/71/

1.4K 108 10
                                    

"Masih sama Jesara dia?"

"Masih. Kamu kapan pulang?"

"Kapan-kapan"

"Jangan mulai menyebalkan deh, Le"

"Kapan aku menyebalkan? Aku masih malas pulang ke Jakarta karena Laura ada di Jakarta entah sampai kapan. Tunggu dia balik ke bali dulu baru aku kesana"

Elle tidak menjawab kemudian. Dia hanya menghela nafas lalu kembali menatap layar monitornya dan mengetikan beberapa kata, "Istri kamu kayaknya seneng ya bisa bebas selingkuh gitu"

"Dan aku tebak, kamu kesepian karena gak punya temen bercinta kayak aku..."

Elle terkekeh, "Ya..."

Leon tertawa, dengan nada nyaringnya dan kemudian berkata kembali, "i'll come. Nanti tapi. Kamu dimana?"

Elle menatap sekeliling kamarnya, masih terlalu pagi untuk bangun dan melakukan semua aktivitas melelahkan. Tapi dia mengingat kebiasaan yang harus dia lakukan selama beberapa minggu terakhir. Menyiapkan keperluan suaminya. "Kamar, baru inget kalo suami aku dan istri kamu habis selingkuh..."

"I always thought they will"

"Kenapa aku gak cerai pakai cara yang biasa aja, ya? What is he up to?"

Leon tidak menjawab dan kemudian menghela nafas cukup dalam, "Dalam pasal pernikahan, harus ada alasan logis untuk perpisahan. Tanpa nafkah, tanpa anak, adanya penganiayaan, salah satu pihak masuk penjara, meninggalkan salah satu pihak..."

"Jadi maksud kamu, Fabian nunggu salah satu bukti dari itu semua?"

"Hm..."

Elle terdiam ketika Leon tidak melanjutkan kalimatnya dan kemudian laki-laki itu hanya menghela nafas. Tidak ada yang berbicara sampai akhirnya pintu kamar Elle terketuk dan membuat perempuan itu berkata dengan pelan, "I'll call you later"

...

Fabian datang dan melihat istrinya yang sedang memoleskan beberapa roti lalu menuang kopi hangat. Sudah beberapa minggu, Elle melakukan rutinitas pagi itu dan Fabian tidak mengerti kenapa perempuan itu masih saja melakukan hal tidak berguna seperti itu.

Buat Fabian, apa yang dilakukan Elle hanyalah hal yang sia-sia karena keluarga itu tidak akan pernah makan di satu meja yang sama. Tidak dulu, sekarang dan nanti. Jadi buat apa perempuan itu menyiapkan sekedar toast dan kopi jika akhirnya meja itu akan tetap kosong? Benar-benar bodoh.

"Kamu hanya akan membuang makanan kalau terus begitu"

Elle tidak menoleh dan kemudian tetap menyatukan beberapa lembar roti dan kemudian berkata dengan tidak menatap suaminya sama sekali, "Ya? Masa? Biasanya supir saya sama pelayan disini mau kok makan ini..."

"Maksud kamu?" Fabian menautkan kedua alisnya

Elle menatap Fabian yang sudah berjarak beberapa langkah darinya dan menatap dengan bingung, "Ya, ini buat supir saya sama pelayan-pelayan disini. Saya tau kok kalau Bu Via dan Pak Stefan gak pernah sarapan di rumah. Pak Fabian juga kan? Jadi daripada rotinya mubazir, mending saya kasih mereka"

Laki-laki itu menyipit. Mendengus lalu terkekeh pelan dan akhirnya berkata pada istrinya, "Terserahlah..." Baru beberapa langkah dia menaiki tangga, Fabian membalikkan tubuhnya kemudian berkata pada Elle, "Ada vitamin yang harus kamu minum... Mama bilang kamu terlalu kurus. Sudah saya tebus, tadi saya titip di salah satu pelayan favorit kamu..."

Elle tidak menjawab kemudian menatap laki-laki itu dengan datar, "Kapan kita cerai?"

"Hah?" Sekali lagi Fabian menghentikan langkahnya dan menatap dengan menajam pada istrinya

"Kalau kita cerai dalam waktu dekat buat apa bapak repot-repot perhatian sama penampilan saya?"

Melihat bagaimana istrinya menuntut jawaban membuat Fabian tersenyum dengan samar kemudian melangkah pelan menuju kamarnya.

"Pak!"

Ada langkah cepat yang menyusulnya kemudian membuat Fabian tiba-tiba menghentikkan langkahnya di tengah-tengah tangga itu. Berbalik begitu saja dan mendapatkan Elle sedang menatapnya marah

"Pak... Kapan kita mengakhiri hubungan ini?"

"Sabar, Elle. Kamu bahkan belum hamil anak saya masa sudah mau minta cerai?"

"Terus kalau saya hamil?" Elle bertanya dengan kesal, "Anda mau membuang saya sama anak itu begitu?"

"Elle..." Fabian terdiam memberi jeda pada ucapannya, "Ikuti saja peran kamu jangan banyak tanya"

"Iya tapi kenapa?!" Elle mencengkram ujung roknya dengan tidak sabar lalu menatap laki-lakiitu menuntut jawaban, "Kenapa saya?"

Fabian tidak menjawab pertanyaan Elle dan hanya melenggang begitu saja menuju kamarnya. Membiarkan Elle yang sudah tidak mengikutinya lagi kemudian menutup rapat pintu yang menjulang tinggi dibelakangnya.

Eh bodoh Fabian.


FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang