S E M B I L A N
❄❄❄
Setelah di pikir pikir, sekali kali datang ke acara seperti itu bisa membuat jiwa sosial Nico hidup lagi. Nico menarik napasnya dalam dalam dan menghembuskan pelan, semoga ini keputusan yang baik. Tapi, gimana kalau Nico masih menerima celoteh kasar dari para tamu undangan yang datang ke acara kemal? Sudah lah itu urusan nanti. Hal terpenting saat ini, Nico harus mencoba hal baru.
Pakaian hari ini dengan simple tanpa banyak embel embel lainnya. Mulai dari ujung kepala dengan rambut badainya Nico yang tertata rapih mengarah ke belakang, kaus hitam dengan berlapis luar kemeja berwarna light grey yang tidak terkancing, celana denim berwarna hitam bergaya robek robek pada lututnya dan lengkap dengan sepatu converse putih koleksi Nico. Ganteng sih, tapi dengan tatanan seperti ini tetap saja tidak merubah sebutannya yang sebagai 'monster es'.
Nico berjalan menuruni anak tangga dan mengambil konci mobilnya di atas meja tamu. Sembarangan, tapi siapa yang mau ngambil? Cctv rumah ini sangat ketat. Walaupun hanya Nico yang bersinggah di rumah semegah ini.
Membelah jalan protokol jakarta, mendengar sahutan bising berbagai macam kendaraan menuju tempat acara ulang tahun kemal dengan santai. Sela sela Nico menyetir, lelaki hampir berumur 17 tahun ini mengingat sesuatu. Sesuatu yang akhir akhir ini selalu merekat dipikirannya.
Apa Tassia datang ke acaranya Kemal?
Kalau mungkin Tassia datang ke acara seniornya itu yang bernama Kemal, pasti yang di undang Kemal juga anak sepantarannya dia. Termasuk ada Maya dan pasti Maya datang dengan dayang dayangnya. Berarti kalau Tassia datang bisa bisa Maya dan Tassia membuat keributan di party Kemal. Pasti, Maya yang mengibarkan bendera perang duluan.
Setelah beberapa menit menempuh jalan menuju party Kemal. Nico menghentikan mobilnya berjejer rapih bersama mobil mobil yang lain.
Semenjak Nico turun dari mobil, mata dari berbagai arah menyantap tubuh Nico habis habisan dengan cibiran aneh dari laki laki yang tidak senang melihat Nico. Berbeda dengan cewe cewe, teriakan histeris lah yang meramaikan. Heboh, satu kata ketika Nico meloncat turun dari mobilnya.
Suasana seperti ini yang Nico tidak suka. Karena Nico menyukai kesunyian bukan hal yang dianggap Nico tidak penting.
"Nico Devano, cowok dingin yang gak pernah suka dengan keramaian." Sambut Alfi dengan menepuk pundak Nico.
"Udah mulai?" Nico merapihkan tatanan kemejanya dan menyisir rambutnya menggunakan jari jarinya.
"Belum," ucap Alfi seraya melangkah masuk ke halaman rumah milik Kemal yang sekarang menjadi tempat acara dan ramai.
Nico mengekori langkah kaki Alfi, sampai dia bertemu dengan kekasihnya. Siapa lagi kalau bukan Maya. "Kamu udah lama di sini?"
"Baru sampe," Maya mengangguk. Nico melihat Alfi yang sudah mulai menjauh. Dari pada berlama lama ngobrol dengan Maya lebih baik Nico mengejar Alfi yang sudah di meja minuman, "gue ke Alfi dulu, May."
"Oh yaudah, aku tunggu sini ya."
Nico langsung melanjutkan perjalanannya tanpa basa basi lain dengan Maya.
"Kemal mana, fi?" Tanya Nico sambil mengedarkan pandangannya.
"Lagi sama Dinda, tuh di samping panggung." Alfi melanjutkan meneguk minuman bersoda yang berada di gelas genggamannya.
"Oh," nico mengangguk dan mengambil satu gelas yang telah berisi minuman bersoda
Suara dentuman musik dan petikan gitar dari jemari manis Dinda dan Kemal, mengisi sela sela acara. Mereka sepasang kekasih yang sama sama terjun ke dunia musik. Cocok ya, dan sampai sekarang dia masih harmonis.
❄❄❄
Tassia terus mengoceh dalam batinnya, memang di ajak dengan setan laknat seperti bukan pilihan yang tepat bagi dia. Batu kerikil yang menghalangi Tassia di tendang entah berpindah kemana.
Tubuh Tassia merespon terasa jika di belakangnya ada yang mengikuti. Mungkin itu hanya perasaannya saja. Fachri? Dia kan tadi di tinggal Tassia di jalan buntu. Biarin dia jadi tulang belulang nyasar sendiri di sana.
Tapi entah kenapa perasaan ada yang mengikuti itu semakin kuat dengan adanya dengusan orang dari belakang. Sampai akhirnya, Tassia menolehkan kepalanya dan melihat ke belakang.
Fachri dengan berusaha menaiki vespanya tapi tidak di nyalahkan. Mau dia apa lagi sih? Kan Tassia sudah turun dan memutuskan buat ke rumah Hani sendiri.
"Tassia? Gue nyalahin vespanya nggak apa apa kan?" Tawarnya. Memang kalau dari tadi dia menyalahkan mesin vespa antik itu, Tassia peduli? Enggak lah.
"Nyalain aja."
"Tapi nanti gue duluan naik vespa, trus lo jalan kaki kayak gembel. Nggak apaapa?" Tumben baik Fachri biasanya juga udah seperti orang baru keluar dari penjara.
"Yaudah yaudah sana jalan!"
"Gue mau nemenin lo sampe rumah Hani, kan gue yang udah bikin lo nyasar." Fachri masih di atas vespanya. Tassia sama sekali tidak bereaksi apa apa, hanya saja tumben Fachri bersikap seperti ini dengan Tassia.
"Gak usah, makasih."
"Nih cewe susah banget sih." Fachri mendengus pasrah, "masih jauh rumah Hani?"
"Dikit lagi, udah nomor 47c."
Fachri melirik rumah di sekitarnya, benar saja di sekitarnya nomor rumah sudah hampir mendekati nomor 35c. "Yaudah, kalau lo gak mau gue anterin, gue ngikutin lo dari belakang."
"Ih ngapain?"
"Jagain lo, gara gara gue jadi kelewatan rumahnya Hani dan lo jadi gembel." Apa ini yang namanya perhatian? Tetap saja perhatian ini tidak mempan untuk membuka hati Tassia lagi buat Fachri. Telat!
"Terserah!"
Fachri patuh dengan ucapannya tadi. Dia mengikuti Tassia dari belakang masih dengan vespanya yang tidak di nyalahkan. Kalau sekarang melihat wajah Fachri, pasti dia sudah banyak mengeluarkan keringat. Akhirnya dengan berjalan kaki, Tassia sudah sampai di depan rumah Hani dan Fachri masih ada di belakangnya.
"Gue udah sampe, udah sana pergi." Usir Tassia membabi buta.
Tapi Fachri masih keukeuh menunggu Tassia sampai Hani keluar dan membukakan pintu. "Gak mau."
Tassia mendengus
"Hani? Assalamualaikum?"
Ada sautan dari dalam rumah, ya itu suara toa milik Hani yang sangat khas dan tidak ada tandingannya. "BENTAR!"
"buset dah itu cewe, toanya." Rengek Fachri membisik pelan. Dikira Tassia tidak dengar kali.
Hani keluar dengan menggunakan baju rumahnya. Membukakan gervang untuk tamunya ini, Tassia. Seketika Hani langsung membulatkan matanya lalu mengaitkan kedua alisnya. "Kok setan laknat ada di sini?!"
"Lo kali setannya," balas Fachri yang merasa ucapan Hani tadi untuk dia. "Gue balik yak, udah selesaikan nganterin lo?"
"Nyiksa gue yang ada!" Balas Tassia sudah capek lengkap dengan tatapan tajam. Fachri menyalahkan mesin vespanya dan pergi dari depan rumah Hani. Di lain wajah, Hani masih menganga melontarkan pandangan tajam ke arah Tassia.
"Gak mau tau, pokoknya lo harus ceritain sama gue. Kenapa lo bisa di anterin dia?" Hani melangkah masuk dan menuju kamarnya. Tassia hanya mengekori Hani sampai kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Senior✔
Teen Fiction[Completed] Kalian tahu rasanya memperjuangkan seseorang tapi yang diperjuangkan sama sekali tidak mengerti artinya perjuangan? Dua orang yang selalu bertolak belakang. Tassia menyukai keramaian, heboh dengan dirinya sendiri, selalu punya teman bany...