15 | love u, bu

5.6K 206 0
                                    

LIMA BELAS

❄❄❄

Tassia merapihkan semua buku buku yang berserakan di atas meja ke dalam tas punggung berwarma hangat setelah terdengar bel pulang seantero sekolah. Semuanya sudah pulang, Hani sudah menuju ruang Osis untuk rapat hari ini. Dan tertinggal hanya Fachri dan Tassia. Hari ini habis dengan pembagian nilai ulangan kemarin dan remedial nilai. Lelah pikiran, lelah hati, lelah fisik.

Semenjak kejadian pagi tadi yang sempat mencuri perhatian siswa, Fachri menyuruh Tassia untuk tetap di kelas. Bel istirahat saja baru kali ini Tassia menitipkan uang untuk jajan di kantin. Sampai sampai Hani bingung sendiri kenapa harus Fachri yang mencegah Tassia. Apa Fachri khawatir akan ancamannya Maya tadi pagi?

"cha?" panggil Fachri yang masih sempat sempatnya menunggu gadis ini sampai selesai membereskan bukunya.

Tassia menoleh sebentar dengan tatapannya yang tiba tiba menjadi dingin. "apa?"

"lo masih suka sama ka Nico?"

Tatapan dingin tadi berubah menjadi tatapan horor, dari mana Fachri tahu kalau Tassia menyukai Nico? Apa dia stalker? Apa dia mata mata? Apa jangan jangan dia punya indra keenam?

"dari mana lo tau?" seraya mensampirkan tasnya ke bahu kanan.

"tatapan lo beda ke cowo itu," Fachri mendengus pelan dan menggakruk kepalanya yang tidak terasa gatal, "lo masih nolak gue?"

Tassia berdehem mengartikan iya.

"jangan pernah ngejar ngejar orang yang gak cinta sama lo, itu hasilnya akan sia sia,"

Tersenyum tipis, itu yang Tassia lakukan setelah mendengar perkataan dari Fachri.

"persis, sekarang gue udah gada rasa sama lo. Maaf, jangan pernah maksa orang buat jadi milik sendiri, itu egois." Tassia mengambil langkah keluar dari barisan meja meja, "belajar merespond persaan orang yang jelas jelas suka sama lo. Gue duluan ke ruang rapat,"

Tassia pergi meninggalkan Fachri yang membeku mendengar perkataan Tassia barusan. Tubuh Fachri dingin seperti di siram es batu se-ember. Kaku, mati rasa. Napas Fachri terasa tertekan. Baru kali ini dia merasakan penolakan dua kali pada orang yang sama.

Fachri memutuskan untuk meninggalkan ruang kelas ini yang hawanya sudah terasa horor di tambah sisa sisa dingin yang masih berkeliaran. Lebih baik Fachri cepat cepat keluar dari kelas.

❄❄❄

Nico akhir akhir ini sedang rajin. Dari berangkat pagi pagi kesekolah sampai masuk ke ruang osis duluan sebelum yang lain. Dapat cipratan apa dia hari ini? Hatinya berbunga bunga setelah mendengar langsung Tassia menolak Fachri? Sepertinya bukan itu. Terus apa?

Rapat kali ini masih membahas tentang hari guru yang berlangsung dua hari lagi. Intinya sih tentang pembagian tugas untuk hari guru. Sialnya, Tassia dengan Nico mendapat tugas untuk menjadi MC untuk acara kali ini.

"nggak setuju, saya. Tidak. Setuju," ucap Tassia dengan begitu banyak penekanan. Semua pasang mata menuju pada wajah gadis itu.

"lho, kenapa?"

Di sebrang meja sana, Nico asik memainkan tali hoodienya yang di lepas ketika masuk keruang rapat. Matanya tidak ikut mengarah ke Tassia, tapi mungkin pendengarannya tidak tuli. Sehingga dia dapat mendengarkan penolakan Tassia tentang tugas yang harus mereka lakukan.

"ya-ya saya mau di tugasin sebagai apa saja, asal jangan dengan Nico."

"kamu bercanda? Cuman kalian yang belum dapat tugas." sahut Rifqi, "rapat kali ini saya selesaikan, dan saya berharap kalian bisa menerima tugas masing masing. Tanpa penolakan, Tassia?"

Tassia hanya bisa mendengus pasrah.

Lalu setelah bubarnya rapat kali ini Tassia seperti di hantui pikiran berkali kali oleh Maya, entah itu rambutnya akan di jambak lagi ataupun dia di bunuh hidup hidup? Sudah Tassia! Simpan imajinasimu, jangan berpikiran negatif dulu.

Nico tiba tiba datang dan berdiri dengan tubuhnya yang tegap tepat di depan pandangan Tassia. Ruang rapat hanya tersisa Hani, dua anggota lainnya, Tassia dan Nico.

Perasaan Nico gugup, seperti ingin mengucapkan perasaannya kepada cewek. Padahal bukan itu yang ingin dia bicarakan ke Tassia.

"hai?" sapaan manis Nico. De javu, seperti pertama kali Nico menyapa Tassia di kantin. "saya, mau ngomong berdua dengan kamu. Besok saya tunggu di taman komplek,"

Setelah mengucapkan beberapa kata, Nico lekas pergi dengan tasnya yang tersampir di bahu kanan dan lengkap dengan gaya dinginnya dia yang masih melekat.

Nico mengambil napas dan menghembuskannya lega. Berharap ini bisa di selesaikan secepatnya.

❄❄❄

Suara tangisan terdengara ketika Tassia masuk kedalam rumah sehabis pulang rapat tadi. Suara tangisan perempuan. Siapa lagi kalau bukan Sovie?

Ketika Tassia melangkah mendekati ibu-nya dia melihat banyak gumpalan tisu berantakan dimana mana.

Mata ibu memerah, hidungnya memerah, pipinya yang selalu di pulas blush on kini memerah sendiri. Tassia langsung menghampiri ibunya yang sedang nangis segugukan di sofa depan televisi. Ibu nangis karena sinetron? Sepertinya bukan. Karna saat ini televisi hanya menyiarkan berita sore.

"bu, kenapa?" tanya Tassia setelah sekian lama dia tidak berbicara dengan ibunya, itupun seperlunya saja. "ibu nangis kayak gini, kenapa?"

"ibu dimanfaatin orang," sahut ibu masih dengan tangisannya dan suaranya yang parau.

"maksud ibu? Tassia nggak tau."

Ibu mengambil napas hanya untuk menenangkan dirinya dari yangisan sepayah ini. Lalu menghembuskannya pelan pelan dan melakukan berulang kali.

"cerita sama Tassia, bu"

"Ibu ketipu orang, cha."

"bu..."

"maafkan ibu ya, Tassia." ibu mengambil napas dan menghembuskannya pelan lalu berbalik menatap mata Tassia yang hitam pekat.

Wanita paruh baya ini mengambil jeda, dan melanjutkan pembicaraannya dengan tangisan. Semua yang diucapkan ibu membuat air mata Tassia membendung di bawah matanya. Hanya satu kedipan pasti air mata itu sudah menetes membasahi pipi Tassia.

"apapun itu, Tassia berharap ibu nggak begitu lagi, ngelakuin hal teledor lagi . Kasihan ayah sudah kerja keras sampai nggak selalu pulang tiap hari," sukses, air mata Tassia jatuh dan membasahi pipinya. Langsung saja agar Tassia tidak terlihat menangis, Tassia langsung menyeka air matanya dan kembali berbicara, "Tassia sayang ibu sama ayah,"

Tangan Tassia terulur untuk memeluk tubuh wanita paruh baya di depannya. Membiarkan kepalanya bertengger di bahu ibunya. Pelukannya semakin erat, dan merasakan kenyamanan. Ya, seperti inilah yang Tassia inginkan lagi. Ibu tahu kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi karena trauma dengan apa yang dia rasakan sekarang setelah di bohongi dan habis ratusan juta.

Coldest Senior✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang