/14/

1.3K 133 13
                                    

Satu jam yang lalu, Yara mendaratkan kakinya di kediaman sepupunya, Mikail Delano. Sudah ada beberapa sahabatnya duduk di sekiar ruang makan. Gadis itu melempar higheelsnya dan mengejutkan semua orang

Surila yang terisak menoleh dengan segera dan semakin histeris ketika Yara melangkahkan kakinya secara tidak anggun ke arah mereka

"Just why on earth she died like that?!" Pekik Yara dan menarik kerah baju kakaknya dengan paksa. "I've told you guys jangan sampai Inge kenapa-napa. Why you killed her?"

Julian memeluk adiknya tetapi gadis itu menjauhkan tubuhnya dan memandang kearah Nuha. "Fuck it Nu. Kenapa lo gak bisa jaga Inge hah? Lo terlalu sibuk sama permainan lo? Just why you let her die?!"

"Lo pikir gue mau kehilangan sahabat gue?!" Bentak Nuha. Setengah berteriak kepada adik iparnya kemudian menampar wanita itu, "Lo sendiri kemana selama ini?!"

Jesara mengatur nafasnya dan menelan ludah lalu terduduk di sofa dan memandang seisi ruangan itu dengan nyalang, "Just why... Kenapa sih dia bego banget pake acara mati segala?!"

"Language Jesara. Jaga ucapan kamu itu!" Bentak Julian, "She died, okay? There's nothing in this world could bring her back!"

"Oh, ada! Kita pake aja jampi-jampi. Gue gak mau ya, kehilangan seorang Inge dengan cara seperti ini. This is ridiculous! Bring her back to me!" Kata Jesara sambil menunjuk Nuha dengan telunjuknya

"Lo harusnya marah sama dua sepupu lo, Yara..." ucap Nuha pelan

"Tenang aja. Semua ada gilirannya dapet makian dari gue. Mana pula si bajingan Kay?! Mau mati juga dia?! Kenapa gak dia aja yang mati!"

Julian menghela nafasnya lalu terduduk, "He's sleeping right now" melihat pergerakkan Jesara, lelaki itu menambahkan ucapannya, "Tapi gue yakin dia lagi berusaha bunuh diri"

Brak! Brak! Brak!
Tiga tendangan. Tidak terjadi apa-apa pada pintu yang Jesara tuju. "Kay! Keluar lo sialan! Lo apain Inge kecil gue?! Sialan, Kay! Kaaaaay!"

"Perlu kita kasih tau kalo saudara lo yang lain..."

Julian memandang tajam istrinya dan perempuan itu mundur kembali duduk pada tempatnya semula. "Duduk disini Yara..."

"Shut up you people! Dasar orang-orang gak berguna lo semua. Lo semua gak tau apa yang bikin gue semarah ini..." maki Jesara dan sekali lagi menendang pintu di depannya

...

"Malia tidur..." ucap Dallas dan menghampiri Fabian yang sudah duduk di dekatnya

"I'm sorry for your lost..."

Dallas mengangguk, "Jesara?"

"Gue yakin dia masih histeris sama cara dia sendiri. Jadi lo..."

Dallas memotong ucapan Fabian dengan satu jarinua yang terangkat. Melirik sebentar ke arah Clarin yang sudah berjalan memghampirinya, "Thanks, for everything man"

Fabian menghela nafas, "It's nothing, dude. Lo bisa kapan aja andelin gue"

"Lo sama Jesara gak kerepotan kan jaga dia?"

Fabian menggelengkan kepalanya, lalu laki-laki itu melihat Clarin memasuki kamar Malia dan menangis cukup kencang, "Sekalian latian kalo kami menikah nanti"

"Jangan kayak gue, Bi" nada laki-laki itu lebih dalam dan lebih menyedihkan dibanding dengan usahanya menampilkan wajah setenang mungkin

"Let me know if you need anything" kata Fabian lalu menepuk bahu sahabatnya dengan pelan

"I need her back, could you...?"

Fabian terdiam dan menunduk. Bukan ingin menangis tapi lebih kepada terdiam karena tidak tahu harus mengatakan apa. Sahabatnya sudah terlalu lama menyimpan semuanya sendiri.

Dalam asmara, mereka berdua dalam posisi yang sama. Dallas mengatakan sesuatu sehingga akhirnya Fabian mengangguk sekali lagi

"Jangan coba-coba kayak gue, Bi. Kalo lo gak mau kehilangan lebih parah dari gue..."

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang