69 | Thanks

2.5K 83 10
                                    

Terimakasih, telah menjadi penghangat dalam hati yang selalu membeku.
//Thanks//

ENAM PULUH SEMBILAN
❄❄❄

H-1

Jika ada yang bertanya mengapa Tassia bisa setenang ini melepaskannya? Karna gadis itu tau, ini keputusannya. Ia telah berjanji, tidak boleh egois pada dirinya sendiri. Masing masing punya mimpi.

Tassia mencintai lelaki itu.

Ketika tangannya melepaskan harapan, namun hati tetap berharap detikan waktu berhenti saja agar dirinya bisa merasakan tatapan matanya bersama Nico lebih lama.

Hari ini, gadis manis itu mendekap bantal panjang. Matanya sudah membuka sejak tadi, ia melihat notifikasi pada layar ponselnya. Hanya ada beberapa notif dari aplikasi kesukaannya dan satu notif yang berhasil membuat sudut bibirnya terangkat membuat sabit yang indah.

Guten Morgen, Liebes

Tassia langsung bangun dari posisi tidurnya dan duduk sila di atas kasur dengan jari yang sudah bersiap nengetik beberapa balasan.

Im not your liebes.

Haha

Sekarang ada waktu nggak?

  Sorry

Gadis itu mendengus kasar, ia lupa, kalau hari ini bukan waktunya bersama Nico. Mereka sudah tidak bersama, mereka harus mempunyai waktunya masing masing. Bukan untuk di kekang, mereka bukan lagi siapa siapa.

Oh oke, dah.

Read.

Tassia merebahkan lagi tubuhnya di atas kasur. Tapi pikirannya melayang dan terhenti pada beberapa kotak dari Nico yang ia simpan di dalam loker lemari kecil. Tubuhnya menjawab, ia langsung bangun dan menarik loker itu. Memperlihatkan beberapa barang kesukaannya. Mengeluarkan kotak yang beberapa hari lalu ia dapatkan dari Nico. Lelaki itu selalu bisa membuat Tassia menyunggingkan senyum dan meneteskan air mata.

Membuka perekat dan pembungkus kotak itu dengan hati hati. Ia melihat, matanya tidak mampu berkedip. Ini tidak bisa di bilang murah, malah bisa dibilang terlalu mahal.

Nico selalu memyelipkan sedikit pesan pada pemberiannya.

"Maaf, ini nggak baru. Cuman, kamera ini yang saya pakai buat foto yang waktu itu saya kasih ke kamu."

Otaknya langsung berputar mengulang kembali kejadian dimana Nico pergi dan memberikan beberapa lembar cetakan foto. Ia bergerak untuk mengambil beberapa lembar cetakan foto. Kembali lagi melihat kamera dan cetakan foto secara bergantian.

"Kalau dibilang jadi milik kamu lagi, saya pasti mau. Tapi belum pantas. Biarin kamera saya aja jadi milik kamu."

❄❄❄

Nada dering menggema memenuhi ruang tidur Nico yang berwarna abu abu silver. Lelaki itu melirik ponselnya yang berada di atas nakas. Ia baru selesai mandi, tangannya masih sibuk mengeringkan rambut dengan handuk.

Mengerutkan dahinya.

Panggilan masuk.

"Kenapa?" tangan Nico masih sibuk mengeringkan rambut.

Coldest Senior✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang