61 | Menjauhlah

1.9K 79 6
                                    

Walau kata pamit menjadi akhirannya, namun saya akan berusaha seperti senja, menenggelamkan semuanya namun tidak untuk perasaan.
-NicoDevano

ENAM PULUH SATU
❄❄❄

Lelaki bertubuh atletis, menarik napas panjang seraya pandangan yang tak kunjung meredah mengeluarkan air. Suara patient monitor sangat jelas ketika Nico mendekati ranjang berisikan gadis yang berbaring lemah. Bibirnya pucat, hidungnya dilengkapi alat bantu pernapasan.

Shock sepsis mungkin memperjelas keadaan gadisnya sekarang.

Sekitar lima jam Nico bisa sampai di jogja dengan membawa rasa khawatir yang sangat besar. Bukan ini keadaan Tassia yang ia mau. Lelaki itu menunduk dan mengusap wajahnya kasar. Suara alat menyebalkan itu terus saja memenuhi pendengaran Nico bersama kekhawatiran.

Mengusap punggung tangan Tassia dan menciumnya pelan. Air mata Nico membasahi pipinya sendiri. Lelaki dingin ini menangis untuk yang keduakalinya karna perempuan yang berharga bagi dirinya.

"Promise for me, you dont leave me." ucapnya dengan isakan yang cukup sesak di dada. Lagi lagi Nico mencium lama punggung tangan Tassia dan melepaskannya pelan. Menyingkirkan beberapa helai rambut yang berhasil menutupi wajah manis gadisnya.

Nico berusaha tenang. Tapi gagal, sosok yang paling tidak ia suka menampakan wajahnya di depan ruangan. Lelaki itu menunduk meruntuki kesalahannya. Ia mengaku salah kali ini.

Lelaki dingin itu melangkah dengan cepat untuk mendekati lelaki yang duduk di kursi sana. Kaki Nico menendang tubuh lelaki tersebut hingga tersungkur di lantai, bukannya melawan Angga malah diam sambil menahan rasa sakitnya.

Ia sangat menyesal berurusan lagi dengan Nico. Sebenarnya, kejadian tadi hanya ketidaksengajaannya. Angga di luar kendali karna masalah keluarganya, ia sama sekali tidak melihat ada gadis yang sedang berdiri di samping mobil dengan ponsel di telinganya. Angga sangat ingin meminta maaf, tapi Nico sudah kalap karna tau alasan Tassia sekarang terbaring lemah ialah Angga.

"Masih belom cukup lo ngusik hidup gue?" kalap. Satu kata yang mewakili perasaan Nico sekarang. Nico berbicara dengan penuh penekanan.

Angga berusaha bangun. "Gue sama sekali nggak ada niatan buat Tassia kayak sekarang."

"Kalau lo emang nggak suka sama gue, lo bilang! Nggak usah ngecelakai orang lain!" teriak Nico. Ia tidak sadar posisinya masih berada di rumah sakit.

Bu Made berlari mendekati kericuhan dua lelaki itu.

"Udah, ini rumah sakit Nico."

Nico tersadar, keberadaan mereka masih di dalam rumah sakit. Lelaki itu menarik napas, menatap Angga begitu tajam dan melangkah cepat meninggalkan mereka berdua dalam sepinya lorong rumah sakit.

❄❄❄

Nico duduk dikursi sebelah ranjang dimana Tassia masih terbaring lemah. Kelopak mata gadis itu seolah sangat berat untuk mengangkat. Denyut nadinya masih terbilang normal, itu saja yang membuat Nico masih bertahan pulang pergi rumah sakit.

Tidak ada alasan lain yang membuat Nico rela bepergian ke rumah sakit setiap pulang sekolah selain ingin bertemu gadisnya. Tidak ada lukisan senyum di wajah Tassia akhir akhir ini, malah tergantikan dengan rasa khawatir Nico.

"Kamu tuh bohong, cha. Katanya, kamu sekolah di Jogja. Tapi sekarang saya lihat kamu disini." Nico menghela napasnya sesak tangannya masih sibuk menggenggam erat tangan gadisnya yang berdampingan dengan jarum infus. "Setiap saya kesini, kamu selalu tidur. Pasti kamu betah ketemu saya dalam mimpi kan?"

Coldest Senior✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang