabian Wijaya.

Panik. Jelas. Karena sampai saat ini Jesara masih tidak menemukan alasan kenapa Fabian menikahi perempuan itu dan tidak menceraikannya sampai sekarang. Peduli setan dengan rencana laki-laki itu. Nyatanya, akan selalu ada saat dimana Fabian pulang dan bertemu dengan perempuan yang menyandang status sebagai istri sahnya dan berhak atas laki-laki gila yang dia pikirkan setiap hari.

Jesara memijit keningnya kemudian mendengar pintu terbuka menampilkan sosok Leon yang masuk dengan tenang kemudian menatap Jesara yang sudah sibuk dengan laptopnya.

"Hai, beloved wife. Nunggu suami pulang?"

"Le..." Sapanya dan kemudian duduk. Tahu benar jika suaminya itu akan pergi karena Leon sama sekali tidak mengganti kemejanya, "Mau kemana?"

"Rumah Arthur Delano. Apartemen. Ke kantor..." Jawab santai Leon sambil memberikan tatapan yang sangat ramah membuat Jesara muak melihatnya

"Ini malem..." Ucap Jesara kemudian membantu laki-laki itu merapikan dasinya, "Le..."

"Kenapa? Si tua bangka minta aku pulang ke sana ambil berkas lalu mampir ke kantor untuk cek beberapa barang di brangkas. Aku ke apartemen buat cek barang aku yang ketinggalan..."

Jesara mengangguk kemudian, "Le kapan kita punya waktu berdua?"

"Apa?" Tanya Leon dengan bingung, "I don't think i have time for you, Jesara. Tidak sebelum kamu memutuskan kemana hati kamu mau pulang. Aku atau Fabian"

"Kamu..."

Leon menoleh dan melihat perempuan itu berdiri didekatnya. Sangat dekat sampai Leon bisa mencium aroma mawar dari perempuan yang notabene istrinya tapi tidak bisa dia sentuh itu

"Kamu... Kemana hati kamu mau pulang?"

Mereka diam. Leon tidak tahu mau menjawab apa ketika perempuan itu menatapnya dengan datar dan sama sekali tidak ada perasaan disana.

"Kita tahu kemana hati aku... Tapi kamu..."

Leon mengangguk kemudian, "Aku ada dimana disetiap kamu cari aku, Jesara"

Jesara terdiam. Kali ini dia dengan jelas mengetahui apa maksud sikap Leon selama ini padanya.

"Jadi gimana? Aku harus gimana?"

Sial. Jesara mengumpat sekali lagi dalam hatinya. Benar kan? Leon bukan laki-laki yang bisa dia ajak bicara dan diskusi. Laki-laki ini adalah hal yang harus Jesara hindari seumur hidupnya. Bukan karena laki-laki ini akan membuat dirinya sakit hati atau karena laki-laki ini akan meninggalkannya

"Menurut kamu, hati aku harus pulang kemana?"

Tapi karena Leon sudah membuatnya mendapatkan semua karmanya selama ini. Laki-laki ini sudah memainkan perannya menjadi Jesara yang dimiliki Fabian. Dan membuat Jesara memainkan peran Fabian yang dimiliki Jesara. Membuat Jesara sadar dengan kebodohan dan semua sikapnya. Membuat Jesara sadar kalau apa yang dia kejar di Fabian adalah semua hal yang bersifat tidak menentu. Semu.

Tapi disisi lain, membuat Jesara sadar apa yang Fabian inginkan darinya.

"Hah sial, Leon. Pergi sana!"

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang