64 | maaf

1.9K 84 7
                                    

Ketika maaf tidak di terima. Lantas bagai mana luka dihati akan sembuh?
-NicoDevano

ENAM PULUH TIGA
❄❄❄

Ting! Tong! Suara bell menggema didalam rumah kediaman Tiar. Anak gadisnya berlari cepat seraya mulutnya yang masih mengunci selembar roti. Sofie menggelenlgkan kepala, anak gadisnya turun dari tangga begitu cepat karna terburu buru ingin melihat siapa yang datang sepagi ini.

"Udah ibu aja," ucap Sofie seraya berjalan ke arah pintu utama.

Sofie membuka pintu dan langsung disuguhkan oleh lelaki tinggi berpakaian batik sekolah yang tidak serupa dengan batik Tassia. Tapi Sofie mengenal lelaki ini, ia adalah Nico.

"Oh ada Nico. Pasti mau antar Tassia ke sekolah ya?" tanya Sofie dengan polosnya, ia tidak mengetahui bahwa anak gadisnya tidak ingin bertemu dengan Nico.

"Siapa, bu? Kok nggak disuruh masuk?" Tanya Tassia seraya menghampiri pintu utama rumahnya. Matanya hampir terbelalak sempurna, deg, jantungnya kembali merasakan getaran ketika melihat sosok orang yang berusaha ingin ia lupakan.

"Hai, cha. Apa kabar?" tanya Nico berusaha jauh dari sifat dinginnya sendiri.

Sofie meratapi gadisnya. "Haduh lho ya udah di jemput masa kamunya belum siap sih, cha?"

Wajah Tassia berubah menjadi datar, seraya menatap tajam Nico. "Acha, nggak mau dianter dia bu."

"Lho memangnya kenapa?" tanya Sofie kaget mendengar ucapan anak gadisnya barusan.

"Ya Aku nggak mau." Tassia meninggalkan posisinya untuk mengabil tas dikamarnya.

Sofie hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya mendengus pasrah. Tidak biasanya Tassia bersikap pedas seperti tadi kepada orang. Apalagi orang yang Tassia kenal. Sofie melihat Nico lagi yang masih diam, mungkin lelaki itu menahan rasa sakit hatinya yang telah mengawali pagi hari.

"Maaf ya, Nico. Nggak biasanya Tassia seperti itu, mungkin lagi ada masalah." ucap Sofie mencoba untuk memberi ketenangan pada Nico.

"Iya tante nggak apa," Nico melirik kedalam rumah mencari keberadaan gadis itu. "Saya mau tungguin Tassia sampai dia berangkat sekolah."

Sepanjang jalan menuju kamar Tassia menahan kuat patah hatinya. Entah apa perasaan ini sulit di deskripsikan, rasa senang ketika menatap iris matanya dan patah hati yang teramat sakit ketika mengetahui kalau Nico sudah bukan lagi miliknya.

Tassia meraih tasnya dengan kasar, ia menghapus aliran air mata yang sempat membasahi pipi paginya.

"U can be strong women cha! U can!!" Tassia mensugesti dirinya sendiri. Menarik napas dan segera keluar dari kamar mengingat ia hampir telat kalau terlalu lama tenggelam dalam tangis.

Tassia menuruni tangga dan masih bisa melihat ibunya yang berbicara hangat denga Nico.

"Bu, Acha berangkat." salim kepada Sofie dan langsung keluar rumah tanpa memperdulikan keberadaan Nico.

"Kalau begitu, saya pamit dulu ya tante." Nico langsung mengejar ketertinggalannya.

Sampai di halaman rumah, Tassia masih menganggap kalau Nico sebenarnya memang tidak ada lagi dihatinya. Ia tidak mempedulikan keberadaan Nico yang sedang mengejar Tassia.

"Cha, saya mau nganter kamu."

"Gue nggak mau." tolak Tassia memtah mentah, kakinya tetap saja tidak ingin berhenti melangkah.

Coldest Senior✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang