/19/

2.5K 163 2
                                    

"Aku tidak bisa berpikir sekarang, Leon"

Leon terdiam tidak berniat menjawab pengusiran Jesara atas dirinya

"Kamu benar-benar tidak mau pergi?" Tanya Jesara sambil menatap kesal pada Leon yang masih saja duduk dengan tenang

Leon hanya menghela nafas kemudian berdiri di samping ranjang Jesara dan memasukan kedua tangannya pada saku celana, "Hey, aku gak mau meninggalkan kamu... Aku tau aku juga punya andil atas kegagalan hubungan kamu sama Fabian..."

Jesara menarik sedikit selimutnya lalu menggegam erat selimut itu untuk menahan amarahnya

"Aku tau kamu sedang marah saat ini, Jesara. Tapi aku minta sama kamu jangan berpikir untuk menyingkirkan anak kita..." Leon menghela nafas, "aku urus administrasi kamu dulu..." katanya sebelum akhirnya melangkah menuju pintu keluar

"Leon..." Panggil Jesara pelan ketika laki-laki itu akan meninggalkannya, "Kamu mau kembali kesini? Aku kan gak butuh dirawat..."

Leon tersenyum seadanya, "Tapi aku pikir kamu butuh waktu sendiri, dan menurut aku disini lebih baik"

"Dan kamu nemenin aku disini?" Tanya Jesara setengah mengejek pada laki-laki itu

Leon menelan ludah dan meninggalkan Jesara begitu saja kemudian menutup pintu kamar Jesara dan menghela nafas. Di dalam kamar, Jesara meneteskan air mata entah karena kesal atau karena marah dengan Fabian, atau mungkin juga pada dirinya sendiri.

"Gila kamu, Leon. Gila..." ucap Leon setengah melirik pada tirai yang terbuka memperlihatkan Jesara yang sedang menghapus air matanya

...

"Kepala gue terlalu sakit buat dipake mikir, lo yang nyetir"

Arian yang sedang menyesap kopinya kemudian terbatuk sesaat ketika Fabian menyerahkan kunci mobil laki-laki itu

Julian hanya menghela nafas lalu menepuk bahu Arian dan mendekati Fabian, "Bro.."

"Shut your fucking mouth, Jul" maki Fabian dan mendapat tatapan bingung dari dua laki-laki itu

Julian dan Arian tidak mengetahui apa-apa perihal hubungan Fabian dan Jesara, hanya menggelengkan kepalanya dan saling menatap satu sama lain

"Dude, lo kenapa?" Arian mendekati Fabian kemudian terpaksa mundur selangkah ketika Fabian menatapnya marah, "It's okay. Lo mau kemana? Gue bisa anter lo kesana"

"Bawa ke hotel tempat Dias, aja. He need to get laid..."

Arian mengangguk menyetujui ucapan Julian, "Seems so, gue balik ya Jul"

Julian mengangguk kemudian meninggalkan kedua orang itu

"Lo mau cerita? Atau lo mau diem aja terus..."

Fabian menggertakan giginya kemudian mendengus, "Just drive me home"

"Oh, My God man. Gue gak pernah liat lo semarah ini... Mau senang-senang dulu? Kita party sama cewek-cewek cantik yang biasanya ngerubungin lo..."

Fabian memandang sesaat ketika akhirnya dia mengangguk

"Lo biasanya sama cewek yang kayak gimana? Yang di inforainment biasanya bukan? Should we call her?"

Fabian menggelengkan kepalanya lalu membuka pintu mobilnya dan menghempaskan tubuhnya kasar, "No. Gue biasanya main sama anak sekolahan"

"Lo sebajingan itu, Bi?"

Sekali lagi Fabian menatap marah pada Arian ketika laki-laki itu hanya memamerkan deretan gigi putihnya, "Berisik lo, anjing"

"Gue kaget loh, seorang Fabian Wijaya, psikolog terkenal dan sering masuk berita soal prestasinya, yah kadang masuk gosip sih... Tiba-tiba unmood begini dan mengumpat ke salah satu teman baiknya... Dan dia kalo butuh pake anak sekolahan"

Fabian hanya memejamkan mata tidak menggubris ucapan Arian yang sudah mengoceh entah apa

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang